Eps; 03

140 28 2
                                    

  Ceilo dan Dobby masih duduk dengan tali yang mengikat kaki-tangannya. Keduanya tidak berbicara satu sama lain, pikiran mereka sedang tertuju pada hal yang sama dan pertanyaan yang sama pula. Mata mereka saling pandang, sampai akhirnya Ceilo mencubit kakinya sendiri, diikuti oleh Dobby. Mereka sama-sama merasakan hal yang sama, sakit, itu artinya mereka tidak sedang bermimpi.

  Dobby menggeleng, seolah mengerti ada sebuah pertanyaan dari tatapan Ceilo. Ceilo berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum ia ada di tempat ini, Mata Ceilo terbelalak seolah mendapat sesuatu. Ia menyikut Dobby dan berbisik getir, "kita diculik. "

  Dobby yang mendengar itu jadi panik, bahkan teman karib itu ingin menangis. Dobby juga ingat saat mobil hitam yang menawarkan tumpangan siang tadi saat pulang dari sekolah. Siang tadi, Dobby berjalan cukup pelan di belakang Ceilo dan tiba-tiba saja mobil itu berhenti tanpa prediksinya, alat pennyetrum diletakkan di lehernya membuatnya hilang kesadaran dalam sekejap. Sedangkan Ceilo, ia mulai tahu rasa sakit di lehernya ini, Ceilo merasa dipukul pakai balok besar dipunggung lalu di lehernya. Saat membuka mata, mereka sudah berada di dalam ruang bawah tanah bersama anak malang lainnya.

"Kenapa kalian sampai ada di sini? " Suara Fleur terdengar cempreng, ia berdiri sambil menggendong bayinya. Gadis berusia sekitar lima belas tahun itu sudah memiliki seorang anak, dan Ceilo juga sedang menebak siapa suaminya, entahlah kenapa ia merasa Diaz dan Cetta—bayinya terlihat mirip dengan mereka.

Dobby dan Ceilo bersitatap, tak satupun dari mereka menjawab pertanyaan dari Fleur. Diaz, Cetta, dan juga Erion seolah membutuhkan jawaban mereka dalam satu tarikan napas, tatapan mereka seperti orang yang hendak memakan Ceilo dan Dobby. Membuat keduanya tak berani bersuara sedikitpun, rasanya tatapan itu adalah ancaman dan Ceilo juga sebetulnya takut; apalagi setelah melihat Fleur dan anak-anak  lainnya yang sudah babak belur.

''Yang pasti, mereka tak jauh berbeda dari kita yang diculik karena kelalaian orang tua.'' Diaz bersuara, anak itu menatap lesu ke arah lantai kotor .

"Mereka tampak terawat, mungkin anak orang kaya." Cetta menyahut, dan dibalas anggukan setuju dari Erion. Sedangkan, Fleur diam saja sambil sesekali mennggoyangkan bayinya dalam gendongan.

"Siapa nama anakmu?" Dobby bertanya dengan pelan dan ragu, anak itu tak sungkan bersuara meskipun ini pertemuan pertama dan mungkin juga akhir bagi hidup Ceilo; sebab ia tak tahu mungkin saja mereka sama jahatnya seperti orang-orang yang baru dilihatnya tadi.

Fleur menatap sebentar ke arah Dobby, dan ia juga melihat Ceilo tampak menegur Dobby. Gadis itu menunduk diam dan beberapa detik kemudian, ia kembali mengarahkan pandangan pada Ceilo dan Dobby.

"Sebaiknya kalian harus mempersiapkan diri. " Ujar Fleur, gadis itu kembali duduk sambil mencoba menenangkan bayinya yang merengek kecil, Fleur takut sekali bayinya harus lapar dan menangis di jam tidur seperti ini, apalagi ini cukup larut.

°°° 

  Bulan tampak tak terang, sunyi malam berkabut Ciro menggendong bangkai bocah yang sudah mengeras di malam yang kian dingin, anak itu sudah cukup jauh berjalan meninggalkan rumah tempat mereka disekap. Kaki Ciro tak sengaja tersandung ranting kering dan tubuh kurus nan letih itu terjerambab di antara semak ilalang, dan mayat bocah dalam gendongan ikut terjatuh. Siulan burung malam ringkikan serangga malam terdengar menakutkan, mata Ciro berkeliaran menatap keadaan malam yang seolah memakan dirinya sendiri, ia meninggalkan mayat beku bocah itu di antara semak ilalang. Ciro ketakutan dan ia segera berlari kembali mengikuti jalan setapak yang membawa dirinya sampai di tempat itu.

  Masih di ruang bawah tanah, Ceilo dan Dobby masih terikat di sana. Mata mereka menatap Fleur yang duduk melipat kakinya, juga beberapa anak yang duduk melingkari tempat Ceilo dan Dobby duduk. Katanya mereka memiliki sesuatu untuk diberitahukan pada Ceilo dan juga si Dobby.

"Namaku Fleur, dan ini anak laki-laki ku yang malang. Namanya, Mathiaz ah nggak, aku belum menyiapkan nama yang sesuai untuknya. Cukup memalukan di umur empat belas tahun harus menjadi ibu muda, tapi," Air mata Fleur tiba-tiba jatuh bak air hujan yang memang sudah ditandai mendung muram nan gelap. Dan semua mata menatap ke arahnya.

"Maaf Fleur," Cetta, laki-laki yang sepertinya lebih tua di antara anak di dalam rubanah tak terurus ini ikut bersuara-dan perhatian berpindah pada Cetta.

"Fleur berada di sini sudah tiga tahun lamanya, aku sendiri yang melihatnya menjadi budak birahi manusia berhati iblis itu melecehkan Fleur di sini. Bisa dikatakan, aku adalah orang pertama yang berada di sini. jadi, kalian berada di sini karena-"

"Jangan mengatakan hal seperti itu Kak Cetta, nggak ada yang perlu disalahkan kenapa kita bisa berada di tempat ini" Perkataan Cetta diinterupsi langsung oleh laki-laki  berwajah tirus dan hidung mancung, berkulit putih seperti vampir, namanya Erion.

"Aku Erion Altair, nama belakangku adalah salah satu rasi bintang yang paling disukai ayah. Tak bisa kuhitung sudah berapa lama aku berada di sini, kamu, siapa namamu?" Erion memperkenalkan dirinya pada Ceilo dan Dobby yang masih terikat. Sebelum menjawab pertanyaan Erion, Ceilo dan Dobby saling pandang seolah sedang berkomunikasi. Namun, tatapan itu berakhir saat senyuman manis Ceilo terkembang.

"Namaku, Ceilo Wiratama dan dia sahabatku, Al-Ghifari Dobby. Aku dan dia kemana-mana selalu berdua dan saat pulang sekolah tadi aku juga nggak tau pasti kenapa sudah ada di sini-"

"Dan aku senang bisa bertemu kalian," Dobby menyahut dan memotong pembicaraan Ceilo, " Ceilo selalu mengatakan itu setiap kali bertemu orang baru." Dobby tersenyum lagi setelah berkata demikian sedangkan Ceilo tampak merengut saat Dobby memotong pembicaraannya.

"Ya, aku percaya itu, kalian sangat dekat, berhati-hatilah saat mereka datang menjenguk kita, jika mereka memerintah lakukanlah tanpa merasa terbebani." Balas Cetta yang memelankan suaranya, hatinya seakan teriris melihat betapa polosnya Ceilo dan Dobby anak tiga belas tahun yang belum memiliki pemikiran matang, jauh berbeda dengan mereka yang sudah dipaksa dewasa oleh keadaan.

"Kak Cetta, kenapa mereka membawa kami ke sini?" pertannyaan Dobby membuat Fleur, Cetta dan Diaz serta Erion menunduk, ada sesuatu yang berusaha mereka tutupi dari dua anak baru yang datang. Ceilo menatap semua orang di sana termasuk bayi Fleur, entah kenapa juga ia merasa kasihan melihat bayi polos itu kurus kekurangan gizi. 

 Suara berisik anak tangga kayu menuju rubanah membuat semua orang  di sana bubar dalam sekejap, mereka tiba-tiba sibuk dengan lamunan dan pikiran masing-masing begitupun Ceilo yang sekarang mulai memahami keadaanya. Suara gaduh semakin terdengar dan semua wajah memucat. Dan suara langkah berhenti saat wajah Ciro terpampang di undakan tangga terakhir, membuat Cetta dan Fleur tampak lega.

"Ayo kabur!'' ujar Ciro sambil terengah di anak tangga, suara Ciro mengundang animo seluruh orang yang ada di sana, mendengar hal itu Cetta segera berdiri namun niatnya untuk melangkah tertunda sebab wanita berusia 40 tahun ke atas berdiri memecut cambuk tepat di punggung Ciro.



                                      °                                      🪷🪷🪷

KISAH LAUTAN LOTUS

Kisah Lautan LotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang