Bab 7

94 15 1
                                    

"Main gitar lo bagus banget."

"Terima kasih." Malvoy tersenyum lembut, matanya menyipit menandaka bahwa pemuda itu benar-benar sedang bahagia. Gitar ditangannya ia genggam kuat-kuat.

"Boleh minta nomornya gak?" Gadis yang memujinya tadi tersenyum malu-malu. Malvoy tersenyum canggung. "Maaf.." cicitnya.

"Ah, gak papa kok. Makasih ya, aku duluan," pamit gadis itu kemudian pergi begitu saja dari caffe.

"Yang katanya pergi ke rumah sakit jaga Mama, ngapain sampai sini?" sindir Rose yang entah bagaimana tiba-tiba bisa muncul di hadapan Malvoy.

"Kok lo bisa ada di sini?"

"Kepo." Rose melirik pemuda itu sinis. "Lo ngapain di sini?"

"Kerja part time," balas Malvoy singkat, ia kemudian bergerak memasukkan gitarnya ke dalam tas. "Lo salah paham," katanya kemudian. Rose yang sedang melihat-lihat sekitar mengernyit.

"Apa?"

"Gue kerja part time di club waktu itu, cuman jadi waiters sehari," terang Malvoy menatap adiknya itu.

"Gak peduli."

"Kayaknya dulu lo gak benci gue deh," ucap Malvoy. "Kenapa sekarang lo benci banget?"

Rose diam sesaat, matanya menatap lamat sang kakak sebelum akhirnya membuang muka.

"Kenapa?"

"Karena lo terlalu berisik," jawab Rose akhirnya. "Gue emang gak pernah sayang sama orang, gue gak sayang maupun benci. Jadi lo jangan salah paham, sikap gue ke elo bukan apa-apa. Gue kayak gitu ke semua orang."

Malvoy mengangguk sesaat, senyum samar tercetak di wajahnya. Pemuda itu kemudian terkekeh. "Aneh."

"Apa?"

"Aneh, katanya gak sayang tapi malam-malam selalu nangis kalau lihat Kak Bian dan Joelyn pulang malem."

"I-itu karena gue khawatir!" dalih Rose panik.

"Ya makanya itu." Malvoy kemudian menghela napasnya. "Rose," panggilnya.

"Apa?"

"Boleh gak kasih gue dua hari?"

"Apa maksudnya?"

"Dua hari, kalau lo masih gak menerima gue sebagai keluarga lo. Gue akan keluar dengan sendirinya."

╭────── · · ୨୧ · · ──────╮
𓊆 🔍 𝐅𝐀𝐌𝐈𝐋𝐘 𝐏𝐋𝐀𝐘𝐋𝐈𝐒𝐓  🔍 𓊇
╰────── · · ୨୧ · · ──────╯

Jeco melirik jam di tangannya yang terus berputar detiknya, kemudian beralih pada lembaran soal di bukunya.

Tak!

Jeco hampir saja mengumpat begitu bolpoin yang digenggamannya tadi jatuh begitu saja menggelinding di lantai.

"Jeco, apa kamu sudah selesai dengan ulangannya?" tanya Pak Yudi selaku guru matematika yang menjaga kelas Jeco.

"Belum, Pak. Maaf, bolpoin saya gak sengaja jatuh."

"Oke."

Jeco membungkuk, berusaha meraih bolpoin yang menggelinding 10 cm dari mejanya, tapi sulit sekali rasanya untuk menggapai benda kecil itu.

"Ini.." Dante yang baru saja datang dari toilet membantu. Pemuda itu menyodorkan bolpoin tersebut, namun pergerakannya terhenti begitu menatap sesuatu bertinta merah tertempel pada kertas yang dapat ditarik dengan gulungan dalam bolpoin.

Family Playlist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang