Jiwon duduk di sudut kamarnya, mengamati kalender di dinding. Sudah empat minggu sejak dia tiba di rumah Soohyun. Waktu berlalu begitu cepat, namun dia merasa setiap hari berjalan begitu lambat. Dia menyadari sesuatu yang penting-dia belum haid selama sebulan penuh. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, namun dia mencoba mengabaikannya.
"Mungkin aku stress?" gumamnya pelan dengan tangan yang diremas di depan dada.
Jiwon berjalan mondar-mandir, benar-benar khawatir dengan jadwal menstruasinya. Terakhir dia mendapatkannya sewaktu masih di rumah, itu berarti enam minggu yang lalu.
"Nyonya, saatnya makan malam. Tuan sudah menunggu," salah seorang pelayan mendatanginya untuk memberitahu bahwa jam makan malam sudah tiba.
Jiwon mengangguk, kemudian pergi ke meja makan. Jiwon berusaha menenangkan diri sebelum meninggalkan kamarnya. Dia mengambil napas dalam-dalam dan melangkah keluar dengan kepala sedikit tertunduk, berharap makan malam bisa mengalihkan pikirannya.
Hidangan yang membuatnya lapar mata, namun tidak dengan perutnya. Jiwon merasa khawatir berkepanjangan dengan perut yang terasa mual sekali.
"Duduklah," perintah Soohyun, melirik kursi di depannya, memberikan isyarat halus namun penuh otoritas. Wajahnya tampak tenang, tetapi ada kilatan tajam di matanya yang menandakan bahwa dia sedang memikirkan sesuatu yang serius. Jiwon pun mengangguk dan duduk di depan lelaki itu.
Pelayan menghidangkan makanan di atas meja mereka, begitu juga menuang air ke dalam gelas. Sesudahnya, mereka akan meninggalkan Soohyun dan Jiwon berdua di sana.
Soohyun mulai menyendok makanannya, barulah Jiwon mengikutinya. Tidak ada pembicaraan di antara mereka kecuali dentingan sendok yang berbunyi sesekali. Jiwon benar-benar bingung bagaimana cara mengatakannya pada Soohyun, sebab pria itu tampak begitu tenang.
Bahkan sesudah makan pun, Jiwon masih membisu untuk menyampaikan kekhawatirannya pada Soohyun. Jantungnya cukup kencang berdebar.
Soohyun menatap Jiwon dengan wajah serius. "Aku punya kabar buruk," katanya pelan. "Ayahmu... dia mengakhiri hidupnya. Sekarang dia menjadi budak di dunia iblis bersama kakakmu."
Jiwon merasa dunia di sekitarnya runtuh. "Apa? Kau... jangan bercanda...." bisiknya, air mata mulai mengalir di pipinya. Rasa bersalah dan ketakutan menyelimuti dirinya. Tubuhnya bergetar, dan dia merasa mual hingga hampir tidak bisa berdiri.
Soohyun mengangguk, "Aku tidak bercanda, Jiwon-ah. Sesuai perjanjian yang sudah kami sepakati, kau sudah bebas menjadi jaminanku."
Jiwon merasakan dunianya dalam peralihan yang terlalu tiba-tiba, dia bahkan masih memproses kehadirannya di dunia gelap karena kakak dan ayahnya. Tiba-tiba saja dia merasa mual, wanita itu mencengkram ujung meja dengan mata yang memanas.
"Maaf, perjudian adalah hal yang candu sama seperti narkotika. Mereka tidak bisa berhenti dan mengakhirinya begitu saja." sesal Soohyun melihat perubahan raut di wajah Jiwon.
Soohyun mendekat ke arah Jiwon, membantu wanita itu untuk berdiri dan memeluknya erat. "Kau pasti sangat shock dengan semua ini. Kehilangan ibu, kakak, dan sekarang ayahmu. Semua ini pasti begitu mendadak untukmu."
Di kamar, Jiwon menatap dirinya di cermin. Dosa apakah yang ia lakukan hingga menjalani kehidupan penuh kejutan seperti ini?
Jiwon mengumpulkan keberanian dan mendekati salah satu pelayan. "Bisakah kau membantuku membelikan sesuatu?" tanyanya dengan suara bergetar. Pelayan itu mengangguk tanpa bertanya, tetapi ada kilatan simpati di matanya. Setelah beberapa saat, pelayan tersebut kembali dengan bungkusan kecil, menyerahkannya tanpa berkata-kata. Jiwon merasa lega namun semakin gugup.
Jiwon mondar-mandir di kamarnya, Soohyun sedang keluar dan dia tidak perlu bertanya sebab itu urusannya. Setibanya pelayan tersebut, ia menyerahkan bungkusan pada Jiwon. Usai berterima kasih, wanita itu segera pergi ke kamar mandi untuk membuktikan ketakutannya.
Saat Jiwon melihat dua garis di testpack, dia merasa tubuhnya bergetar. Ini nyata. Dia hamil. Campuran ketakutan dan kebingungan memenuhi pikirannya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
Malam itu, dia tertidur dengan ketakutan akan menyambut esok hari. Namun, esok itu tetap datang. Jiwon bangun dengan Soohyun yang masih tidur memeluk perutnya. Dipandanginya lamat-lamat wajah Soohyun, tampak tak memiliki dosa jika sedang tertidur lelap begini. Namun kalau sudah bermain dengannya, dia begitu beringas dan jujur saja, sebagai manusia biasa, Jiwon tidak bisa mengimbanginya.
Pada saat sarapan, keheningan tetap ada di antara keduanya. Jiwon ragu-ragu tentang testpack yang ada dalam saku celananya. Setelah menelan semua makanannya, Jiwon mengumpulkan keberanian.
Dengan hati yang berdebar-debar, Jiwon menghadap Soohyun. "Aku perlu memberitahumu sesuatu," katanya, suaranya nyaris tidak terdengar. "Aku... aku hamil."
Soohyun menatapnya dengan mata dingin. "Aku sudah menduga. Ini berarti hidup kita akan di-reset." Dia tersenyum tipis. "Kau tidak akan mengingat apapun tentang ini. Hanya akan ada satu ingatan: orang tua dan kakakmu sudah tiada."
Jiwon merasa dadanya sesak. "Tapi... kenapa?" tanyanya, suaranya hampir tidak terdengar, penuh dengan rasa takut dan ketidakpastian.
Soohyun melanjutkan dengan suara yang lebih lembut, seakan mencoba menenangkan Jiwon. "Bayi yang kau kandung adalah reinkarnasi diriku. Aku berterima kasih karena kau akan melahirkan aku sebagai manusia. Kutukanku sebagai iblis sudah selesai. Aku akan meninggal di usia kehamilanmu yang keempat bulan. Setelah itu, ruh-ku sebagai manusia akan masuk ke dalam janinmu."
Jiwon benar-benar merasa dirinya mengalami serangan demi serangan mengejutkan yang tak terduga. Bagaimana bisa hidupnya berubah drastis dalam kurun waktu sebulan saja?
Soohyun menatap Jiwon dengan serius. "Setelah kau melahirkan, kau akan meninggal," katanya tegas. "Aku tidak bisa hidup sebagai manusia denganmu. Kau juga akan meninggal tak lama setelah itu dan bereinkarnasi."
Jiwon merasa hancur. "Apakah ini satu-satunya cara?" tanyanya, air mata mengalir.
Soohyun mengangguk. "Ini adalah takdir kita. Tapi percayalah, aku akan menemukanmu lagi di masa depan. Aku berjanji. Walaupun kau tidak mengingat apapun, aku akan mencarimu, sampai ke ujung dunia."
Jiwon menggeleng tak paham. "Lantas? Bagaimana kehidupanku setelah semuanya di-reset? Dimana aku tinggal? Bagaimana caraku menghidupi diriku?"
Soohyun menatapnya dengan lembut. "Kau akan tetap di sini sampai melahirkan di rumah sakit. Setelah kau meninggal, seluruh bangunan ini akan lenyap. Semua pelayan di sini akan kembali ke dunia semula mereka. Kau akan reinkarnasi dan memiliki kehidupan baru, tanpa ingatan tentang aku atau kejadian ini. Namun, aku berjanji, aku akan menemukanmu lagi. Aku akan mencarimu, sampai ke ujung dunia."
Jiwon mencoba mencerna kata-kata Soohyun, merasakan campuran ketakutan dan harapan. "Apa yang terjadi pada bayi kita?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Bayi itu akan dibesarkan di panti asuhan, atau mungkin diadopsi keluarga kaya. Tetapi aku akan memastikan dia aman dan bahagia," jawab Soohyun. "Kau akan hidup tenang di dunia baru, dan kita akan bertemu lagi. Itu takdir kita."
Semua ini merupakan teka-teki bersyarat yang harus dijawab oleh Jiwon. Hidupnya tidak akan sama lagi sekarang. Bagaimana mungkin dia mengetahui kelahiran anaknya sekaligus kematiannya? Jiwon takut akan dunia yang tidak pasti di kehidupan selanjutnya.
Mau tidak mau pun, waktu akan terus berjalan. Tidak bisa berhenti maupun dihentikan.
🍀
24072024

KAMU SEDANG MEMBACA
✅Demon In Disguise
RomantizmCatatan: Saya sangat menghargai setiap pembaca yang telah mengikuti cerita ini sejak awal. Untuk kalian yang lebih nyaman dengan nama karakter seperti semula, saya akan tetap menggunakan nama tersebut dalam cerita. Terima kasih atas dukungan dan pen...