Eps; 09

101 13 0
                                    

 Kebisingan kian terdengar, namun kesadaraan Ceilo kembali pulih saat semburat merah nan hangat membasahi rambutnya. Tepukan  dipipinya terasa panas ulah telapak tangan Dobby yang ketakutan, Ceilo kembali membuka matanya dan detik itulah kesadarannya pulih maksimal, seolah mengalami kejut saraf layaknya disetrum listrik tinggi.  Ceilo merangkak bersembunyi ke bawah bangku kayu yang sudah reot dan banyak sarang laba-laba, Dobby membekap mulutnya, dengan napas getir yang kuat menerpa leher Ceilo. Tangis bayi memekakkan telinga bersama keributan Cetta yang berusaha melakukan perlawanan dengan Kein, juga Fleur yang melangkah hendak mendatangi bayinya. 

  Diaz hanya diam, ya, diam tak bergerak menonton apa yang sedang terjadi di depannya, bahkan anak laki-laki itu tampak menyembunyikan pisau yang rupanya ia rampas dari Nina saat ambruk di rubanah sana, matanya nyalang pada Fleur entah apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki tenang itu. Sedang di sana, tangan Erion sudah robek akibat berontak dan berusaha kabur,  darah yang tak terlalu banyak itu menetes di lantai, dengan santainya, kein kembali mengikat Cetta yang tersandar di pojok tanpa ada perlawanan. Fleur melangkah beberapa kali saat melihat Kein yang tampak lengah, namun peluru melesat, tepat mengenai rambut panjang yang menutupi daun telinganya. Rasanya hanya lima senti saja jarak peluru itu meluncur, untungnya tidak menembus kepalanya tapi beberapa helai rambutnya putus. Fleur pun mematung di sana, tubuh kurus itu tampak ketakutan setengah mati melihat wajah orang telah menghancurkannya, apalagi melihat wajah bayi yang mirip dengan Kein, sudah berkali-kali Fleur menampung air matanya agar tak setetespun jatuh, namun kali ini beda cerita.

  Pistol diarahkan padanya, Kein melangkah mendatanginya sambil meletakkan jarinya di pelatuk. Fleur terduduk lemas saat Kein mendekat padanya, sekarang pipinya basah, tangisnya pecah meski dalam kesunyian. Dia terduduk di sana dan ujung pistol menempel di dahi kecilnya, matanya menatap ke bawah dan telinganya mendengar bayi itu menangis. Kein menarik satu sudut bibirnya lalu berucap yang mungkin hanya di dengar oleh Fleur.

"Tebak berapa mereka  menawarkan bayi kita Fleur?" Laki-laki tiga puluh tahun  itu menjilat bibirnya dan mendongakkan wajah Fleur dengan kasar.

"1,5 Milyar! Aku bisa memberimu makanan yang lebih layak, dan untuk mendapatkannya kau harus relakan bayi sialanmu itu dari tempat ini," Kein membuang wajahnya dari Fleur, laki-laki itu meludah dan masih menempelkan ujung pistolnya pada Fleur.

"Apa susahnya menjual ternak itu ha?! Kita bisa membuatnya lagi bukan?" Kein membentak gadis itu begitu keras, bahkan membuat Ceilo dan Dobby yang berada di bawah sana tersentak dan semakin ketakutan.

"Aaakhhh!" Fleur berteriak murka dan Pistol itu menjauh darinya tapi berpindah ke arah bayi yang tengah menangis, membuat Fleur bungkam seketika.

"Ternyata kau tidak bisa diajak kerja sama, sialan, persetann dengan bayimu ini!" Kein begitu kesal dengan Fleur hingga ia mundur beberapa langkah dan memasukkan peluru, bersiap menekan pelatuk yang kini mengancam bayi Fleur, anak Kein juga.

 Dor!

 Semburat merah kehitaman itu berhambur seperti sebotol saus tomat yang  pecah setelah jatuh  dari ketinggian, jantung Ceilo rasanya berhenti berdetak begitupun Fleur yang duduk dengan mata membelalak, dan mulut Diaz yang semakin bisu bahkan saat melihat peluru itu sudah menembus kepala orang yang di depannya, pisau itu jatuh dari genggaman tangannya. Tubuh itu kaku di tempat dengan genangan darah yang melimpah, tangisan bayi pun sudah sirna, suasana di ruang itu seperti berkabut lantaran air mata Fleur meluncur kian deras, gadis  itu bersimpuh di lantai, bahunya naik turun karena tangisnya yang semakin menjadi. Sedangkan Dobby tampak pucat, jarinya bergetar hebat, bahkan matanya tak dapat berkedip melihatnya, melihat darah itu.

🪷🪷🪷

  Ciro membungkuk di pinggir sungai besar, kedua tangannya menadah air mentah dari sana yang langsung masuk ke lambungnya. Bahkan ia menceburkan diri di sana, sambil sesekali menggosok seluruh badannya. Tak lama berlangsung, laki-laki itu segera naik ke muara dan melangkah dengan sebilah kayu yang dipegangnya sambil menyusuri sungai—berharap melihat jembatan atau pohon tumbang sebagai medianya menyeberang.

  Namun setelah sekian lama menyusuri sungai, Ciro tak menemukan apapun kecuali pita merah terakhir yang diambilnya dari sebatang pohon di dekat sungai itu. Ciro duduk di pinggir sungai, membiarkan bajunya kering di bawah matahari. Lagi, Ciro meminum air dari sungai itu sambil menatap kelopak merah mudah yang tampak indah mengapung dibawa arus air yang tidak terlalu cepat.  Riak air menunda kelopak itu berlayar, sebab Ciro mengambil benda alam itu. Memperhatikannya begitu lama, dan suara dentuman mengejutkan dirinya yang sedang memikirkan sambil menebak kelopak yang ia temukan di sungai.

  Kepalanya menoleh, tepat ke arah berlawanan, arah ia datang. Burung-burung berterbangan seperti ketakutan, ia segera melepaskan kelopak itu dan melangkah pelan. Sambil menatap burung yang mengepak cepat, seolah memberitahu Ciro sebuah kabar. Animonya tertuju pada pohon-pohon tinggi menjulang yang sudah di laluinya kemarin malam. dan suara dentuman berulang kembali terdengar disusul mesin yang berderu menjadi pemecah kedamaian hutan. Ciro berlari ke arah sana, saat ia melihat Bulldozer di ujung sana.

"Tolong! Di sini," Ciro mengangkat kedua tangannya sambil berlari dan berteriak penuh harap pada sang pengendara Bulldozer, kemungkinan mereka adalah bagian dari konstruksi  yang akan melakukan penggalian batu bara.

"Bantu aku! Teman-temanku diculik di sana!" Ciro kembali bersuara, anak itu berlari sekuat-kuatnya, saat dirinya mulai bisa mendatangi dan Bulldozer itu kian dekat dengannya.

"Ciro! Di sini rupanya kau!" Ucap Bram; lelaki berjenggot itu tampak senang melihat buruannya ternyata melarikan diri di tempat ini, Ciro yang mulai mengenali laki-laki yang merupakan bagian dari komplotan Kein itu mulai berbalik. 

  Kakinya yang kecil mengabaikan duri yang tumbuh liar di mana-mana, sedangkan auman Bulldozer itu seolah-olah hendak menabraknhya. Ciro berlari  sekuat mungkin kendati yang mengejarnya adalah sebuah alat berat yang bisa meratakan tanah dalam satu kali gerus, Ciro merasakan kakinya lemas dan luka di mana-mana sebab masuk ke dalam semak belukar yang menenggelamkan tubuhnya, ia panik karena tak ada satupun yang bisa membuatnya bisa bersembunnyi , alih-alih bersembunyi jika Bulldozer itu bisa meratakan apapun yang dilintasinya.

  Kaki Ciro tersandung dan anak itu terjerembab di semak tinggi, sambil menahan perih teriakan karena mata kirinya tertusuk ranting kering yang runcing. darah mengguyur bak air mata yang jatuh saat ia menangis dipukuli. Anak itu merasakan matanya begitu sakit, bahkan ia tahu hanya mata kananya yang sekarang dapat melihat. Napasnya menderu, anak itu berteriak keras saat ia menarik wajahnya dari ranting kayu tua yang sudah tumbang. Darah yang keluar semakin banyak, anak itu rasanya menangis sambil menutup mata kirinya dengan tangan kecil yang juga sudah beberapa kali terluka. Di suasana genting itu, Ciro melihat pita merah, ya teoat di sebuah lubang besar di bawah pohon tumbang itu. Ia merangak, dan mengambil pita itu sambil menengok lubang galian yang sepertinya sudah menahun, tanpa pikir panjang Ciro masuk ke dalam sana sambil membawa pita itu.

  Bulldozer terus bergerak maju, mata tajam nan nyalang Bram terus mencari kemana kiranya Ciro bersembunyi. Ia menabrak semua semak dan pohon kecil tak peduli jika ada Ciro di semak itu dan tergiling oleh Bulldozernya, pohon tua yang berdarah itu mrmbuat Bram menghentikan Bulldozernya, ia menatap darah segar di ranting runcing itu lamat-lamat. Lalu matanya menatap ke arah lain, mungkin itu darah binatang pikirnya. Dan, sekilas ia melihat lubang itu, maka dari situlah Bram kembali diam sambil menebak lubang apa kiranya itu dan mungkinkah Ciro masuk ke dalam sarang Babi hutan.


°

🪷🪷🪷

°

KISAH LAUTAN LOTUS

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Lautan LotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang