9

258 22 1
                                    

Kriiiiiiinggg!

"Argh." Ucapku mematikan alarm milikku.

Sinar matahari masuk kedalam kamarku, jendelaku tertutup rapih, seperti Martin tidak datang malam itu.

Aku berdiri dari tempat tidurku, mempersiapkan diriku kesekolah.

Well, let's see... Aku pakai baju apa ya kesekolah?

"Woy Laur! Buruan!" Teriak seorang laki-laki, ya pasti Brandon, dari luar kamarku.

Karena aku tidak tahu ingin memakai baju apa, akhirnya aku mengambil ripped jeans tujuh per delapan milikku, kaus hitam polos, dan sebuah vans hitam.

Aku segera menuruni tangga membawa tas sekolahku yang ya, dipenuhi banyak pin-pin yang memberi efek sedikit ramai.

"Morning!" Ucapku sambil duduk dikursi kosong sebelah Brandon di meja makan.

"Hi darling." Ucap mam.

"Hey princess." Ucap dad.

"Lama banget sih." Celetuk Brandon ketus.

"Emang kenapa sih? Hari ini juga Laur berangkat sendiri." Balasku sambil memakan sereal milikku.

"Hari ini kamu berangkat sama aku!" Ucap Brandon sedikit menaikkan volume suaranya.

"Lah, kenapa?" Tanyaku.

"Brandon hari ini mau ada lamaran pekerjaan, doakan dia ya." Jelas mam.

"Oh." Ucapku datar.

Setelah sarapanku dan Brandon habis, aku dan Brandon segera menuju ke garasi, lalu masuk kedalam mobil Brandon.

Brandon melompat masuk kedalam mobilnya lalu ia segera tancap gas.

"Jadi, apa jadwalmu hari ini?" Tanya Brandon, membuka percakapan diantara kami.

"Ya kau tahu Brandon, Vokal, Musik, Vokal, Musik, ya hanya itu-itu saja." Jawabku.

"Apa kau tidak merasa bosan dengan hal ini?"

"Terkadang aku bosan, tapi mengingat ini untuk karirku dimasa depan, ya, aku harus sangat tekun." Jelasku lalu tersenyum kearah Brandon.

Brandon membalas senyumanku. Brandon memang tidak selamanya dingin, kasar, dan cuek, terkadang ia berperilaku manis-- ralat, sangat manis dan protektif kepada ku. Ini mengapa aku menyayanginya.

"Hey, sudah sampai," Ucap Brandon yang mengakhiri lamunanku.

"Okay, thanks Brandon." Terimakasihku lalu keluar dari mobil Brandon.

Aku masuk kedalam sekolahku. Ya, pemandangan yang sama, ruangan yang sama, lukisan-lukisan yang sama, dan orang-orang yang sama.

Aku menginjakkan kaki di kelasku, kelas dimana aku duduk bersama Martin Garrix, kelas yang selalu aku idam-idam kan sejak aku SMP.

Aku merebahkan tubuhku diatas kursiku, melihat kearah sebelah kiri, malaikat--maksudku Martin, belum datang.

"Laur!" Panggil seseorang.

Aku menoleh kearah sumber suara, "Julian!"

"Apa kabar sayangku manisku?" Julian memelukku erat.

"I'm fine." Ucapku membalas pelukannya.

"Ekhem."

Aku dan Julian menoleh kearah pintu.

"Aku mau lewat." Desisnya.

Psycho [Martin Garrix fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang