19. The Promise

4 1 1
                                    

"Alexa ... apa ini sungguhan kamu?" tanya David sambil membelai pipi wanita di atasnya. Dia masih tidak percaya. Beberapa detik yang lalu, dia berhadapan dengan sosok lain. Bagaimana jika wanita itu belum sepenuhnya menghilang? Meskipun dua jiwa tersebut adalah roh yang sama. David tidak pernah mau mengakui, bahwa Casa dapat disandingkan dengan kekasihnya.

"Ini aku," jawab Alexa seraya memegang erat tangan yang membelainya.

David bernapas lega. Ia tersenyum hangat, menarik lengan Alexa dan membantunya berdiri. "Kamu butuh waktu untuk beradaptasi dengan kemampuan vampir. Omong-omong, rasanya menyakitkan saat tadi kamu menghindariku."

"Bukan aku, tapi wanita itu."

"Maksudmu, Casa?"

Alexa mengangguk. "Aku pikir aku hanya bisa mendiami tubuh ini saat dia pingsan atau tertidur. Merepotkan sekali harus terkurung di cermin sepanjang waktu. Bisakah kamu melakukan ritual secepatnya?"

"Aku maunya begitu, tetapi laporan yang kuterima menerangkan kamu sedang menstruasi. Sedangkan seperti namanya, ritual suci perlu dilakukan oleh tubuh yang suci. Bersabarlah sedikit lagi, Alexa ...."

Alexa tersentak mendengar jawaban David yang terdengar lirih. Seakan-akan dia tahu Alexa berencana membuat masalah cepat atau lambat. "Ba-baiklah, aku akan bersabar."

David tersenyum. Namun, ini bukan pertama kali dia menangani sifat Alexa. Ia mendaratkan kecupan di puncak kepala Alexa. "Terima kasih. Sekarang beri tahu aku, bagaimana perasaanmu setelah masuk ke tubuh baru?"

"Rasanya aneh," jawab Alexa singkat, sorot matanya sedikit terpancar kegelisahan.

"Aneh kenapa?"

Alexa memegang tengkuk, merinding. "Aku ingat semua memori yang tersimpan di tubuh ini dan kadang aku merasa benar-benar ikut mengalami kejadian yang dia alami. Contohnya ... aku paham penolakan lamaran seorang laki-laki tanpa memutus hubungannya sebagai pacarku. Aku pikir dia hanya merasa berhutang pada laki-laki bernama Kai. Setelah melihat masa lalu mereka berdua, aku yakin Kai sangat mirip dengan adikku--Karson."

David tampak berpikir. "Ini lebih jelas kalau dia memang adikmu, seorang penyihir. Tidak heran dia bisa melihatku di dunia manusia."

"Pfft, dia tetap bodoh ya? Ramalan itu menyatakan bahwa penyihir murni akan musnah, aku tidak pernah menyangka dia masih hidup dengan umur panjang. Apa yang kamu lakukan kalau Karson kembali wilayah immortal dalam waktu dekat?"

Mendadak suasaha hatinya buruk. Karson melamar Casa? Sementara Casa punya wajah yang mirip dengan Alexa, kakaknya sendiri, bagai pinang dibelah dua. Dan dia tetap melamarnya? Bocah gila!

"Kenapa kamu yakin dia akan ke sini dalam waktu dekat?" tanya David tidak senang.

"Karena dia sangat mencintaiku sebagai Casa." Alexa mengalungkan lengan ke leher David, membuat jarak intim semakin intens.

David balas merangkul erat wanita itu. "Hah ...sialan, aku jadi ingin memenuhi ramalan tersebut."

***
Dunia Manusia.

Kai melangkah mendekati rumah sewa milik Casa. Pandangannya teralihkan pada pot kecil yang ditanami bunga gelombang cinta. Hadiah berupa tanaman dari Rumah Flora sudah sangat layu. Selain itu, posisinya tidak berubah sejak Kai meletakkannya di tangga teras pertama.

Lalu Kai menuangkan air mineral dari botol yang ia bawa. Sekarang tanaman tersebut tampak lebih segar. Tanpa sadar bibirnya sedikit tersungging.

"Kamu ... pacarnya Casa, kan?" tanya seseorang dari belakang.

Kai menoleh. Pria tua paruh baya dengan setelan sederhana memasang wajah heran. "Benar."

"Untunglah aku tidak salah mengenali. Aku melihatmu beberapa hari yang lalu saat mengantarnya ke perpus. Apa kamu tahu kenapa Casa tidak bekerja hari ini? Dia sudah tiga hari tidak masuk kerja, kupikir dia masih sakit tanpa kabar."

"Casa tidak bekerja?" Seharusnya dia hanya cuti dua hari.

"Ya, dia bolos. Aku jauh-jauh ke sini juga ingin menanyakan soal kematian temannya, Oryza, tapi sepertinya rumah ini kosong. Atau dia kabur?"

Pria tua itu mendongak ke arah lampu kamar Casa di lantai atas. Lampunya mati. Itu tidak mungkin mati jika Casa sangat takut dengan gelap.

"Tunggu, apa maksud Anda kabur?"

"Ah, kamu tidak tahu ya? Semua orang curiga kematian Oryza ada hubungannya dengan Casa. Rekaman CCTV terakhir menunjukkan mereka pergi bersama."

"Casa tidak mungkin membunuh temannya sendiri!"

"Aku tahu. Itu sebabnya aku tidak melapor ke polisi. Aku hanya ingin meminta keterangan sebelum Oryza meninggal sebab kejadiannya di tempat kerjaku."

Kai segera menekan bel rumah. Namun tidak ada respon. Bahkan ketika ia mencoba membuka pintu, semua akses telah terkunci. Ia merogoh ponsel dan menghubungi nomor Casa. Sedetik, semenit, juga tidak ada jawaban.

Pria tua yang merupakan bos tersebut menyerahkan kartu namanya kepada Kai. "Tolong kabari aku kalau Casa sudah ketemu."

Kai hanya mengangguk. Saat tidak ada orang yang melihat, kartu nama pemberian pria tua itu ia masukkan ke tong sampah.

"Casa ... kumohon angkat teleponnya," gumamnya cemas sambil menempelkan layar ponsel ke daun telinga.

Beberapa saat kemudian, Kai memutuskan mengendarai motor. Tujuannya sekarang adalah Lucia. Dia harus meminta bantuan Lucia lagi untuk mencari keberadaan Casa.

"Tidak mau!" teriak Lucia begitu Kai usai menyampaikan maksud. Gadis remaja itu memeluk bantal sofa dengan erat.

"Lucia, tolong aku sekali ini saja. Casa menghilang. Aku sudah mencarinya ke mana-mana."

Kai terlihat pasrah. Sebenarnya Lucia tidak tega melihat lelaki yang dia sukai berlutut memohon seolah merendahkan dirinya sendiri.

"Bangun, Kak! Percuma Kakak memohon-mohon seperti ini. Aku tidak mau lagi membantu soal Kak Casa. Lagi-lagi dia membuat Kakak kesusahan, kan?"

"Aku mohon, Lucia. Bantu aku! Hanya kamu satu-satunya yang dapat membantuku."

Lucia terdiam sejenak. "Tapi dengan satu syarat, Kakak harus janji, Kakak mau berhenti membuatnya menjadi tunangan."

"Baiklah, aku janji," jawab Kai cepat. Lucia tercengang mendapat jawaban secepat itu.

"Apa kamu yakin?"

"Asalkan Casa ketemu, aku mau penuhin syarat kamu Lucia. Jadi bisakah kita cari Casa sekarang?"

"Tunggu dulu! Setelah aku pikir lagi bukan hanya Kak Casa, tapi Kakak juga tidak boleh menjadikan manusia manapun sebagai tunangan Kakak! Aku hanya mau kakak ipar dari dunia immortal."

Kai langsung mengangguk. "Bisakah kita cari Casa sekarang?" ulangnya, membuat Lucia tertegun.

"Karena Kakak sudah janji, tentu saja aku akan membantu menemukan Kak Casa." Lucia menepis perasaan bersalah pada Kai. Toh, ini demi kebaikan dua belah pihak. Tidak ada sejarah di mana persilangan dua ras berbeda yang berakhir dengan baik. Perbedaan itu selalu menciptakan kehancuran.

"Lucia, terima kasih." Kai tersenyum saat adiknya mengarahkan dirinya untuk berdiri di tengah lingkaran sihir.

Lucia memalingkan wajah. Ia telah membuat lingkaran sihir berdasarkan buku penyihir yang pernah ia baca di rumah Ghani. Lingkaran ini akan membawa seseorang ke tujuan yang dia inginkan. Hanya saja, Lucia tidak benar-benar ingin mengirim Kai tempat wanita itu berada.

.

.

.

Special CrusherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang