26. Bantuan Datang

16.2K 1K 23
                                    

"Tidak, Charlie. Kau tidak bisa menyerang kerajaan itu tanpa alasan yang jelas."

Pria bersurai abu-abu itu menatap tajam orang yang telah menyangkal ucapannya. "Alasannya sudah jelas. Raja itu telah menculik putriku!"

"Tenangkan pikiranmu. Meski kita menyerang langsung kerajaan itu, Minerva tidak akan tinggal diam," ujar pria bersurai hitam -- Darius.

Charlie menghela napas gusar. Perasaannya campur aduk sekarang. "Tapi, putriku pasti ketakutan," ujar Charlie.

"Tenanglah, aku tahu putrimu itu pemberani," ucap Darius menenangkan.

Charlie merenung, ia tidak yakin dengan itu. Meski Charlotte ia besarkan sampai berumur sembilan tahun sembari melihat tingkah gadis itu yang bar-bar, tetap saja Charlotte adalah gadis yang harus ia lindungi.

Jika saja bukan karena keinginannya untuk menjadi penyihir, maka akan ia pastikan kalau dirinya akan melihat gadis itu tumbuh di bawah asuhannya sendiri.

"Aku egois, Margareth. Aku lebih mementingkan keinginanku daripada menjaga putri kita." Charlie memukul pelan pahanya, pria itu menunduk dalam.

Nyatanya, sebelas tahun dahulu ia bertekad menjadi penyihir karena ingin menjadi ayah penyelamat bagi Carmila dan Charlotte.

Tapi sayang, setahun ini ia selalu mendapatkan kabar buruk. Dari kehilangan Carmila yang merupakan anak asuh, juga kabar tentang Charlotte yang merupakan darah dagingnya telah diculik oleh Raja Lucifer.

Pria itu membuka laci di dekatnya. Mengambil segulung surat dan membuka kertas itu. Matanya kembali berkaca setelah membaca isi surat itu kembali.

Itu surat yang berisi tentang ungkapan terima kasih Carmila padanya karena telah merawatnya bertahun-tahun. Dan juga ucapan selamat tinggal.

Aku akan mengorbankan diriku untuknya. Aku anggap ini bayaran karena Ayah telah memberiku kasih sayang. Aku menyayangimu, Ayah.

Itulah surat dari paragraf terakhir yang Carmila tulis untuknya setahun yang lalu. Rasanya, ia ingin merobek kertas itu.

"Aku tidak pernah meminta bayaran, Carmila. Kau putriku."

Iris fox itu memancarkan kesedihan. Air mata yang menumpuk ia biarkan terjatuh dengan sendirinya.

"Sudah menangisnya?"  tanya Darius.

Charlie mengusap kasar air matanya dan menatap iris hitam milik Darius.  "Aku tidak menangis!" geramnya.

Darius hanya memutar bola matanya dan mengambil beberapa cairan yang ada di ruang eksperimen ramuan itu. Ia mencampur berbagai cairan-cairan dan menuangkannya pada botol kecil.

Darius kembali ke Charlie yang sedari tadi hanya menatapnya. Darius meletakkan botol kecil itu di hadapan Charlie.

"Kirimkan ramuan itu pada putrimu," ujar Darius.

Charlie mengambil ramuan itu. Mata pria itu menelisik tajam cairan hijau yang di dalamnya. "Aku tidak yakin ini berhasil," ujarnya.

"Coba saja dulu. Dan aku akan menyuruh Cedric untuk menjemput putrimu," ujar Darius kembali.

Charlie membulatkan matanya. "Terlalu berbahaya. Jika Raja itu tahu, maka Cedric akan dibunuh!"

EMPEROR'S DOLL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang