17. The Insect

3 1 0
                                    

Kai berkutat dengan seekor serangga yang kini sudah bisa mengepakkan sayapnya. Ketika wuba terbang mengitari sebuah tanaman, dari ekornya muncul aura hitam yang terus mengikuti ke mana pun hewan mungil itu pergi. Kai menunduk, menatap jari-jari tangannya dipenuhi energi bekas sihir hitam.

"Kakak," sentak Lucia tatkala melihat sang kakak melamun. "Apa yang kau pikirkan sampai temenung seperti itu?"

Ia baru saja keluar dari portal negeri peri. Belakangan, remaja itu disibukkan oleh permintaan sang ayah dan raja peri yang memaksanya melakukan regenerasi. Wajah ditekuk kesal adalah ekspresi yang sulit Lucia sembunyikan dari mata orang lain.

"Kau sendiri sering melamun akhir-akhir ini."

Ya. Selain urusan pribadi, Lucia masih harus memikirkan cara agar pernikahan Kai dan Casa dibatalkan. Lucia menoleh saat kepakan hewan bersayap melewati daun telinganya. "Jadi karena ini kau berpikir sangat keras? Tadinya aku penasaran energi negatif apa yang membuat tanaman rohku pada layu. Ternyata berasal dari makhluk kecil ini. Apa dia monster?"

Aura hitam semakin menipis tergantung seberapa banyak energi makhluk hidup yang ia dekati. Wuba tampak lebih sehat setelah menyerap daya hidup tanaman di sekitarnya. Tanaman-tanaman yang semula tumbuh dengan menghisap energi-energi jahat, malah mati sebab tidak mampu menampung energi asing yang wuba bawa. Lucia mencebikkan bibir. Semua tanaman di sini selalu ia rawat sepenuh hati. Melihat mereka mati dalam sekejap, membuat sesuatu bergemuruh di dadanya. Lucia merasa kepalanya terasa berat.

Gadis itu menepuk kening dengan keras. "Tidak ada satu pun yang tersisa."

"Maaf," ujar Kai, menyesal. Dia lebih tahu bahwa menumbuhkan tanaman dunia peri ke dunia manusia sangat sulit. Tanaman dari dunia peri memerlukan kekuatan magis jika ingin hidup. Lucia selalu menggunakan kekuatannya agar tanaman-tanaman tersebut bisa tumbuh lebat. Kai merasa bersalah telah melenyapkan seluruh usaha adiknya itu.

"Kata 'maaf' tidak akan menghidupkan kembali apa yang sudah mati. Kalau Kakak benar-benar menyesal, maka jauhi Kak Casa. Entah kenapa, sejak kau memutuskan untuk mendekatinya ... tidak ada dari tujuan kita yang berjalan dengan baik." Lucia memundurkan kursi, kemudian duduk meluruskan punggung. Tubuh serta pikirannya sangat lelah.

Lucia menatap Kai yang sedang mengamati energi hitam di sela jari-jari. Gadis berambut pirang tersebut menyipitkan mata. "Energi itu, kan ...."

Kai menoleh cepat. "Kau mengenali energi ini?"

Lucia mengedikkan bahu. Lalu ia menggerakkan kursi supaya lebih dekat dengan tempat duduk Kai. Gadis itu menarik lengannya dan mengendus punggung tangan yang terselimuti aura hitam. "Sepertinya aku pernah mengenali aroma energi yang mirip. Apa Kakak ingat penghuni dunia peri yang melanggar dosa besar?" tanya Lucia.

Pelanggar dosa besar. Bagi seorang peri seperti Lucia, ribuan dongeng telah sering ia dengar tentang peri pelanggar aturan sebagaimana telah melakukan dosa besar. Biasanya mereka akan dihukum mati dengan melompat ke jurang ilusi. Sebelum melompat, sayap mereka akan dicabut secara paksa. Lucia ingat betul energi hitam yang keluar dari luka sayap sama persis dengan energi hitam yang wuba bawa. Bahkan aroma menjijikan tersebut masih menempel di hidungnya.

Kai menggeleng pelan. "Kurasa itu tidak ada hubungannya."

"Aku juga tidak yakin. Ini hanya tebakanku, bahwa energi tersebut wuba dapatkan dari seseorang yang pernah melanggar aturan dunia peri. Mengingat dunia bawah atau penyihir sekarang dikuasai oleh peri-peri yang kehilangan sayapnya, bisa saja wuba berhadapan dengan salah satu dari mereka," jelas Lucia.

Gadis itu memancarkan sinar biru lewat telapak tangan, lalu mengarahkannya pada tangan Kai yang tertutup energi jahat tadi. Dengan ajaib, aura hitam tersebut menghilang sepenuhnya.

"Terima kasih," ucap Kai menyadari adiknya baru saja melakukan pemurnian.

Lucia mengangguk prihatin. Dunia penyihir terbagi menjadi dua suku, yakni Suku Vigin alias suku asli penyihir yang mendiami wilayah negeri bawah. Sedangkan, suku lainnya dinamakan Suku Moa yang merupakan pendatang dari negeri atas atau sering disebut Dunia Peri. Suku Moa terus bertambah seiring banyaknya pelanggar aturan di dunia peri yang dibuang ke jurang ilusi. Hanya sedikit di antara penduduk negeri atas yang mengetahui, bahwa jurang tersebut menghubungkan antara dunia peri dan dunia penyihir.

Kai memijat pangkal hidung dengan sesekali mengembuskan napas. "Kalau apa yang kau katakan benar, artinya Casa sedang diincar oleh mereka."

Lucia menaikkan kedua alis. "Mereka siapa?"

"Suku Moa, peri-peri yang kehilangan sayapnya."

Lucia mendecih. "Cih! Rupanya daritadi kita membahas orang itu? Tahu begini aku diam saja sampai Desember."

Gadis itu melampiaskan rasa kesalnya pada hewan mungil yang terus berdenging di dekat daun telinga. Lucia memancarkan cahaya biru, kemudian membuat makhluk pemakan daging tersebut membeku untuk kedua kalinya. Namun kali ini, Lucia juga mencengkeram tangannya membuat wuba hancur secara tidak langsung.

Melihat Lucia melenyapkan wuba, tiba-tiba ia teringat dengan buah pemakan roh yang dibeli Casa. Kai pun bertanya, "Lucy, apa kamu tahu tentang buah pemakan roh?"

"Apa pertanyaan ini ada kaitannya dengan Kak Casa?" Lucia balik bertanya.

Kai berpikir mungkin saja adiknya itu tidak mau menjawab jika ia mengatakan 'ya'. Akan tetapi, ia tidak bisa berbohong. "Tolong bantu aku, Lucia. Casa adalah orang terpenting di hidupku. Dia satu-satunya orang yang membuatku sadar, bahwa tempatku bukan di sini. Dia juga alasanku untuk kembali ke dunia penyihir."

"Hah, baiklah." Ini tidak adil bagi seorang peri seperti Lucia. Saat hari di mana Lucia menemukan Kai terdampar di pulau terpencil di dunia manusia, Lucia ingin membuatnya jatuh cinta pada dirinya, bukan kepada manusia. Seharusnya dia sudah mati karena sekarat. Itulah kenapa dia sangat membenci Casa yang memiliki umur sangat pendek.

.

.

.

Special CrusherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang