𝑫𝒖𝒂𝒃𝒆𝒍𝒂𝒔 - 𝑨𝒏𝒄𝒂𝒎𝒂𝒏

2.3K 225 8
                                    

Saat Biru terbangun, tentu hal yang ia rasakan pertama kali adalah rasa sakit luar biasa di sekujur tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Biru terbangun, tentu hal yang ia rasakan pertama kali adalah rasa sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Butuh beberapa saat untuk merasakan normal kembali.

Saat dirasa tubuhnya sudah tidak sakit dan lemas lagi, Biru segera mencari ponsel yang semalam ia gunakan untuk merekam apapun yang terjadi setiap malam. Dengan langkah yang masih sedikit lemas, dia coba mengambilnya. Namun detik berikutnya ia terlihat panik.

"Sial!! HP nya mana?" ujarnya frustasi.

Biru mencari di semua sudut ruangan itu, namun dia tidak menemukannya. Bersamaan dengan rasa panik itu, tiba-tiba seseorang datang.

"Kamu cari ini?" ucap seseorang bersuara berat. Seseorang yang suaranya sedari kecil ia dengar. Seseorang yang pernah ia cintai. Pria itu mengulurkan ponsel miliknya.

"Papa?" Biru kaget ketika tahu sosok itu adalah Baswara.

"Kamu cari ini kan? Hmm?" Baswara mengulurkan ponsel milik Biru.

"Papa kan yang masukin Biru kesini?" tanya Biru dengan tatapan tajamnya.

"Kalau memang saya yang melakukan, kamu mau apa? Hmm? Kamu harus bayar atas kematian istri dan juga anak-anak saya." ucap Baswara sembari menarik krah baju Biru.

"Kenapa papa nggak sekalian bunuh Biru? Buat apa papa masukin Biru kesini?"

"Setidaknya kamu bisa berkenalan dulu kan dengan dokter-dokter disini? Saya tahu semua hal yang kamu lakukan." Baswara membuang nafas kasar.

"dr.Gia Nadra Magnolia, usianya 23 tahun, dokter muda, cantik, keluarganya juga terpandang, karena orangtua dan kakak-kakaknya adalah dokter. Itu kan? dokter yang selama ini kamu dekati? Kamu beberapa kali bertemu di luar jam kerjanya, bahkan di luar rumah sakit ini. Bukan begitu Biru? Kamu minta tolong sama dia untuk mengeluarkanmu dari sini? Betul? Kamu juga ajak dia ke galeri. Sayangnya, saya tidak akan membiarkan dokter itu hidup dengan tenang kalau kamu masih saja coba dekat dengannya. Kamu pilih tetap dekat dengan dia tapi nyawanya yang jadi taruhannya. Atau kamu menjauhinya, menikmati proses kematianmu secara perlahan di kamar ini? Hmm.. permainan yang seru bukan?"

"Jangan pernah sentuh dokter Gia! Dia nggak tahu apa-apa pa.."

"Tapi dia penghalang bagi saya. Dia hanya menghalangi rencana saya. Bukankan kamu merekam ini karena dia yang menyuruh? Oh ya.. bi Inah dan pak Jamal sudah saya pecat. Biru.. Biru.. kamu mau coba mengalahkan kelicikan saya? Itu tidak akan mungkin Biru.." ucapnya sembari tertawa.

"ANJING!! ANDA BAHKAN TIDAK PANTAS DIPANGGIL PAPA! JANGAN PERNAH SAKITI DOKTER GIA, BUNUH SAJA BIRU. BUNUH!" teriak Biru tepat di depan wajah Baswara.

Plakk..
Bughh..
Bughh..
Bughh..

Sebuah tamparan mendarat bebas di wajah Biru, juga beberapa kali pukulan pada perutnya.

"Ingat apa yang saya katakan. Sedikit saja kamu berani mengabaikan peringatan dari saya, kamu akan tahu akibatnya. Dokter itu juga ada dalam genggaman saya!" ucap Baswara mengingatkan.

𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑩𝒊𝒓𝒖 [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang