Eps; 01

241 67 0
                                    

  Panas membentang membakar bumi nusantara, daun kering ilalang rasanya terbakar bergelayut tanpa tenaga bersama tangkai rapuh yang tak bisa bertahan dari amukan angin kemarau. Laki-laki dengan senyuman manis yang selalu memberikan energi positif itu, sedang melangkah santai dengan kardus bekas yang melindunginya dari sengat matahari yang kian kejam, aspal pun rasanya meleleh jika saja tak pernah disiram air. Sedangkan teman karib yang melangkah di belakangnya tampak tak bersemangat lantaran panas matahari membuatnya kehausan, apalagi uang saku yang diberikan Ibunya sudah habis di sekolah, namanya juga remaja 13 tahun yang baru duduk di bangku sekolah menengah, masih kekanak-kanakan.

"Dobby, kalau kamu jalannya lambat begitu ya pasti nggak cepat sampai rumah, " Ceilo Wiratama namanya, pemilik senyuman manis itu berbalik badan menatap wajah lesu teman karibnya; Al-Ghifari Dobby.

"Rumah kita masih jauh loh. " Ucap Ceilo lagi, anak itu terdengar memaksa Dobby agar melangkah lebih cepat mengimbangi dirinya. Sedangkan Dobby hanya diam sambil mempercepat langkah mendatangi Ceilo yang masih memegang kardusnya.

  Dobby tampak membuang napas kasar saat dia membungkuk di bawah naungan kardus yang dipegang Ceilo. Sepertinya Dobby benar-benar merasa kehausan, si pemilik senyuman manis menatap langit yang menyilaukan, sambil berharap matahari bergerak dan tertutup awan barang sebentar.

"Pegang ini sebentar. " Ujar Ceilo memberikan kardusnya pada Dobby, dan si lesu itu menyambut tanpa semangat. Kebetulan sekali, ini adalah jalan sepi yang dipinggirnya masih ditumbuhi ilalang dan pohon kecil yang tak bisa menjadi tempat berteduh, apalagi keberadaan bangunan. Nihil.

  Ceilo menaruh tas punggungnya ke depan, anak itu segera membuka tas dan mengambil sisa air botolan yang dibawanya dari rumah. Ia menatap isinya yang ternyata mungkin hanya seteguk, "minum aja, daripada kamu pingsan di jalan. " Ceilo menelan ludah menahan perasaan haus, namun ia merasa Dobby lebih membutuhkan air itu.

  Dobby melepaskan kardus yang menaungi keduanya, bola matanya seolah membesar saat melihat botol minum dari Ceilo. Dobby segera menyambutnya dan buru-buru  meneguk air, meskipun rasanya kurang setidaknya cukup untuk membasahi kerongkongan Dobby. Sedang Ceilo jadi merasa haus setelah air itu dihabiskan Dobby.

Ceilo terseyum dan berkata, " Udah lega? " Ia membungkuk mengambil kardus yang tergeletak di aspal.

  Dobby mengangguk pelan sambil tersenyum kecil, keduanya pun kembali melanjutkan langkah agar secepatnya sampai pulang ke rumah. Harus diketahui, Ceilo dan Dobby adalah tetangga baik yang berjarak tiga buah rumah, mereka tinggal dengan keluarga yang tak lengkap. Ceilo kehilangan Ibu-nya dan Dobby kehilangan Ayah-nya.  Ceilo harus tinggal sendirian di rumah karena Ibunya pergi bekerja dari pagi hingga sore hari, Ceilo juga jarang bertegur sapa dengan Ibunya karena terkadang ia sibuk mengerjakan PR lalu tertidur, saat ia bangun Ibu sudah tak ada di rumah.

  Tak jauh berbeda dari Ceilo, Dobby memiliki Ayah yang cuek, pakaian, makan dan kasih sayang ia dapat dari Neneknya yang sudah bungkuk dan tak kuat berdiri terlalu lama. Dobby tidak seberuntung Ceilo, sebab ia merasa Ibunya lebih perhatian daripada Ayahnya. Dan, Dobby juga merasa kasihan dengan Ceilo yang mendapat uang jajan dari Ibunya sangat sedikit. Bisa dikatakan, Ceilo dan Dobby adalah simbiosis mutualisme. Saling membantu, apa-apa dilakukan berdua, bermain, mengerjakan PR, sampai mandi ke sungai atau sekedar berendam kaki juga dilakukan berdua. Terkadang, Ceilo atau Dobby yang datang ke rumah untuk menemani tidur saat merasa sendirian sambil menonton serial kartun favorit. Persahabatan mereka memang sedekat itu.

  Angin kembali bertiup, Ceilo mengajak Dobby singgah sebentar untuk duduk di pinggir saluran irigasi yang berair jernih nan mengalir dari sungai yang entah di mana letaknya. Dobby mengangguk setuju saja sambil melangkah mengikuti arah Ceilo, sesampainya di sana, Dobby lebih dulu jongkok dan membasahi wajahnya dengan air yang menyegarkan itu. Sedangkan Ceilo memilih memunggungi Dobby, anak itu mencelupkan sepatunya ke dalam air, berdiri melawan arus air dan menangkupnya dengan kedua tangan kecil. Dia meminum air itu sambil membasuh wajahnya yang chubby agar tidak ketahuan Dobby karena ia meminum air mentah dari saluran irigasi.

Kisah Lautan LotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang