27

1.1K 184 7
                                    

***
Sarah dan Intan tidak bisa menutupi keterkejutan mereka. Sosok yang mereka cari dan rindukan bertahun-tahun akhirnya kini ada dihadapan mereka.

Perempuan itu tidak berubah sedikitpun. Ia masih sama dengan sosok kakak sulung yang mereka kenal.

Sosok perempuan yang cantik, lembut, namun, penuh ketegasan. Kulitnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, dan matanya bak lengkung bulan sabit. Khasnya yang kini turun pada putrinya, Aliyyah.

Hanya satu yang berubah dari pemandangan wajah tersebut, matanya kini dihiasi kaca mata berframe oval. Semakin mirip dengan Aliyyah.

Tidakkah Aliyyah menyadari kemiripan tersebut selama ini ? Batin Sarah.

"Mari..mari..silahkan bergabung"

Baiklah, ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkap semuanya. Biarkan acara ini berlangsung sebagaimana mestinya.

Sungguh, haru sekali perasaan Sarah dan Intan. Begitupun Nazira yang kini sudah tau semuanya.

Nazira bahkan sedari tadi terus saja memandangi Ibu Lurah dan Aliyyah bergantian, memandangi wajah mereka lalu kemudian membatin. Betul-betul mirip. Tidak salah lagi.

***
Rangkain acara satu persatu akhirnya terlewati dengan baik. Acara yang begitu khidmat tersebut berlangsung dengan baik. Semua orang bersuka cita.

Para warga yang datang diberikan bingkisan makanan, semuanya adalah sponsor dari Ibu Lurah.

"Bu..makasih banyak. Aku dan Mas Lian benar-benar berutang banyak sama Ibu dan Bapak. Kami tidak tau harus dengan apa untuk membalasnya. Semoga Bapak dan Ibu diberikan kelancaran rezeki dari Tuhan" ucap Aliyyah entah yang keberapa kalinya.

"Sudah saya katakan tidak perlu berterima kasih sebegininya. Saya dan bapak sangat ikhlas membantu kalian. Bukankah Khaalid juga cucuku ?" Jawab Ibu Lurah.

"Iya, betul. Khaalid juga cucu bapak dan Ibu" timpal Lian.

"Aliyyah..boleh tidak kalau bapak ingin menggendong Khaalid ?" Pak Lurah memang baru berkesempatan menemui Aliyyah, Lian, dan Khaalid secara lebih proper. Selama ini Ia hanya sebentar bertemu dengan mereka. Pak Lurah ini begitu sibuk.

"Oh, tentu saja Pak. Khaalid pasti senang sekali bisa digendong Pak Lurah"

"Bukan Pak Lurah Al..kakek Ahmadi" bukan Aliyyah atau Lian yang menjawabnya melainkan Ibu Sarah yang entah sejak kapan sudah bergabung di lingkaran tersebut.

Beberapa orang yang ada disana akhirnya menolehkn wajah mereka ke sumber suara, Ibu Sarah.

"Kak Kamilah..Mas Ahmadi. Ini Sarah..hiks hiks"

Ibu Lurah dan Pak Lurah saling berpandangan satu sama lain.

"Sarah..." Lirih Ibu Lurah.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Sarah segera memeluk erat tubuh Ibu Lurah yang sangat Ia yakini adalah kakak sulungnya alias Ibu Lurah atau yang oleh masyarakat lebih sering mereka sebut dengan sebutan Ibu Anggis.

Kamilah Anggisa Cahyani H.

Orang-orang yang ada di sana hanya diam sambil saling memandang satu persatu.

Apa ini ???

"Kakak kemana aja hiks..aku nyariin hiks hiks .kenapa ninggalin aku hiks..hiks"

"Maafin kakak.."

"Kak..Intan disini hiks"

Hampir saja terlupa. Ada Intan juga disana, saudara mereka.

"Intan ? Yusti Intania Andani H.?" Tanya Kamilah (Ibu Lurah)

Dunia dan IsinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang