Bab 4

137 14 1
                                    

"MAMAA!!!"

Pekikan yang amat keras itu membuat tubuh Adam yang hendak masuk ke dalam kamar itu refleks memutar badan ke arah sang sumber suara.

Itu suara Rora, gadis itu berteriak dengan nyaring sembari menangis. Adam mengernyit, kemudian berlari ke arah gadis kecil itu, ia meringkuk di bawah tubuh seorang wanita yang tergantung di langit-langit kamar.

Adam menutup mulutnya terkejut, sementara Malvoy dan Bian nampak datang dengan tergesa-gesa, wajah mereka segera memucat begitu melihat pemandangan di depannya.

"MAMA!" Tangisan Rora kembali terdengar, Malvoy bergerak cepat mengangkat tubuh Mama Veroza, tangan kekarnya menarik tali yang mengikat leher sang Mama yang sudah memucat hingga putus. "MA, JANGAN BERCANDA!" tangis Rora.

"Apaan sih?!" Rose dan Jeco yang baru saja masuk ke dalam kamar ikut membeku, tubuh Rose bergetar hebat, kakinya merosot melihat pemandangan di depannya. Tubuhnya melemas.

"Mama udah gak bernafas.." terang Malvoy pelan, mata pemuda itu berkedip cepat, jantungnya berdetak kuat. Pemuda itu syok.

"KASIH NAPAS BUATAN LAH BEGO!" bentak Rora marah melihat tak ada usaha yang dilakukan kakak laki-lakinya itu. Tangannya bergerak.

"Rora, cukup!" tegas Bian membuat gadis itu menatap kakaknya tak percaya.

"Apanya yang cukup?!"

"Mama.." Bian tak melanjutkan ucapannya, tatapannya berubah nanar.

"Kak.." Jifon datang dengan wajahnya yang penuh guratan kecewa. Mata pemuda itu mulai ditutupi oleh embun. "Ini gak mungkin kan?"

"Jifon.."

"PANGGIL AMBULANCE!" seru Adam kemudian membopoh tubuh Mama Veroza untuk keluar.

Bian hanya diam saja, tatapannya terus mengarah pada punggung Adam yang mulai menjauh.

"Telepon ambulance," suruhnya kemudian pada Rose yang masih terduduk lemas di pojok ruangan dengan wajah memucat.

"Dan jangan kasih tahu Papa soal ini."

"Kenapa?" tanya Rora dengan suara parau. "LO GILA, HAH?! MAMA UDAH SEKARAT DAN LO BILANG JANGAN KASIH TAHU PAPA? PAPA ITU SUAMI MAMA!" teriaknya kuat-kuat di depan wajah Bian.

"Rora.." Jeco menarik gadis itu untuk mundur. Ia tahu Rora sulit dikontrol jika sudah mulai marah. Gadis itu mengerikan.

"DIEM LO!" bentak Rora, tatapannya kembali mengarah pada Bian, gadis itu menatapnya penuh amarah. "GINI KELAKUAN LO SEBAGAI KAKAK TERTUA DI RUMAH INI?!"

"RORA!"

"BAJINGAN YANG SELALU MUKULIN ADIK TIRINYA KAYAK ELO GAK PANTES DISEBUT SEBAGAI KAKAK!"

PLAK!

Semuanya terbelalak begitu tamparan yang begitu keras itu mendarat di pipi Rora hingga ia tersungkur, gadis itu menatap sang kakak dengan tak percaya

Pelakunya adalah Geo yang baru saja datang. Pemuda itu datang dengan kemejanya yang basah, wajahnya nampak kacau, matanya menatap Rora dengan tatapan kosong.

"Geo, apa-apaan lo?!" pekik Rose terkejut, menarik tubuh Geo mundur. "Gila ya lo?! Lo udah lupa siapa Rora di sini?!"

"Siapa? Bukannya Rora adek gue?" balas Geo santai. Rose terkekeh. "Lo bakalan habis sama Papa kalau dia tahu lo ngelakuin ini."

"Apa gue kelihatan peduli setelah semua kekacauan ini?"

"Mama gak bunuh diri.. gak mungkin.." Jifon menatap Bian dengan tatapan berkaca-kacanya. "Kita harus cari pembunuhnya," kata pemuda itu menggebu-nggebu hendak pergi, namun tangan Malvoy menahannya.

Family Playlist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang