35 - Meong
Kembali lagi pada sisi para pemuda di sini.
Mereka semua asik sekali mengobrolkan berbagai macam hal. Di mulai dari bisnis, wanita, juga hobi. Sylvester juga di ajak bicara.
Ia sedang duduk manis di single sofa, memakan pudding dengan tenang dan mengamati para pemuda di hadapannya ini berbicara senang.
'Tak
Meletakkan piring Sylvester bangkit, dirinya berani untuk pergi ke balkon guna menghirup udara segar dari alam. Para pemuda yang menyadari hendak bertanya, tapi di sela terlebih dahulu oleh Danielo.
"Ingin pergi ke mana?" tanyanya seraya menggenggam pergelangan tangan kanan sang adik yang pergi tanpa sepatah kata. Sylvester menoleh.
"Mau ke balkon, ngehirup udara alam," jawabnya.
"Mau di temani?" celetuk Zavier. Sylvester menggeleng pelan, dirinya ingin sendiri saat ini.
"Yakin?" Itu Miguel. Ia duduk di sofa panjang sebelah kiri Ferlando yang sekarang menatap dirinya tenang.
"Yakin kok, udah ah." Danielo melepas ragu pergelangan tangan sang adik. Menyuruh dua seorang penjaga untuk membuntuti dalam diam ketika Sylvester sudah melangkah pergi.
.*✧—Sylvester—✧*.
Sylvester sekarang ada di balkon, menumpukan kedua tangan di atas pembatas balkon seraya menikmati langit sore. Sudah berapa lama dirinya di mansion ini? Sampai waktu sudah menjelang malam hari.
'Meong
Suara mengeong membuyarkan segala lamunan Sylvester. Membuat kepalanya refleks menoleh pada sumber suara yang membuat dirinya tersentak kaget. Ada sesuatu di balik tirai merah panjang yang ujungnya sampai di atas lantai marmer.
Sylvester melangkah ke arahnya. Secara perlahan ia menyibak tirai itu.
"Kucing gendut...?"
Astaga, dirinya body shaming terhadap kucing.
"Hei, kemari!" Sylvester berjongkok, mengajak—memerintah—si kucing supaya melangkah ke arah dirinya. Si kucing nampak tidak tertarik. Ia malah menguap dan melanjutkan rebahannya berkasurkan tirai merah.
Sylvester mencebik, "Kucing pemalas."
Sylvester bangkit, ia gendong si kucing. Berat, benar-benar kucing gendut juga pemalas. Tapi lucu.
"Lucunya...." Si kucing malah tidur di pelukannya setelah tangannya mengelus lembut kepalanya.
Bulu abu-abunya halus dan terawat. Pasti sudah memiliki pemilik, tapi di mana pemiliknya?
"Hm...? Syl...?"
"Oh!" Sylvester menoleh ke arah belakang yang di mana Marcellus bersama seseorang di sana. "Kak Arce!"
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Marcellus bertanya setelah mengelus surai Sylvester.
"Ngehirup udara alam,." Sylvester menatap polos. "Pengap ngehirup udara yang kecampur nafas banyak orang."
Marcellus tersenyum tipis. Adiknya ini selalu memiliki penuturan yang senantiasa lucu untuk dirinya dengar.
Seseorang yang tadi bersama dirinya mengintip dari samping karena dihalang-halangi Marcellus. "Oh, kucing itu...?"
"Kucing ini punya kakak?" Sylvester menyingkirkan Marcellus guna melihat seseorang yang tadi bergumam keras.
Seseorang tadi mengangguk, "Yah, lebih tepatnya milik kakakku," jelasnya seraya melirik sang teman yang menatap dirinya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sylvester [Tamat]
FanfictionKisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu bata saat dirinya sedang mengendarai mobilnya menuju rumah kecil miliknya. Kala Ernest mengharap kema...