Happy Reading!
-
-Pria yang bertemu Bryan tadi sudah pulang dari tempat pekerjaanya. Ia membawa sekantong tissue, yang ia beli pada Bryan.
Seorang anak laki-laki berlari menuju pria itu, memeluk erat sang Ayah. Yang selesai bekerja.
Pria itu bernama Adiyasa. Pria yang bekerja diperusahaan ternama.
Ia memiliki satu orang anak, bernama Aaron Athalla. Biasa dipanggil Aaron.
Dari kejauhan, sang istri-Yura-. Tengah memasak, untuk makan malam mereka, dengan segenap langkah, Adiyasa mengajak Aaron untuk pergi menemui Yura, "oh, hai, siapa ini tamu yang baru datang. Bentar, ya, masakannya belum jadi," candanya membuat Adiyasa tersenyum lebar mendengarnya.
"Ada-ada, saja," senyum ria Adiyasa, "sini, anak Papa!" Adiyasa mengangkat tubuh kecil itu, menggendongnya dengan penuh kasih sayang.
"Papa, tadi disekolah. Banyak temen-temen, yang cabut, tau!" Ceritanya kepada sang Papa, yang diberi anggukan oleh sang empu.
"Jangan dicontoh, ya, Aaron," sahut Yura, sambil memasak.
Kini makan malam sudah siap, mereka dengan lahap memakan makanan yang sedari tadi ditunggunya.
Dan kelupaan, Adiyasa lupa menunjukkan tissue yang dibelinya pada sang Istri. Ia pun beranjak dari meja makan, menuju sofa, yang sudah ada tissue yang ia beli.
Adiyasa menunjukkan tissue tadi, betapa terkejutnya Yura melihat tissue sebanyak itu yang dibeli oleh suaminya.
"Hei! Ini banyak sekali, sayang ..."
"Ah, gak apa-apa, kasihan aja lihat anak masih kecil gitu, seumuran dibawah Aaron, jualan di halte. Kasihan Yura ... yaudah, ini buat restock, kalau kita kemana-mana gitu," jelas Adiyasa singkat, lalu menjulurkan tissue itu pada Yura.
Terlonjak ingat dari benak. Yura pun, tiba-tiba teringat, kalau tadi ia sempat bertemu seseorang, yang meminta pekerjaan sebagai ART untuk keluarga dirinya.
"Tadi juga, aku ketemu sama orang gitu, lagi mulung. Dia minta jadi ART dirumah kita, katanya dia ada penyakit, pengen bisa dapat uang banyak untuk pengobatannya. Kasihan, Mas. Boleh, ya dia kerja disini. Untung-untung, dia juga punya anak, biar Aaron juga ada temannya," pinta Yura, Adiyasa mencoba memikirkan lebih baik pendapat Yura. Tapi, dirumahnya sudah ada ART juga. Buat apa menambah lagi.
"Disini sudah ada Yarka sebagai ART, masa mau nambah lagi? aku tau, aku sanggup bayar mereka berdua. Apa gak kebanyakan ART nanti? ..." Adiyasa menarik nafas sekejap, kemudian melanjutkan kalimat yang sempat terpotong, "yaudah, gak apa-apa, deh. Besok ajakin kesini aja, buat ngobrol-ngobrol. Oh, ya, identitasnya? Gimana?" Adiyasa setuju. Lagipun, ia bisa membayar keduanya. Bukannya, lebih banyak ART, urusan pekerjaan rumah jauh lebih ringan?
"Untuk identitasnya, dia perempuan, usianya sama kayak aku, dia mantan pekerja restoran, dan namanya ... Gendis."
-
Bryan Samudera Damasta, kerap dipanggil Bryan. Ia kembali mencari Bundanya yang tak kunjung pulang dari tadi.
Katanya, Bundanya bersama dengan Budhe Santi. Tapi sampai petang ini, mereka berdua tak kunjung pulang.
Keringat terus bercucuran. Bryan terus menoleh kekanan dan kekiri, menggigit bibirnya. Jantungnya berdetak kencang.
Ia begitu takut, kalau Bundanya memang pergi meninggalkannya.
"Bunda! Bunda! Bunda dimana?! Bryan bawa uang banyak, Bunda!" Soraknya berharap suaranya terdengar oleh Bundanya.
Namun nihil, hanya angin yang berhembus dimalam itu, angin yang menerpa badannya.
"Kak ... Bibi Gendis, sama Ibu, belum pulang?" Si kecil Lian, memeluk tubuh Bryan dari belakang.
Bryan beranjak, melihat Lian. Anak laki-laki kecil itu, memeluk tubuh Lian begitu erat, ia berbisik, "iya ... mereka berdua, pasti kembali!" Yakinnya pada bocah kecil itu.
Lian mengangguk dengan wajah yang bersedih. Lalu, Bryan menggandeng anak tangan anak itu, mengajaknya untuk tidur, dan tak gelisah mengenai orang tua mereka.
Bunda dimana?
Mereka berdua tertidur lelap dirumah yang hanya memiliki satu ruang saja. Angin terus bertiup kencang, malam yang sangat dingin.
Suara pintu terbuka. Terlihat sosok Gendis yang terlihat sangat lelah. Hari ini, memang ia lembur untuk mencari uang. Sampai-sampai Gendis nekat menjadi ART.
Demi bisa menghidupi mereka. Gendis akan tetap bekerja keras, tak peduli apa yang dideritanya.
Tidur yang lelap ya, sayang. Jadi anak yang kuat seperti Bunda. Biar kamu, gak diinjak sama orang lain.
Bunda tau, hidup kita ini seperti rumput, nak. Yang selalu diinjak oleh orang lain.
Bunda harap, saat kamu besar. Kamu jadi anak yang kuat. Kuat menjalani hidup.
Walau banyak yang menginjakmu, kamu tetap harus kokoh dengan akar-akarmu itu.
Bunda, Sayang Brayn.
-
-Hai!
Aku harap maknanya dapat tersampaikan pada kalian. 🤍
Tunggu update selanjutnya, pabay.Jangan lupa mampir IG REYYOZE!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Rumput [SUNGWOON]
Teen FictionRumput yang subur akan mendapatkan tempat layak, kasih sayang, dan perhatian lebih. Namun Bryan, ia dilabeli "rumput", "rumput liar" ataupun terabaikan. Semua orang selalu menginjak dirinya, merendahkan dirinya, menghancurkan dirinya. Kenapa ia masi...