7. The Garden

32 6 2
                                    

Kai mengendarai motor menuju tempat yang Casa inginkan. Ia menghentikan laju motor di halaman yang penuh aneka bunga. Tersedia pot warna-warni pula dengan bentuk beragam. Masing-masing batang terikat tanda nama dan harga. Keduanya tertarik pada jenis bunga yang tidak terpasang tanda apapun, tetapi diletakkan di luar pagar.

Kai bertanya, "Penolongmu seorang wanita?"

"Dia laki-laki. Temanku sempat mengatakan orang itu terakhir kali meminjam buku tentang Anthurium,jadi kupikir ia sekolah di bidang botani. Ayo!" Casa menggandeng Kai lebih masuk.

Seorang perempuan sepantaran Lucia menghampiri. "Selamat datang di Rumah Flora!" sambutnya merentangkan tangan, disusul senyum ramah. Casa membalas senyum tersebut. "Kalian baru pertama kali kemari?"

Kai mengaku, "Benar. Kami mencari tanaman Anthurium."

"Hei! A-aku ingin membeli yang lain ...," bisiknya.

"Wah, kalian benar-benar pasangan romantis!" kagumnya menimbulkan kerutan di dahi Casa. Ingin menanyakan sesuatu, tetapi pria kekar muncul di ambang pintu.

"Flora-"

"Wah, Ayah! Aku membantumu melayani pembeli baru, hehe." Perempuan bernama Flora menyengir.

Pria tersebut memukul kepala anaknya dengan penggaris raksasa. "Tukang bolos, pergilah ke dapur!"

"Wah, tidak bisa!" tolaknya. Flora berlari ke belakang punggung Casa. "Aku mau mengantar kakak ini saja. Ayo, Kak! Anthurium di sebelah sana."

"Eh?" Anak itu menarik lengan Casa, tetapi yang ditarik enggan melangkah sebab tak enak akan ekspresi pria paruh baya di depannya. Namun, Kai ikut menariknya juga sehingga Casa terpaksa mengikuti Flora.

"Jenisnya hanya sedikit yang ada di halaman rumahku, salah satunya gelombang cinta." Flora mengangkat pot putih kecil dari papan yang tergantung di tembok. Di atas pot hidup tanaman kecil berdaun lebar dengan tepian bergelombang. Akarnya menonjol keluar.

"Gelombang cinta?" beo Casa.

Flora mengangguk, kemudian mulai semangat menerangkan, "Meski kecil, tapi gelombang cinta bisa setinggi tubuhku. Kak, belilah dua pot, lalu taruh di rumah kalian masing-masing. Ingat untuk menyiramnya setiap pagi karena bagaimana tanaman ini tumbuh akan mewakili seberapa besar perasaan kalian satu sama lain. Kelak setelah menikah, jangan lupa letakkan mereka berdampingan di rumah baru kalian akh-"

"Anak bandel! Sudah berapa kali Ayah bilang, berhenti mengarang filosofi!" Sang ayah lagi-lagi memukul kepala anaknya. Flora terkekeh sambil mengelus ubun-ubun yang terasa nyeri, kemudian menyimpan pot itu kembali. "Maaf, jangan dengarkan Flora. Dia barusan mengada-ada."

"Aku tidak mengada-ada! Buktinya lidahku masih pendek," sanggahnya seraya menjulurkan lidah.

"Aku tahu." Kai memaklumi tingkah Flora, walau dalam hati menginginkan tanaman hijau tersebut tumbuh segar di rumahnya dan rumah Casa.

"Baguslah. Oh, kudengar kalian memang mencari Anthurium?" tanya penjual memastikan.

"Ah, tidak jadi!" Casa menatap pria di sampingnya. "Paman, sebenarnya aku tertarik dengan tanaman di depan, yang sebelum kami masuk ke sini."

"Maksudmu bunga merah di luar pagar, yang bentuknya hampir mirip kamboja?"

"Eh, bunganya sangat aneh! Sebulan lalu Ayah membawanya pulang. Tanaman yang berada di dekatnya pasti layu. Itu sebabnya Ayah menanam bunga itu di luar pagar," terang Flora membuat Casa penasaran.

"Kalau kau belum yakin, boleh keluar sebentar." Casa pun mengikuti ayahnya Flora, tanpa sadar malah meninggalkan Kai sendirian.

"Kakak Tampan, kau ditinggal ya?"

Kai mengabaikan pertanyaan Flora dan meminta, "Sisihkan dua pot putih barusan, besok pagi kuambil."

"Eh?" Flora mematung beberapa detik, ia tidak menyangka akan ada orang yang termakan kata-kata recehnya. "Akan ada diskon," ucapnya lantas tersenyum.

.

.

.

Special CrusherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang