Sejak kejadian tadi pagi, Dewa merenungi perbuatannya kepada Alula pagi ini.
"Gua keterlaluan kali kah? Gua sejahat itu sama Alula? Gua cuman gak mau dia sakit hati. Gua cowok yang gak baik buat dia, gak seharusnya dia punya perasaan ke gua."
Dewa seolah sedang berbincang dengan seseorang, padahal tidak ada siapapun di hadapannya.
"Gua paham. Gua sangat paham perasaan Alula ke gua, gua bahkan punya perasaan yang sama dengan Alula, tapi ..."
Batu yang sejak tadi ia pegang, ia campakkan entah kemana. Hatinya juga ikut sakit melihat air mata yang tergenang di pelupuk mata Alula.
"Maafin gua, Alula."
Bulir bening yang sejak tadi ia tahan, akhirnya lolos dari pertahanannya.
"Dewa?"
Dewa merasa seperti mendengar suara Alula, tapi tidak mungkin. Tidak mungkin Alula mau menemui Dewa setelah kejadian tadi pagi.
"Dewa!"
Suara itu terdengar kembali. Dewa memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya dia melihat Alula yang berdiri di sana.
"Lula?"
Mendengar Dewa menyebut namanya, Alula berlari mendekat ke arah Dewa. Menghamburkan seluruh badannya ke dalam pelukan Dewa.
Dewa yang merasa Alula terisak dalam pelukannya, mengelus lembut punggung Alula.
"Lula," panggilnya lirik. Hatinya terasa sakit melihat Alula seperti ini. Bagaimanapun juga ialah penyebab dari semua masalah ini.
"Maafin gua Dewa, maafin gua," isak Alula.
Dewa merasa tangisan Alula semakin deras, dia sudah tidak memperdulikan kemejanya yang akan basah karena tangisan Alula.
"Lula," ucap Dewa sambil menarik Alula pelan dari pelukannya.
"Jangan nangis lagi, lu kagak pantes buat nangisi orang kayak gua."
Dewa menghapus air mata Alula. Ibu jarinya menepis semua air mata yang mengalir melewati pipi Alula.
"Maafin gua Dewa. Gua gak bisa nahan perasaan ini. G-gua, g-gua sakit Dewa. Hati gua sakit selama ini," rintih Alula.
Hati Dewa semakin terluka lebar, melihat Alula seperti ini. Dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri karena telah membuat Alula, sahabat terbaiknya menangis.
"Lula, dengerin gua. Gua tau selama ini lu punya perasaan sama gua, tapi gua harap lu bisa nyimpan dan bahkan buang perasaan itu jauh-jauh. Kita udah bareng-bareng selama tiga tahun, dan selama itu juga gua selalu gonta-ganti pasangan. Gua gak mau lu berada dalam list itu Alula."
Air mata Alula kembali mengalir keluar.
"Gu-gua juga selama ini kagak pernah punya perasaan sama lu, Lula. Seandainya gua punya, mungkin sudah sejak kelas sepuluh gua jadiin lu pacar gua, tapi kenyataannya apa? Gua sama sekali gak ngerasain apa-apa. Gua tulus sayang sama lu sebagai sahabat gua, gak lebih dan gak akan pernah terjadi Alula."
Bohong, seorang Sadewa Aswangga tengah berbohong saat ini.
"Bilang sama gua, kalau yang lu bilang barusan itu sebuah kebohongan Dewa. Gak mungkin selama ini lu gak mungkin gak punya rasa sedikit ke gua. Guu-gua yakin lu pasti suka ju-juga sama gua," ujar Alula sambil menahan air matanya agar tidak keluar kembali.
Dewa menggelengkan kepalanya.
"Gak, Lula. Selama ini lu salah menanggapi sikap peduli gua, gua sayang sama lu sebagai sahabat gua, dan selamanya akan seperti itu."
Alula bodoh, buat apa dia memperjelas pertanyaannya.
"Oke Dewa, makasih udah jujur tentang perasaan lu. Sekali lagi gua minta maaf untuk mungkin beberapa hari yang lalu udah buat lu gak nyaman dengan sikap gua yang ngejar-ngejar lu, gua pamit dulu ya, udah mau malam. Lu jangan lama-lama di sini, entar diculik tante-tante hahah," ujar Alula dengan memaksakan senyumannya.
Alula berjalan menjauh dari Dewa. Ingin rasanya Dewa menahan agar Alula tidak pergi dari hadapannya. Hati dan pikirannya sangat bertolak belakang saat ini. Hatinya ingin mengungkapkan perasaan yang sebenarnya ia miliki, cinta Alula tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, otaknya malah melakukan sebaliknya.
Punggung Alula perlahan menghilang dari pandangan.
"Maafin gua, Lula."
"Akting lu bagus banget, Dewa. Bisa kali kayaknya lu daftar jadi aktor film luar negeri. Akting lu natural banget, salut gua."
Tiba-tiba Wisnu muncul dari balik tembok dekat Dewa dan Alula berbicara sejak tadi.
"Sejak kapan lu nguping pembicaraan gua sama Alula?"
Dewa menatap Wisnu tidak senang.
"Mau jadi pahlawan lu?" tanyanya lagi.
Wisnu tersenyum miring mendengar pertanyaan bodoh Dewa.
"Gua itu bukan Lu, Dewa. Mentang-mentang nama lu Dewa, jadi lu bisa memperlakukan semua orang semau lu? Seenggaknya lu bakalan jadi pelindung buat Alula, bukan malah lu buat nangis kayak tadi itu orang," ucap Wisnu mulai terpancing dengan suasana.
"Lu siapa sih? Datang-datang udah mau jadi pahlawan buat Lula?" cibir Dewa.
"Seenggaknya gua gak berhati iblis kayak lu."
Jika tidak memikirkan hal kedepannya, sudah dipastikan Wisnu habis di tangan Dewa.
"Lu selalu dapetin apa yang lu mau kan Dewa? Dari SMP lu selalu dapatin apapun yang lu mau dan semua orang suka sama lu, tapi gua? Gua cuman selalu jadi bayang-bayang lu aja. Gua kagak pernah terlihat sedikitpun Dewa."
Wisnu dan Dewa adalah sahabat semasa SMP, sayangnya persahabatan mereka harus hancur saat memasuki jenjang SMA.
"Bisa langsung ke intinya aja gak? Gua malas dengar basa-basi lu," sarkas Dewa.
"Lu emang gak pernah berubah ya. Oke kalau emang itu mau lu. Kalau memang lu gak suka sama Alula seenggaknya biarkan dia menemukan cintanya yang lain, jangan biarkan Alula terus-menerus berada di dekat lu. Lu seperti orang yang tidak menyukai tapi enggan untuk melepas. Egois lu, Dewa."
"Maksudnya cinta yang lain itu apa? Lu? Gua tau lu suka sama Lula juga, tapi maaf gak segampang itu gua ngelepasin Alula buat lu," tutur Dewa.
Wisnu yang mendengar itu hanya bisa terkekeh geli.
"Dewa, Dewa bisa-bisanya lu ngomong kayak gitu seolah-olah lu adalah pacarnya Alula. Inget boss sama kata-kata lu tadi, lu sayang sama Alula cuman sebagai sahabat dan gak akan pernah punya rasa lebih ke dia, jadi gak salah dong kalau seandainya lu lepasin dia," tantang Wisnu.
Dewa yang merasa emosinya akan meledak sebentar lagi memilih menyuruh Wisnu untuk pergi.
"Mending lu cabut deh, muak gua liat muka lu yang sok-sokan jadi pahlawan," usir Dewa.
"Gua bakalan pergi, tapi ingat kata gua, lepasin Alula. Biarin dia bahagia juga Dewa. Kali ini gua gak bakalan nyerahin apa yang seharusnya jadi milik gua ke lu."
***
Cinta itu sakit, tapi tidak adanya cinta kita semakin sakit.
Tolong siapapun di dunia ini bantu Alula untuk menyadarkan dirinya, bahwa tidak semua cinta harus berlabuh pada hati yang dituju. Bisa saja saat tengah berlayar kapal itu dibawa ombak ke pelabuhan yang lain.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alula & Her Love Story (Published)
Teen FictionMotto Hidup Alula: apa itu secret admirer kalau gua bisa mencintai lu secara ugal-ugalan! Jatuh cinta dengan sahabat sendiri itu memang beresiko tinggi. Hanya dua hal yang akan terjadi, jika seandainya cinta mu diungkapkan. Pertama, kalian akan menj...