Chapter 4: Kebaya Untuk Kat

68 7 0
                                    

"Bagaimana Kagan? Cantik, 'kan?" tanya Tante Ilana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana Kagan? Cantik, 'kan?" tanya Tante Ilana. Dialah yang paling antusias hari ini.

Wajah Kagan yang kelewat tanpa ekspresi teralihkan dari layar ponsel. Sepasang matanya yang cokelat gelap dihiasi bulu mata tipis terarah pada Kat. Lelaki itu memaksakan senyum, lalu mengangguk sekenanya.

"Tante senang saat kalian berkata akan menikah. Kita doakan supaya Hera tenang di sana. Dia pasti bahagia melihat kalian," lanjut Tante Ilana.

Saat nama Hera disebut, Kagan tiba-tiba berdiri dan berjalan keluar dari butik. Kat dan Tante Ilana bertukar pandang, begitu juga Desti. Bagaimana Kagan tidak sedih? Ia pasti masih memikirkan istrinya yang belum lama pergi.

Niat Kat sedikit terusik, ia meragu. Benarkah keputusan ini? Keputusan untuk menikah dengan Kagan?

"Kat, ada yang perlu dibenerin lagi? Ini udah cukup? Nyaman?" Desti mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Ma. Udah cukup."

Tante Ilana menggiring Kat ke depan standing mirror. Pantulan tubuh Kat dalam balutan kebaya bertabur renda dan payet, dengan kerah semi sanghai terlihat sangat cantik, ditambah rambut bergelombangnya yang dicepol asal. Kebaya itulah yang akan dia kenakan saat akad beberapa hari lagi.

Semua serba mendadak, persiapan pernikahan dilakukan oleh Desti dan Tante Ilana. Kat sesekali diajak dan berusaha mencari waktu untuk ikut. Sebaliknya, Kagan menolak dengan alasan sibuk. Apa yang disukai Kat dan para ibu adalah yang terbaik untuknya.

Pernikahan macam apa ini? Saat mempelai lelaki saja tidak antusias mengurus pernikahan. Namun, Kat tidak  mau menyalahkan Kagan. Ia paham, lelaki itu menikahi semata hanya karena wasiat mendiang sang istri. Kat bersumpah akan menjalaninya sesuai dengan sikap Kagan. Biasa saja, tidak usah menggebu-gebu. Toh, ini pernikahan yang tidak dia inginkan.

"Tante, Mama, aku ke kamar mandi dulu," kata Kat setelah selesai mengganti setelan kebaya tadi dengan bajunya sendiri.

"Iya, Sayang. Setelah ini kita makan siang bareng, ya." Tante Ilana tersenyum menanggapi.

Kat hanya mengangguk dan bergegas keluar. Kamar mandi khusus untuk pengunjung terletak di ujung koridor dekat pintu masuk. Kat memelankan langkah, ia melihat Kagan tengah berdiri di pilar koridor sambil memainkan ponsel.

"Udah selesai, ya?" tanya Kagan.

"Iya, Mas. Kalau Mas mau masuk, masuk aja."

"Kamu mau ke mana?"

"Kamar mandi." Sebelum melangkah meninggalkan Kagan yang sempat mengangguk paham, Kat menghentikan langkah. "Mas Kagan?" panggilnya.

"Kenapa, Katya?" Kagan berbalik karena panggilan itu.

"Maaf kalau kamu nggak nyaman karena ucapan Tante Ilana tadi. Aku juga nggak enak kalau mereka terus mengungkit-ungkit kepergian Kak Hera. Maaf, ya, Mas."

Her Private Husband (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang