04. Soraya Efliony Haling

428 92 28
                                    

PAGI hari, sinar matahari perlahan menembus tirai jendela, memancarkan cahaya keemasan di wajah Soraya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PAGI hari, sinar matahari perlahan menembus tirai jendela, memancarkan cahaya keemasan di wajah Soraya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, menikmati rasa hangat yang merambat di kulitnya. Matahari pagi seakan menyapa dengan kehangatan penuh kasih, membelai lembut kelopak matanya yang masih setengah terpejam. Soraya perlahan membuka matanya, lalu menyibakkan selimut dan keluar dari kamar.

Dari kejauhan, ia mencium wangi sedap yang mengundangnya mendekat dengan langkah sedikit goyang. Di dapur, Ares berdiri membelakangi Soraya. Pemandangan itu membuat matanya, yang tadinya mengantuk, kini terbuka sepenuhnya, terpaku pada punggung sempurna Ares yang tampak sangat menawan.

"Wow," gumam Soraya. "Ares, apa kau sedang memasak?" tanyanya kemudian.

Ares menoleh sekilas. "Ya," jawabnya singkat, kembali fokus pada wajan di depannya.

Aroma harum kembali menyebar di ruangan. "Oh, benarkah?" tanya Soraya penasaran, mendekat ke meja.

Ares menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, menampilkan urat-urat tangannya yang tampak jelas dan sempurna. Soraya kembali dibuat terpesona. Ares mengangkat piring yang telah penuh dengan makanan dan menatanya di meja. Di atasnya tersaji sebuah croissant yang renyah, serta quiche lorraine dengan potongan bacon dan keju.

"Duduklah, kenapa kau masih berdiri?" tanya Ares yang kini memandang kearahnya.

Soraya mengangguk cepat dan dengan antusias duduk di kursi yang telah disiapkan. Aroma yang menggugah selera, membuatnya semakin penasaran untuk mencicipi hasil masakan Ares.

"Habiskan," kata Ares.

Tanpa perlu diperintah, Soraya sudah berniat menghabiskan makanan yang tersaji. Ia mulai makan dengan wajah berseri, menikmati setiap gigitan sambil merasakan kebahagiaan karena ditemani oleh Ares.

"Setelah itu, Arthur akan mengantarkanmu pulang," lanjut Ares.

Soraya hampir tersedak mendengar informasi tersebut. Ia cepat-cepat meneguk air dari gelas di depannya sebelum kembali menatap Ares. "Kemana? Maksudku, kau tahu aku bahkan tidak tahu di mana tempat tinggalku. Jadi, Ares, tolong biarkan aku tetap bersamamu."

"Kau tidak perlu khawatir," jawab Ares dengan tenang. "Arthur tahu semuanya tentangmu, termasuk alamat tempat tinggalmu. Aku akan pergi ke kantor, dan nanti Arthur akan mengantarmu pulang. Kau tetap di sini."

Ares berdiri dari kursinya, diikuti oleh Soraya yang tampak gelisah. "Tidak, Ares," Soraya mencegahnya dengan menarik lengannya.

Ares melepaskan lengannya dengan paksa tanpa mengindahkan tatapan memelas dari gadis itu, kemudian Ares meninggalkannya sendirian. Suara pintu yang tertutup mengiringi kepergian Ares, sementara Soraya berdiri kaku di tempatnya, hanya bisa berharap Ares akan kembali dan memintanya untuk tetap tinggal.

Sementara itu, Ares memasuki lift dan menekan tombol B1 untuk turun ke basement. Begitu tiba di bawah, ponselnya berdering, menampilkan panggilan masuk dari Arthur. Sambil berjalan menuju mobilnya, Ares menjawab telepon tersebut.

The Princess of Two Worlds [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang