one ; new town.

426 38 4
                                    

it's just fanfiction (and ic not ooc) happy reading guys.

Surai ungu bergerak mengikuti hembusan angin perkotaan, pemilik dari surai ungu itu berdiri di depan bandara dan seperti menunggu sesuatu hal yang akan datang, celingak-celinguk melihat keadaan sekitar yang sangat sunyi dan sepi, sedari tadi ia hanya memperhatikan ponsel genggam miliknya.

Tak lama, taksi online pesanannya surai ungu itu datang dan memberikan bunyi klakson sebagai pertanda.

"Benar ini dengan mbak Echi ceres?" jendela mobil terbuka, suara yang lumayan berat terdengar dan bertanya.

"Ah, iya benar pak" balas echi dengan canggung, pria yang lebih tua darinya itu keluar untuk membantu memasukan barang- barangnya ke bagasi, dan tak lupa membukakan pintu mobil untuk echi.

"Huft.. Akhirnya.." menarik nafas pelan, ia merasa lega akhirnya menaiki taksi online tersebut, karena sangat susah untuk mendapatkan taksi online di daerah tersebut.

saat semuanya sudah siap, supir itupun naik kembali ke mobil dan mengambil kemudi, mobil mulai berjalan menjauh dari bandara yang lama kelamaan mulai samar-samar dan tak terlihat lagi, menandakan mobil berjalan menjauh.

echi sibuk memainkan telepon genggam miliknya, entah apa yang ia lihat.

di tengah kesunyian itu, tiba-tiba supir taksi itu mulai membuka percakapan, seketika wanita dengan surai ungu yang sedari tadi fokus kepada telepon genggamnya sentak kaget dan menengok ke arah supir itu.

"Baru masuk kota ini ya mbak? baru liat soalnya saya" tanya supir itu untuk sekedar basa-basi ria, dibalas dengan anggukan oleh echi, dan akhirnya membalas pertanyaan itu.

"Iya nih pak.. baru saja mendarat hari ini" sahut echi seadanya, mata violet itu melirik pemandangan kota melalui kaca mobil,

jujur, pikirannya di banjiri oleh pertanyaan.

'Kenapa kota ini begitu sepi? dan.. terlihat seram.' pikirannya.

Ia hanya bisa mengubur pertanyaan itu dalam dalam di pikirannya.

"Kota ini sepi ya, mbak?" kesunyian itu pecah, Echi yang mendengar perkataan itu matanya terbelalak dan langsung menatap kearah supir itu.

dia seperti,

membaca pikirkan ku.

Echi yang terdiam sejenak pun akhirnya tersadar dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu "Ah iya Pak, memang nampaknya cukup sepi." menjawab sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.

"Ya begitulah.. banyak orang yang kadang takut untuk keluar karena banyak 'kelompok' yang berkeliaran disini, saran saya mbak hati hati saja." jelas supir itu dengan panjang lebar, Echi hanya mengangguk pelan dan terdiam.

'Kelompok? semacam kelompok apa itu? apakah mereka berbahaya?' lagi dan lagi benaknya dipenuhi dibanjiri dengan banyak pertanyaan yang hanya bisa ia kubur dalam-dalam.

"Oh begitu ya.. Terimakasih infonya pak" sahut echi diiringi anggukkan.

---

"Sudah sampai" ucap supir itu, echi langsung turun dari mobil dan di ikuti oleh supir itu yang membantu- nya untuk mengeluarkan barang- barang dari bagasi.

Echi yang sudah turun dari mobil itu dan berdiri didepan pintu sebuah apartemen yang bernuansa klasik itu, ia hanya melihat sangat supir taksi itu menurunkan barang-barang miliknya.

Akhirnya sudah semua barang- barang milik Echi di keluarkan dari bagasi mobil taksi itu.

"Terimakasih pak" ucap terimakasih Echi ke supir itu, ia melontarkan senyuman manis ke supir tersebut,

lalu merogoh tas miliknya dan mengeluarkan dompet dari sana. Ia mengambil beberapa lembar uang dari sana.

"Ini uangnya pak" ia menyerahkan uang tersebut, lalu di balas sebuah anggukkan pelan dengan senyum lebar dari pria di depannya itu.

"Terimakasih kembali mbak.." balas pria itu, ia mulai berjalan menjauh dan memasuki mobilnya kembali.

Mobil taksi itu perlahan-lahan mulai menjauh dari tempat dirinya berpijak dan lama kelamaan tak terlihat lagi. Menandakan mobil itu sudah pergi dari sana.

Setelah itu, Echi segera membawa barangnya itu masuk kedalam apartemen itu. Dan tentu saja dibantu satpam yang ada di sana, barang barang itu cukup banyak. Mana mungkin Echi kuat membawa semuanya sendirian? sebenarnya mungkin saja. Tapi jika ada yang lebih mudah, kenapa dia harus membuat sulit, pikirnya.

Ia menghampiri meja resepsionis terlebih dahulu untuk mendapatkan nomor kamar dan mengambil kunci kamar yang akan ia tempati nantinya. Tak mau panjang lebar, Echi segera mengobrol singkat kepada petugas resepsionis itu. Ia mengambil kunci dan dan mengakhiri percakapan itu dan akhiri dengan senyuman manis dari keduanya.

lantai 3 unit 27. Ya, itulah kamar yang di dapatkan Echi.

Echi pergi menjauh dari meja itu. Ia pergi bersama satpam yang sedang membawakan barang barangnya naik menggunakan lift yang terletak tak jauh dari sana. Echi menekankan lantai 3. Lift itu terasa mulai naik ke atas. Echi hanya bisa merenung sampai lift itu berhenti di lantai yang ia tuju.

Lift itu terbuka. Echi melangkahkan kakinya keluar dari lift itu dan di iringi oleh satpam di belakangnya. Ia berjalan sambil menengok nengok nomor unit yang tertulis jelas di depan pintu. Dan sampai lah ia di unit yang bertuliskan angka 27, yang berarti itu unit yang ia akan tepati.

Ia memasukkan kunci yang telah di berikan kepadanya itu dan pintu itu terbuka. Ruangan cukup besar untuk ia tepati sendiri, bertemakan klasik dan sangat indah untuk di pandang mata, dan juga balkon yang tersedia di sana langsung memaparkan kota.

Barang barangnya sudah di pindahkan semua ke dalam oleh satpam itu, netra violet nya itu menatap sangat satpam dengan lembut juga wajahnya yang cantik itu melontarkan senyuman yang sangat manis.

"Terimakasih pak sudah membawa barang barang saya sampai kesini. Ini saya ada beberapa tip untuk anda." ucap sang pemilik surai ungu muda itu dengan lembut, ia memberikan beberapa lembar uang kepada pria di depannya.

Petugas itu membalas dengan senyuman yang lebar dan sangat berterimakasih banyak kepada wanita di depannya. Petugas itu pergi keluar dari kamar yang bertuliskan angka 27 itu. Netra violet itu sekarang tak bisa melihat petugas itu lagi.

Hari mulai terlihat gelap, akhirnya Echi selesai membereskan barang barangnya. Seharian ini, Echi hanya menata barang barangnya dan ia taruh sesuai tempatnya, juga merapihkan kamarnya agar lebih terlihat nyaman untuknya.

"Sempurna" monolognya. Ia berdiri dan meregang badannya sebentar karena terasa pegal sebelum lanjut melakukan aktivitas nya, yaitu tiduran di kasur. Rasanya sangat enak sekali merentangkan diri di kasur yang empuk, ini sepadan dengan semua aktivitas melelahkan nya sepanjang hari ini.

Echi masih saja memikirkan perkataan dari supir taksi pagi itu. "Hm, kelompok berbahaya? siapa mereka. Dan apakah itu akan membahayakan diriku? apakah ini semua keputusan yang salah untuk pindah ke kota ini?," gumamnya.

"HUH! sudahlah, ini semua tak ada gunanya.. Lebih baik aku tidur untuk mengumpulkan tenaga untuk pergi ke tempat kerja baru ku nanti" lanjut sang surai ungu. Perlahan lahan netra violet nya tertutup, ia sudah terlelap dan mulai tertidur dengan nyenyak.

——

maaf jikalau ada kesalahan dalam cerita, jangan lupa vote nya ya! semoga aku bisa sering up nantinya www, thanks for reading guyss~
i hope kalian semua suka dengan fanfic baru ku ini!

One Hundred Days. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang