5

2 0 0
                                    

*
—Arkaan

masih dengan posisi yang sama dengan melihat pemandangan gemerlap jalanan ibukota, tangan ini masih saling menggenggam

senyum tak bisa kutahan sedari tadi karena rasa senang yang membuncah, kupu kupu terasa nyata berterbangan di perut. sekali lagi kulihat tangan kecil dalam genggaman ku, terasa sangat halus dan berbanding terbalik dengan tangan ku yang kasar.

"cat taman rumah kita ijo, katanya kamu suka warna ijo kan?" tanya ku berusaha membuka percakapan kembali

"iya suka! rumah kita ada tamannya? mau liat ih!" jawab Kiara begitu bersemangat

senyum manisnya mengembang dengan sempurna, tubuhnya juga menjadi tak bisa diam setelah mendengar ada taman di rumah kami yang sudah ku rancang sendiri sedemikian rupa  sesuai informasi kesukaan Kiara yang aku dapatkan dari banyak sumber

"tapi kan ini udah malem, ga keliatan jelas nanti. tamannya di belakang rumah" ungkap ku

"oouh, jadi bisa diliatnya besok pagi?" tanya nya dengan nada sedikit kecewa

aku terpaksa menahan gemas melihat sekilas pipinya yang menggembung, "iyaa besok aja ya liatnya"

tak terasa kami sudah sampai, ketika aku membuka mobil, Kiara langsung memasuki rumah dengan semangat dan melepas genggaman tangan kami. aku hanya bisa menatap tangan ini miris

karena terlalu bersemangat melihat rumah kami, Kiara juga tak lupa meninggalkan semua barang barangnya dalam mobil, dan pastinya sekarang aku yang akan membawanya. yaa tidak masalah karena ini memang kewajiban sebagai suami

aku mengangkut koper tak lupa beserta boneka beruang grizzly yang Kiara bawa. aku bisa melihat langkah kecil yang bergerak dengan girang menelisik seisi rumah

"dapurnya luas banget!"

"ini ceritanya kamar tamu? kok kecil?"

"ruang cuci nya pake tema go green kah?"

suara Kiara tak henti hentinya menggelegar memenuhi rumah, lagi lagi aku hanya bisa mengikutinya dan menjawab satu persatu pertanyaannya

"kamar kita mana?" tanya Kiara dengan mata yang masih meneliti ruang cuci

"kamar kita? kamar... KITA!" batin ku gugup mendengar kalimat itu

"di situ..." cicitku dengan menunjuk kamar utama

"kamar kita warnanya apaa yaa?" sahut Kiara bersenandung senang berjalan menuju kamar utama

"ck" aku hanya bisa menutup mata malu

"kok bisa selucu ini?!"

***

kami sudah bersih bersih, dan saat ini tengah duduk di atas ranjang BERDUA

tak dapat diekspresikan bagaimana aku malu, gugup, takut, berdebar, senang menjadi satu ketika duduk di ranjang ini bersama nya

"malem ini ngobrol ngobrol aja kan?" tanya nya malu malu

"lucunya..." batin ku tak henti hentinya memuja wanita di sebelah ku

"iya ngobrol aja"

"ini kan rumahnya masih kosong ya, besok beli beli yuk!" ajak Kiara yang tentu saja ku iyakan dengan antusias

"Mas Arkaan" panggil Kiara lembut

aku selalu meleleh dibuatnya, walaupun wanita ini tidak sadar apa yang sedang ia lakukan kepada ku

"kenapa Kiara?"

"kenapa nikahin aku?" tanya nya to the point tanpa aba aba membuatku sejenak terdiam

"kita... temen SMA, kamu inget kan?" lanjutnya menatap mata ku memastikan

"iya, kamu Laya kepala divisi humas kan?" jawab ku. Kiara saat SMA memang dipanggil dengan nama depannya, Alaya

"bener. kamu Al yang rambut brokoli itu kan?"

"jadi kenapa ngelamar aku waktu itu? gaada ta'aruf atau pdkt, kita cuma kenal di SMA, tapi kan kita juga ga deket satu sama lain, jadi kenapa aku?" desak Kiara ingin jawaban penjelasan darinya

"kenapa harus Alaya Kiara?"

to be continue

mas arkaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang