HARI INI, TERIMAKASIH

320 73 14
                                    


Ikhlaskan dulu, barangkali perlu berpisah dulu untuk nanti saling menemukan lagi.

******



Yang paling berharga dalam menjalin hubungan bukanlah soal uang, tetapi waktu, komunikasi, dan perasaan yang terus akan sama. Begitulah isi pikiran Delyn saat dirinya sedang istirahat di kantin.

Dalam diamnya, kepala Delyn dipenuhi dengan laki-laki yang bernama Liam, laki-laki yang semalam ia temui di mall dengan perempuan lain, selain dirinya.

Bohong, bohong jika semalam Delyn tidak sakit, bohong jika dari semalam hingga sekarang dadanya tidak sesak. Mau bagaimanapun Delyn menutupi kesedihannya, kesedihan itu pasti akan terlihat.

"Lyn, lo dari pagi cemberut terus." protes Lana pada sahabatnya.

"Nggak jadi beli make up semalam?" tanya Trisha, mengira jika Delyn memasang wajah datar karena tidak jadi membeli make up.

"Bukannya lo jadi beli, ya? kan, semalem lo ngasih kabar ke gue." beritahu Lana. Benar, memang semalam Delyn memberi sebuah foto pada Lana jika dirinya sedang membeli make up.

"Lagi cosplay jadi batu, ya?" Lana mengomentari Delyn yang sejak tadi hanya bengong sambil memainkan sendok makan.

Sebuah mata yang kini menatap pada Delyn, tatapan yang sangat berbeda darinya. Dulu, saat di tatap Delyn merasa senang, tapi, sekarang, saat mendapat tatapan itu, justru ada rasa sakit yang muncul lagi.

"Perasaan perempuan nggak bisa seenaknya untuk lo mainkan, Li." beritahu Nino pada Liam yang sedang menatap Delyn.

"Perasaan perempuan itu mahal, harusnya lo bersyukur bisa mendapat perasaan perempuan yang setia, tulus sama lo." sambung Lion, juga memberi tahu pada Liam.

Liam tersenyum miring, "Yang dilihat belum tentu seperti itu."

"Perempuan selalu bisa mencintai dua laki-laki dalam waktu yang sama." lanjut Liam.

"Tanpa di sadari, laki-laki juga bisa seperti itu, tidak semuanya, tapi ada." balas Lion.

Gio lebih memilih untuk meninggalkan tiga temannya yang sedang membahas bab cinta. Baginya, semua manusia punya cerita cintanya masing-masing, dan untuk senang atau sedihnya, tergantung manusia, bagaimana mereka menjalankan masa cintanya itu.

"Gi," panggil Nino, berlari menyusul Gio, "Tunggu, sat."

Sementara tak lama kemudian gantian Lion yang berlari menyusul Nino dan Gio, meninggalkan Liam sendiri di tangga sekolah.

Liam hanya menatap temannya yang pergi, lalu dirinya memilih untuk menghampiri Delyn yang bersama Lana dan juga Trisha.

"Delyn," suara laki-laki yang sudah sangat dirindukan oleh Delyn.

Tanpa menjawab, Delyn menoleh pada Liam yang baru saja datang menghampiri meja makannya. Seperti biasa, dengan pakaian yang tak rapi, serta kancing baju yang hanya dipasang beberapa saja.

"Ikut gue, bentar." ajak Liam.

"Kemana?"

"Ikut aja, ada hal penting yang harus gue omongin ke lo." Tanpa aba-aba, Liam berjalan lebih dulu sebelum Delyn menjawab lagi.

Kini Delyn menatap bingung dua temannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? apakah mengikuti ajakan Liam? atau bagaimana?

"Sana, ikuti." suruh Lana.

ABOUT LIAM (Lilyn)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang