19 September
Jam istirahat terakhir, kedua manusia ini sedang duduk bersila di lantai perpustakaan sembari makan camilan diam-diam.
"Everything reminds me of you. Kemana saja kamu, Liv?"
"Hanya... belajar. Dalam kelas. Dan pulang lebih awal" Livia sibuk membuka toples brownies. Lalu memakannya dengan penuh sanjungan dalam hati.
"Minggu ini akan ada Retret, kelas 12 yang menjadi pemandunya. Kau sudah tau?"
Livia menggeleng. "Kamu ikut 'kan?"
"Who knows. Kabarnya guru ingin bertukar gedung sekolah dengan kota lain,"
"Jauh?"
"Mungkin. Em- kapan terakhir kau berkunjung ke rumahku?"
"Cukup lama"
Felix mengambil remahan brownies yang jatuh di bawah lutut Livia.
Livia tersentak, dia memutar kepala ke arah Felix dan sedikit berpindah tempat, menjauhi Felix.
"Oliv, why? Aku menyakiti mu? Kenapa ekspresimu begitu?"
Livia tersenyum tipis, "tadi hanya reflek" Livia lanjut makan brownies sambil mengelus rok sekolahnya.
Felix heran dengan Livia, dia bergerak seolah duduk ditempat yang membuatnya risih. "Kau merasa tidak nyaman? mau aku belikan minum sebentar?"
Livia menggeleng.
Perlakuan itu membuat Felix kesal, Livia hanya tersenyum, menggeleng, berbicara gugup, dan gemeteran.
"Don't lie to me! Hari ini kau aneh Liv, coba katakan sesuatu..."
"...Kalau tidak suka brownies-nya jangan dimakan. Tidak perlu memaksakan diri. Berpura-pura baik di depan orang lain itu perlu, Kau bisa melakukannya di rumah, tapi Aku tidak butuh itu."
"Jadilah dirimu sendiri didepan ku, Liv! Aku tidak perlu kebaikan semu yang kau buat. Ungkapkan hal yang kau suka dan kau benci saat bersamaku. Aku bisa menjadi bahu untukmu bersandar" tegas Felix
Tangis Livia pecah.
"Hey! That's not what I mean. Aku hanya ingin kamu cerita sebenarnya"
"I was wrong," Livia menutup wajah dengan telapak tangan.
"Felix... Kamu tidak akan meninggalkan ku 'kan?"
"..."
"Kamu- kamu tidak akan nampar ku kan?" Livia gagap. "Aku takut, aku takut lix."
Felix mendekat ingin memeluk Livia. Tapi Liv menjauh seketika.
"Menjauh! Aku takut semua orang" Livia menyembunyikan wajahnya di balik lutut yang ditekuk.
Felix benar-benar membeku ditempat.
"Oliv, Siapa yang kau maksud? Aku tidak akan menamparmu."
"Ayah... Ayah menampar, menjambak dan- dia menyakiti ku" Lirihnya bersembunyi di kedua pahanya.
Felix mengelus bahu Livia tapi sang empu menipisnya cepat.
"Aku... takut,"
"Pergilah..." titahnya masih menyembunyikan wajah basahnya.
"Tenangkan dirimu dahulu. Cari aku jika kamu butuh bantuan" Felix melangkah keluar perpustakaan. Tidak ada pilihan lain bukan?
Langkahnya berhenti di depan tangga, "Setelah sekolah berakhir, aku ada di taman bellis."
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴏɴ'ᴛ ʟᴇᴀᴠᴇ ᴍᴇ || 𝐅𝐄𝐋𝐈𝐗 🅷🅸🅰🆃🆄🆂
Romance⚠ Cerita ini belum siap kedatangan pengunjung Tunggu sampai Judul Bab (̶̶t̶̶i̶̶d̶̶a̶̶k ̶̶d̶̶i̶̶c̶̶o̶̶r̶̶e̶̶̶t) 𝗧𝗲𝗿𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗽𝗲𝗿𝘂𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗮𝗹𝘂𝗿 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 . 𝗠𝗼𝗵𝗼𝗻 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗮𝗯𝗮𝗿 . . 𝗠𝗮𝗮𝗳 𝗮𝘁𝗮𝘀 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸𝗻𝘆𝗮𝗺𝗮𝗻...