= 13 =

241 49 36
                                    

Cause even if I look everywhere

Your colors caught my eye

An Art Gallery Could Never Be As Unique As You – mrld

***

Gue masuk ke ruang musik dan sedikit membanting pintu saat menutupnya kembali, membuat bang Abhi dan bang Yuki yang duduk tidak jauh dari pintu terlonjak kaget.

"Buset, lo kenapa lagi sih?" tanya bang Abhi saat gue duduk di sampingnya sambil mendengus sebal.

"Kesel banget gue. Kenapa sih setiap ada pembahasan apa-apa selalu aja bawa-bawa fisik dan materi. Kayak salah banget gitu kalo gue masih mengeluh?" gue langsung merepet kesal.

"Kenapa sih kenapa? Sini cerita sama abang." bang Yuki mendekat sambil bercanda. Anggota band Morphine lainnya juga menaruh perhatian ke gue.

"Tadi di kantin kan pada bahas soal UKT yang naik, rata-rata pada ngeluh gitu termasuk gue. Ya iyalah gue juga ngeluh karena bayangan orangtua gue yang kerja keras tuh melintas di pikiran gue. Eh ada yang nyeletuk, 'lo nggak pantas ngeluh deh, dengan semua yang lo punya saat ini, even wajah cakep lo bisa menolong lo banget'. Lagian yang berduit itu emak bapak gue, bukan gue. Dan ngapain harus bawa-bawa fisik? Seolah-olah keberhasilan gue selama ini karena menang tampang doang. Emangnya gue udah secakep Gigi Hadid apa?"

Gue bisa membayangkan ekspresi gue sekarang ini sudah sejelek apa. Kening bertaut, dahi mengkerut dan bibir mengerucut. Tapi sumpah gue dari dulu memang tidak suka kalau setiap lagi membahas sesuatu selalu saja membawa-bawa fisik.

"Jauh amat yah dari UKT ke tampang." Celetuk bang Abhi.

"Kaaaaan? Yang dibahas apa, beloknya kemana. Kesel gue."

"Udah nggak usah marah-marah, ya kenyataannya lo cakep mau diapain juga?"

Gue menoleh ke suara yang nggak asing lagi di telinga gue dan mendapati Vale yang tengah duduk sambil memegang gitar di samping drum. Karena ketutupan gue nggak menyadari kalau ada Vale juga di sini.

"Lah duta kampus ngapain di sini? Ketemu kak Riana?"

Vale terkekeh dan berjalan mendekat kemudian duduk di kursi plastik kosong di depan gue.

"Nah biar nggak lama-lama yah. Vale nanti nyanyi, duet bareng lo." Ucap bang Cakra yang membuat gue melongo bingung.

"Permintaan panitia, katanya waktu kalian berdua duet di opening bazaar lalu itu pecah. Di instagram dan akun X panitia banyak yang minta lo berdua juga duet di festival nanti." Tambah bang Milan.

"Biar berguna juga lah lo berdua punya tampang cakep, membantu penjualan tiket." Bang Abhi juga ikut menyambung.

"Anjir, bawa-bawa fisik lagi kan lo. Yakin deh kalo gue dekil mau suara gue secakep Olivia Rodrigo juga nggak bakalan dilirik sama kalian." Gue kembali bersungut.

"Yaaa namanya juga strategi pemasaran."

"Dih menilai dari fisik, gak like gue." Cibir gue.

"Lah, lo juga kalo Ghaly gak secakep itu mau selera kalian sama dari ujung kepala sampe kaki juga lo nggak bakalan terpesona." Bang Abhi menyahut tidak mau kalah.

"Eh bang kalo mau keturunan gue cakep, gue harus cari laki yang cakep juga. Tapi kalo kalian tuh wajib dan kudu cari pasangan yang pintar karena yang nurun ke anak itu otak ibunya. Mau secakep bidadari juga kalo bego mau lo apain tuh?"

"Lo lagi promote diri lo sendiri nih ceritanya?" ledek bang Yuki.

"Makasih bang, berarti lo mengakui kalo gue pintar."

The Time I Was In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang