"Normal nggak sih, Hyung?"
"Normal-normal aja sih menurut gue."
"Kok gue nggak terima ya?"
"Kenapa nggak terima? Setiap pilihan pasti ada konsekuensi yang harus diterima. Mau nggak mau, suka nggak suka, ya tetep harus dipaksa buat terima. Lagian kalau kita ngelawan yang ada sia-sia."
Jimin menunduk lesu. Bulir-bulir keringat nampak jelas berjatuhan. Di sekitar pelipis, rambutnya ikut lepek, bahkan bajunya sangat basah seolah sehabis terkena guyuran air.
Tapi dia tetep ganteng kok.
Entah sebenarnya apa yang ada dalam pikiran Jimin, yang pasti ia merupakan manusia terkonyol menurut Hoseok. Pikirannya tidak bisa ditebak. Jimin menyukai tantangan. Entah tantangan yang menegangkan hingga hampir mengorbankan sesuatu yang berharga, ia pasti senang hati mengikuti tantangan itu.
Satu kelakuan minusnya, Jimin itu ceroboh.
Jadi, begini ceritanya...
Beberapa waktu lalu, Jimin sadar di tempat asing. Iya, itu tempat game ujian ini. Ia tidak menyangka bahwa sadarkan diri di tempat terbuka. Pada tengah-tengah banyaknya kereta api dan rel-rel. Saat membuka mata, sinar matahari langsung menyorot dengan tajam. Jujur sih, Jimin pusing. Untungnya ia tidak buta cuma-cuma.
Bangun-bangun bukannya berada di dalam ruangan lembut dan nyaman, ia malah berada di tempat sebaliknya. Panas, gerah juga tidak ada nyaman-nyamannya sama sekali.
Terlanjur kesal, akhirnya Jimin beranjak sempoyongan. Maklum, nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Dengan sisa-sisa nyawa yang berceceran, ia melangkah gontai. Melupakan bahwa bajunya nyaris tidak layak dipakai kembali.
Keberuntungan berada di tangan Jimin. Ia bertemu dengan Hoseok di pertigaan simpang jalur kereta. Keduanya memutuskan untuk beristirahat sejenak di goa. Bohong sih. Itu hanya akal-akalan saja. Aslinya Jimin bukan ingin istirahat, ia ingin lari dari fitnah bertebaran di game itu.
Cari teman kelompok seperti cari pasangan hidup. Banyak sekali ujian dan cobaannya.
"Pantes itu si adek kelas langsung metong sekali tembak," ucap Jimin.
"Lo yakin adek kelas itu metong?"
"Yakinlah! Kalau nggak metong, terus ke mana lagi? Dia punya kekuatan simsalabim?"
Hoseok memutar mata. "Itu bukan kekuatan sih namanya."
"Kok bisa? Gue aja lihat kartun superhero tiap hari pasti ada yang kekuatan menghilang tuh. Keren banget pasti." Lihatlah, mata bulat milik Jimin kini berbinar cerah. Tampilannya seperti anak TK memang, tapi jangan tertipu. Diam-diam begitu ia punya otot tauk!
"Itu kartun, kalau ini 'kan di dunia nyata."
Seketika Jimin terdiam, terbengong. "Bener juga ya."
Hening.
Semilir angin kemudian terdengar. Menerbangkan anak rambut milik kedua remaja laki-laki di sana.
"Kita sebenernya lagi bahas apa sih?" Hoseok menghela napas jengah. Jika sudah bersama Jimin, akan dipastikan mereka membahas hal sampai ujung-ujungnya. Tidak akan habis. "Mending ayo cari temen-temen. Kita di sini diem doang kagak bakal ada hasil."
"Capek, Hyung."
"GUE JUGA CAPEK, JIMINYAK!!!" Tarik napas, buang perlahan. Tarik napas, hembuskan lewat belakang. Eh. Sabarlah wahai Hoseok. Semoga rambutnya tidak cepat berubah warna. Menghadapi satu Jimin sama dengan menghadapi dua perempuan berisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exam Games [Segera Terbit]
Mystery / Thriller❝Nggak naik kelas gara-gara kalah main game?❞ Segera terbit di @teorikatapublishing ya!