-*.✧34 - Isaac ✧.*-

6.4K 599 10
                                    

34 - Isaac

Pembahasan utama pada perkumpulan empat marga besar sebentar lagi akan berlangsung, para tetua dari masing-masing keluarga berkumpul di ruang rapat yang telah selesai di siapkan. Ruangan itu tertutup, tanpa adanya jendela. Pintu yang di jaga ketat oleh para pekerja dengan persenjataan lengkap.

Seorang pria dengan tubuh terbalut jas navy blue menangkupkan kedua telapak tangannya di atas meja, menatap lurus ke arah depan. "Sudah lama tak berjumpa."

Tidak ada yang menyahut, tapi Handry berdecih, ia bersedekap tangan memutar bola matanya malas.

"Itu karena salahmu yang masih saja bekerja keras bagaikan kuda," cibirnya sembari menatap sengit sang teman lama, "Lagipula... Kenapa kau berwajah buruk seperti itu?"

"Tidak, hanya masalah kecil." Isaac Ephraim, menggeleng kecil sebagai penambah jawaban, ia menyantaikan posisi duduknya.

Theodore menyipit. "Masalah putrimu lagi?" Pertanyaan Theodore tadi sudah pasti tepat sasaran karena Isaac yang menghela nafas panjang.

"Sudahlah, tidak usah di urusi." Damien menopang dagunya dengan tangan kanan, menumpukkan kaki kanan ke atas kaki kirinya. Handry mengangguk setuju.

"Yah, kau benar."

A/N : You know? Aku nggak bakal nulis isi pembahasannya, berat sih....

.*✧—Sylvester—✧*.


Di sisi lain—tepatnya para wanita—mereka masih asik bergosip, seraya menikmati sajian yang telah di sajikan.

Margareta tertawa, atas guyonan sang teman dekat, ia menepuk pelan pundak kiri sang teman yang terkikik geli karena guyonannya sendiri.

"Sudahlah, tidak usah kau urusi pria seperti itu," saran Margareta seraya tersenyum tipis. Sang teman mengiyakan, ia berdiri dan beranjak setelah melambaikan tangan kode untuk pergi karena sang putra memanggil.

Margareta duduk angkuh di single sofa. Ia asik meminum teh kesukaannya, seraya mengobrol dengan Violetta.

"Kau cantik sekali Letta." Violetta tersenyum bangga mendengar pujian dari Margareta. Padahal dirinya awalnya berpenampilan berantakan, tapi dengan kesigapannya Violetta mampu menata ulang dirinya hingga menjadi cantik lagi seperti ini.

Violetta baru tiba, di karenakan adanya masalah saat perjalanan ke sini. Untungnya masalah itu telah berhasil dirinya tuntaskan dengan tangannya sendiri. Simon? Suaminya itu sudah tahu dan memeluk erat dirinya sambil berkata ;

"Kau sudah bekerja keras, maaf dan terimakasih."

Yang tentunya dirinya balas dengan bogem mentah di perut.

"Mama juga sangat cantik." Violetta menatap lembut, pada sosok yang dirinya anggap sebagai ibu.

"Sudah lama tidak berjumpa ma." Sesosok wanita menyapa Margareta dari arah samping aula, sosok itu memasang air muka sumringah. Margareta langsung berdiri setelah meletakkan cangkir tehnya, ia memeluk hangat sosok itu.

"Apa kabarmu Thea?" tanyanya setelah pelukan terurai. Dorothea tersenyum tipis, Margareta ini selalu menanyakan sesuatu yang sama.

"Aku baik ma," jawabnya. Lauriel yang berada di samping kirinya ikut mendekat, duduk bertiga sembari berbincang asik.

"Thea!" Violetta menerjang, memeluk erat sang sahabat. Dorothea terkikik, sahabatnya yang satu ini masih saja sama seperti dulu.

"Letta." Violetta juga memeluk Lauriel, saling memuji kecantikan satu sama lain.

Ke empat wanita itu berbincang-bincang sembari duduk di sofa panjang. Saling melemparkan senyum dan guyonan.

"Thea, apakah si Handry itu masih saja sama?" Margareta menumpukan dagu. "Masih seperti anak remaja?"

Dorothea tertawa."Ya begitulah lah Handry ma, selalu bertingkah layaknya anak remaja baru pubertas."

"Haih... Harusnya kau tidak menolak ketika aku membawakan pria yang gagah dan perkasa." Margareta menyenderkan punggung, memejamkan mata dan menggenggam tangan Dorothea yang sudah dirinya anggap sebagai putri sendiri.

Dorothea tersenyum penuh arti. "Justru sikap kekanakannya itulah yang membuat diriku jatuh cinta."

Margareta membuka mata, melirik Dorothea yang menunduk penuh arti.

Pantas. Pertemuan pertama Dorothea dan Handry berlangsung cukup, yah....

Dorothea di jodohkan oleh keluarganya untuk melunasi hutang, ia di jodohkan oleh lelaki hidung belang juga seorang bajingan.

Saat Dorothea hendak bunuh diri karena berputus asa, Handry datang dengan senyum  nyengir kudanya, mengatakan kalau dirinya akan menikahi dan menyelamatkan Dorothea bagaikan pangeran berkuda putih.

Dorothea tidak percaya, tapi sikap Handry yang membuat dirinya percaya dan jatuh cinta. Handry memberi warna pada hidupnya kala dirinya hanya bisa melihat dunia dengan warna hitam, abu dan putih.

Handry adalah penyelamat—tidak, William juga adalah penyelamat dirinya. Apalagi kelahiran sang putra tunggalnya, Agustin William, nama yang di berikan oleh Handry.

Semua itu telah berhasil membuat dirinya menjadi wanita paling bahagia di dunia ini.

Margareta menepuk tiga kali surai Dorothea, menyadarkan si empu dari kilasan masa lalunya. Dorothea mendongak, menatap wajah Margareta yang tersenyum bangga ke arah dirinya.

"Riel, kemari lah," panggilnya pada Lauriel. Lauriel mendekat, membiarkan Margareta merangkul akrab pundaknya.

"Letta juga kemari." Violetta mendekat atas titah Margareta.

"Kalian bertiga adalah putri mama, putri kandung mama. Jadi, jangan sungkan, ragu, ataupun merasa kalau merepotkan jika bersama mama." Margareta menatap satu persatu putri kandungnya, menyalurkan kehangatan seorang ibu yang tidak pernah Dorothea, Violetta dan Lauriel rasakan.

"Apapun yang terjadi, kalian bertiga adalah putri mama."

Dan kau adalah malaikat tanpa sayap bagi kami bertiga ma.

Keempatnya tertawa ringan seraya menikmati keharmonisan yang menyelimuti keempatnya.

✿✿✿Bersambung....

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang