Gerimis sejak subuh membuat Laksmi mengurungkan niat awalnya untuk berjualan jamu.
Lagian siapa juga hujan - hujan begini yang akan membeli jamu dari nya.
Selesai masak nasi goreng tiwul, Laksmi memilih duduk dibalai-balai belakang rumahnya. Mengamati derasnya hujan sembari termenung.
Terkadang, Laksmi menjadi pembicaraan beberapa orang dikampung karena tidak kunjung memiliki pasangan hidup.
Sudah umum jika ada gadis didesa menginjak usia diatas dua puluh tahun, menikah atau bahkan sudah punya anak.
Kerasnya hidup di perkampungan seperti ini , terkadang membuat beberapa orang tua di kampungnya memilih menikahkan anak perempuan mereka ketimbang membiarkan mereka pergi merantau ke kota.
Terkadang Laksmi miris melihat kehidupan beberapa wanita seusianya atau beberapa tahun diatasnya sudah direpotkan oleh urusan anak dan rumah tangganya.
Mereka sibuk membantu suami mereka memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan masa depan mereka sendiri. Karena hampir sebagian gadis seperti mereka berfikir kalau menikah akan membuat kehidupan mereka lebih baik ketimbang menjadi perawan tua.
Karena itu Laksmi bersyukur, diusianya yang menginjak dua puluh tiga tahun, sang ibuk tidak menekannya tentang mencari pasangan hidup. Bagi ibuk, yang terpenting adalah keinginan Laksmi sendiri.
Laksmi memang hanya tamatan sekolah menengah atas, karena tidak mampu untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun begitu Laksmi tetap bersyukur dengan semua yang takdirkan tuhan untuk dirinya.
Krosak ... Braak ...
" Alloh huakbar " jerit Laksmi berjingkat kaget.
Tampak beberapa genting belakang rumahnya rusak akibat tertimpa batang pohon yang patah akibat derasnya hujan beserta angin kencang.
Gadis itu menengadah menatap atap rumahnya yang rusak. Beberapa genting pecah dan jatuh berserakan di tanah.
" Aku harus buru-buru benerin. Kalau Ndak, nanti banjir kemana-mana " gumam Laksmi.
Gadis itu melipir kesamping rumah, melihat tumpukan sisa genting saat Mengganti genting yang pecah beberapa waktu lalu.
Dengan cekatan tanpa memperdulikan tubuhnya sudah basah kuyup, gadis itu meraih beberapa buah genting baru.
" Duh , lupa kalo Ndak Ono tanggane, nyileh sopo Yo " Laksmi menepuk keningnya.
Gadis itu menoleh kiri kanan mencari sesuatu yang sekiranya bisa digunakan gadis itu untuk berpijakan. Hujan deras begini kemana coba harus mencari pinjaman tangga.
Netra nya menangkap meja yang sudah tidak terpakai namun masih kokoh didekat kandang ayam miliknya.
Sedikit berlari kesana dan menyeret meja yang rupanya sedikit berat untuk ukuran tenaga seorang gadis mungil seperti dirinya.
" Sedang apa kamu Laksmi " sebuah teguran mengagetkan Laksmi.
Langit mengusap dadanya karena kaget dengan asal usul suara yang ternyata dari sosok Langit.
Tampak pria itu berdiri dibelakang Laksmi dengan sebuah payung ditangannya.
" Saya tanya kamu sedang apa hujan-hujan begini ' tanya Langit sekali lagi, karena Laksmi tak kunjung menjawab sapaannya.
" Eh .. Mas Langit, sedang apa kesini ? " Tanya Laksmi balik.
" Kamu itu, ditanya malah balik tanya " tegur Langit. " Kamu sedang apa hujan-hujana begini ? " Ulang nya.