5

580 72 4
                                    

Semenjak hari itu, aku sudah tidak pernah berbicara dengan Martin lagi. Dan sekarang sudah memasuki hari ke 12. Kami berbicara hanya sesekali saat Martin menanyakan tentang Julian, dan aku pasti menjawab 'Dia baik baik saja.' dan kembali fokus ke guru yang sedang menerangi pelajaran.

Dan aku merasakan, tanpa dia dihidupku, aku merasa kembali tenang tanpa beban pikiran seperti saat aku yang belum mengenal seorang Martijn Garritsen. 

Hari ini seperti biasa, aku kembali pergi kesekolah dengan bus. Aku melihat jam di iPod-ku.

6.45 a.m

Baru jam 6 lewat 45 menit. Masih ada banyak waktu untuk menunggu bus.

Bus yang menuju ke sekolahku memang datangnya cukup lama, sekitar 30 menit sekali, jadi kalau kalian telat, mati saja. Apalagi jalanan depan rumahku memang sangat sepi, tidak seperti jalan-jalan di kota metropolitan, disini memang sangat sepi kalau pagi dan malam, pada siang dan sore bisa dibilang cukup ramai. Jadi tidak salah kalau aku simpulkan,

'telat=mati'

Cukup lebay sih, tapi menurutku itu kenyataan. 

Aku kembali melihat jam di iPod milikku.

6.50 a.m.

Astaga jadi daritadi aku hanya berdiri 5 menit disini? Aku kira aku sudah berdiri selama 30 menit disini, argh.

Aku melihat mobil hitam yang familiar dimataku. Mobil berlambang Audi didepannya yang sepertinya pernah kulihat. Eh, tapi banyak yang punya mobil seperti itu disini.

Mobil hitam itu semakin lama semakin menepi ketempat dimana aku berdiri menunggu bus. Mungkin pemilik mobil itu tersesat dari jalan raya dan ingin bertanya bagaimana cara keluar dari tempat ini.

Saat mobil itu berhenti, aku melihat rambut coklat yang familiar bagiku. Baju hitam bertuliskan 'i am the issue' dan celana jeans hitam yang sangat amat sangat familiar.

"Hey." sapanya.

"M-Martin?" jawabku gugup tidak percaya.

Mobil yang aku kira adalah mobil yang tersesat dari jalan raya, yang kukira menepi karena ingin bertanya jalan keluar dari jalan ini, ternyata adalah, 

Martin Garrix.

"Yeah." balasnya.

"What are you doing here?" tanyaku "Dan kenapa kamu lewat jalan ini?"

"Setiap hari aku lewat jalan ini."

"Oh, really? setiap hari aku menunggu bus disini dan tidak pernah ada Audi hitam milikmu lewat di jalan ini, liar."

"Whatever, sweetheart," dia mengambil nafas yang dalam "I just want to talk to you, that's all."

Martin fucking Garrix baru saja memanggilku sweetheart?

Pipiku memerah, "I am not your fucking sweetheart and don't call me sweetheart."

"Look at your cheeks." ucapnya.

Pipiku lebih memerah dari yang tadi. Fuck hormones.

"Shut up." 

"Okay, it's 7.00 a.m. and seems you missed the bus."

What the hell? Bus yang ingin aku naiki, baru saja lewat, dan bus itu melewatiku. Oh no.

"Argh! You make me missed the bus! It's all your fault!" aku memukul lengan Martin berkali-kali dengan kepalan tanganku.

Psycho [Martin Garrix fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang