3

700 62 7
                                    

"Morning Laur." Suara mam menyapaku dipagi hari ini.

Seperti biasa, aku harus kesekolah dan bertemu pelajaran-pelajaran yang kadang membosankan, tapi ini untuk karirku kedepannya. Jadi, mau bagaimana lagi? Mau tidak mau aku harus kesekolah.

"Morning mam." ucapku dan memeluknya erat.

"Hari ini kamu berangkat sendiri ya, Laur." jelas mam sambil memberikanku segelas susu.

"Biasanya aku memang berangkat sendiri loh mam, kecuali saat aku jatuh kemarin," ucapku sambil meminum susu yang diberi mam "Gotta go, bye mam!"

"Hati-hati ya sayang!" 

— 

Akhirnya aku sampai ditempat dudukku, melihat jam yang ternyata masih ada 30 menit lagi sebelum bel, menengok ke sebelah kiriku terlihat bangku yang masih kosong.

Dia belum datang.

Tunggu, tidak seharusnya aku menunggu Martin seperti ini, dia bukan siapa-siapa, we dont have a thing, and maybe we won't

"Yo Martijn!"

Aku menoleh ke depan, Julian.

"Eh?" Ucap Julian sambil menaikan alis sebelah kanan miliknya, "Martin belum datang?"

"Nope." Jawabku.

Julian berjalan ketempat dimana aku berdiri, menoleh kesebelah mejaku yang terlihat kosong namun sepertinya sudah diduduki.

"Kayaknya dia sudah datang," Ucap Julian terlihat kebingungan, "But where's him?"

"I don't know." jawabku sekali lagi dengan nada sedikit kutekan.

"Kalo begitu ayo cari dia." ajak Julian.

Aku mengangguk dan mengikuti Julian tepat disampingnya.

Aku dan Julian mencari Martin diseluruh sudut sekolah, bertanya pada semua orang yang ada, namun hasilnya? nihil. Tapi Julian tetap ingin mencari Martin, entah mengapa.

"Laur." Akhirnya Julian memulai pembicaraan karena dari tadi aku dan Julian hanya diam karena Julian sangat fokus mencari Martin.

"Ya?" Jawabku sambil menoleh padanya.

Julian terlihat sangat tinggi bagiku, mata abu-abu kebiruannya yang seperti Martin, jawline tajamnya yang terukir sangat sempurna, aku bisa mencium aroma dari tubuhnya yang dapat membuatku tersadar bahwa jarak antara aku dan Julian sangat dekat sampai aku dapat merasakan hembusan nafasnya menyentuh kulitku.

Aku menatap matanya dengan sangat tajam, Julian melakukan hal yang sama sepertiku, aku bisa merasakan pipiku yang merah seperti tomat matang sekarang ini, dan Julian tersenyum manis kepadaku.

"Nothing, just forget about it." ucapnya.

Aku dan Julian memutuskan untuk istirahat sebentar karena kami terlalu lelah mencari Martin yang dari tadi tidak terlihat batang hidungnya sama sekali, tidak ada tanda-tanda dimana Martin berada, bahkan jejak kakinya sekalipun.

"So," Julian memulai pembicaraan setelah kami tertawa terpingkal-pingkal entah mengapa "Let's play 20 questions."

What?

"Huh?"

"You know how to play 20 questions right?"

"Ya, i know but, seriously?"

"Yes, anything wrong?"

"No." Ucapku lalu tersenyum lebar padanya.

"My turn," he take a deep breath "what's your favourite colour?" 

Psycho [Martin Garrix fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang