PROLOG

753 56 4
                                    

Assalamualaikum...

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Bang!"

Tak ada balasan. Hanya detik jarum jam yang terdengar. Angin yang berhembus, perlahan masuk melalui ventilasi kamar.

Tengah malam

Tatkala orang-orang sudah lelap tertidur, anak kecil kisaran 5 tahun itu masih terjaga, duduk sendiri seraya memeluk lututnya. Sosok kecil lain di samping kanan dan kirinya tampak sama sekali tak terusik.

"Abang..."

Karena tak mendengar jawaban, bocah berusia 5 tahun itu, Aga, kembali memanggil pelan, kali ini disertai sedikit guncangan.

Ady, sosok kecil yang dipanggil Aga dengan sebutan Abang tampaknya mulai terganggu. Netranya terbuka pelan dan mengerjap perlahan.

Ady masih linglung dan bingung ketika ia dapati sang adik menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Ia pun ikut duduk. Namun belum sempat bertanya, teriakan yang sayup-sayup terdengar membuat Ady sepenuhnya sadar.
Matanya menoleh cepat ke arah pintu, kemudian berbalik kembali menatap adiknya.

Tangannya dingin kala dirasa suasana mulai mencekam. Suara-suara itu semakin terdengar jelas dari balik pintu kamar.

"Abang, aku takut...," cicit Aga pelan, dengan bibir yang bergetar.
Hidungnya memerah, dan di pipinya sudah terdapat sungai kecil yang mengalir.

Rumah mereka tak terlalu besar dan cukup sederhana, sehingga sumpah serapah serta makian itu bisa jelas terdengar. Ady tau itu suara orang tuanya. Tapi ada apa? Kenapa mereka berteriak satu sama lain?
Mata Aga bergerak gelisah, jantungnya berdebar dengan tangan yang saling menggenggam.

PRANG!

BLAM!

"BUNDA!"

Aga berteriak histeris.

Tangan Ady bergetar menutup telinga. Bibirnya memucat ketika mendengar ada sesuatu yang pecah. Sangat keras. Disusul dengan pintu rumah yang tertutup kencang.

Aksa, bocah lain di samping kiri Aga, yang tadinya tampak tertidur tenang, seolah tak terjadi apa-apa, kini terisak pelan di bawah selimutnya.

"Hiks, Bunda tolongin!"

Ia tahu sedari awal, tapi terlalu takut untuk membuka mata.

.
.
.

Mereka masih terlalu kecil untuk mengerti. Yang Ady tahu, ayah dan bunda mereka bertengkar.
Dan sejak saat itu, ayah tak pernah lagi pulang.

Setahun

Dua tahun

Bahkan di tahun-tahun berikutnya, ayah tak juga datang.

Biarlah mungkin orang lain menganggap ini suatu hal yang biasa saja, tidak penting, terlalu lebay, dan berlebihan, karena mengingat mereka bertiga sebenarnya seumuran. Tapi bagi Ady, label kakak yang tersemat di samping namanya bukan hanya sekedar gelar, dan tak bisa ia sepelekan.

__________________

__________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Assalamualaikum...

Ngomong-ngomong Ini adalah cerita pertamaku... Mohon maaf jika ada kesamaan alur ataupun nama tokohnya, karena itu terjadi karena ketidaksengajaan yaa ^⁠_⁠^

Dan mohon maaf juga jika masih ada banyak sekali kesalahan dalam penulisan ceritanya. Jika kalian menemukan kejanggalannya mohon dikoreksi ya, tandai dan tinggalkan komentar ya...

Karena saran dan masukan dari kalian sangat berharga 🤗

Aku harap kalian suka sama ceritanya dan boleh banget kalo mau disimpan di library kalian 🥰

Jangan lupa Vote dan komen yaa 🤗

Terima Kasih

See you...

BaswaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang