Chapter 6: Kesepakatan Kat & Kagan

112 11 1
                                    

Untunglah kaki Kat tidak terlalu parah, sehingga bisa berjalan sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Untunglah kaki Kat tidak terlalu parah, sehingga bisa berjalan sendiri. Ia tidak mau merepotkan orang lain di rumah ini, terlebih Kagan dan Ilana. Sekarang bukan itu yang penting, tetapi di mana dirinya harus tidur? Di kamar Kagan? Dalam kecanggungan yang ganjil?

Rasanya lebih menakutkan ketimbang berhadapan dengan Bu Teti. Andai saja ada kamar lebih, Kat akan memilih tidur di sana. Bagaimana bisa ia harus berbagi ranjang dengan pria yang pernah dinikahi oleh sang kakak? Dengan pria yang selama ini Kat anggap sebagai ipar? Dengan pria yang selama ini sangat dicintai Hera?

Ini gila!

"Katya, bagaimana keadaan kakimu?" Tiba-tiba Kagan muncul dari ruangan sebelah—ruang kerjanya.

Untung Kat tidak terlalu kaget seperti sebelumnya. "Oh, nggak apa-apa, Mas. Kata Tan—eh, Mama Ilana, besok juga baikan."

Sekarang karena telah menjadi istri Kagan, Ilana meminta Kat memanggil demikian. Sebagaimana dulu Hera memanggil wanita itu. Mau tidak mau Kat harus mulai membiasakan diri.

Kagan masih dengan wajah tanpa ekspresinya. Sehingga Kat tidak pernah tahu apa yang dipikirkan atau dirasakan lelaki itu. Ia terlalu sulit ditebak.

"Masuk dan istirahatlah," kata Kagan sembari berjalan lebih dahulu.

"A-anu, Mas ... aku takut bikin kamu nggak nyaman. Jadi, mungkin aku bisa tidur di tempat lain. Di sofa juga nggak apa-apa," kata Kat. Ia sadar diri dan tidak mau membebankan Kagan.

Alis rapi Kagan menukik sebentar. Sorot matanya yang sendu tampak menampilkan keheranan. "Kenapa saya harus merasa terganggu? Kita sudah menikah, wajar saja tidur bersama." Kagan melangkah lebih jauh, sedangkan Kat berjalan takut-takut di belakangnya. Tanpa berbalik lagi Kagan berkata, "Lagi pula, tidur di sofa tidak nyaman."

"B-benar, Mas? Aduh, aku jadi nggak enak. Maaf, ya, kamu jadi harus berbagi tempat tidur denganku."

"Nggak usah minta maaf, Katya. Kamar ini milikmu juga."

Milik gue juga? Kat mengejap sesaat. Bukankah memang begitu. Kalau sudah menikah, suami-istri akan tidur bersama. Mereka memiliki kamar tersendiri. Hanya untuk si istri dan si suami. Kagan tidak salah.

Iya, itu mungkin berlaku buat orang lain, tetapi Kat? Benar-benar canggung rasanya harus berbagi ruangan dengan pria yang tidak ia cintai sama sekali.

Aneh, pikiran Kat selama beberapa hari sebelum menikah sangatlah buruk. Ia takut Kagan hanya terpaksa dan akan bersikap tidak baik padanya. Mungkin bersikap dingin, cuek, atau mengintimidasi setiap saat dengan tatapan. Alih-alih berbagi ruangan, Kagan mungkin akan mengatakan bahwa ia hanyalah terpaksa menikah dengan Kat. Lalu, menghardiknya habis-habisan.

Ternyata itu hanyalah pikiran jelek Katya Maharani. Sikap Kagan terlalu tenang. Kat diperlakukan seperti biasa; dengan baik. Walaupun dulu saat Kagan masih berstatus suami Hera dan jarang bertemu Kat, tetapi Kat sering mendengar kebaikan lelaki itu dari bibir kakaknya.

Her Private Husband (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang