"Serius desanya sejauh ini??" Protes Pandu, "Gue mending naik motor sendiri lah. Gak jelas juga tempatnya di gunung."
"Pak Ari kan gak bolehin kita pakai kendaraan pribadi. Disuruh membaur sama warga disana biar saling mengenal," jelas Arga.
"Bacot banget tuh pak Ari! Udah kita yang bayar transportnya sendiri, bayar kehidupan disana dll. Gila sih!" lanjut Pandu.
"Mending ikutin aja udah kata-kata pak Ari. Selesai, gak ada masalah." Kali ini Alvin yang angkat suara.
"Sama fokus aja sama projek kita nanti. Ini masih banyak rencana proker belum jadi loh." Ikhsan mengingatkan.
"Transport kesananya aja udah masalah. Gue gak sekaya lo ya, anjing!" bentak Pandu.
"Weh santai dong sama adek gue! Bonyok baru tahu lo!" Imron mencengkram kerah baju Pandu.
"Udah, udah! Ngapa jadi berantem sih? Tenang dikit napa." Rian memisahkan Imron dan Pandu. Pandu masih mengomel sendiri karena kesal.
Ketika teman-temannya sedang berdebat hanya Nudin saja yang diam sambil memainkan game di ponselnya. Ia memakai headphone sehingga tidak mendengarkan apa yang terjadi di sekitarnya.
"Gue juga aslinya keberatan, Du. Tapi ini udah seminggu lagi sebelum kita berangkat. Gue bakal coba minta ke pak Ari buat ringanin biaya. Minimal transportnya lah, karena kita harus pake angkutan umum sana sini. Jelas?" usul Arga. Pandu pun hanya diam tidak membalas apapun.
"Berarti fix ya minggu depan kita berangkat?" tanya Rian. Arga mengangguk.
"Lo aman kan, Din?" tanya Ikhsan. Nudin sama sekali tidak mendengarnya. Ikhsan pun menarik lepas headphone yang dipakainya.
"Apa sih?"
"Minggu depan kita berangkat."
"Heeh lah," jawab Nudin mengiyakan dengan sedikit kesal lalu memasang lagi headphonenya.
Mereka pun menyelesaikan diskusi lalu pergi dari kafe. Hanya Nudin yang pulang terakhir karena gamenya belum selesai juga.
***
Satu minggu kemudian.
Mereka menaiki kereta untuk mencapai kota yang dimaksud. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan bis, lalu angkutan umum yang mengarah ke desa Citomang. Mereka beristirahat dulu sejenak di warung makan karena perjalanan yang panjang. Arga sebagai ketua mereka mencoba menghubungi kepala desa Cibudan, pak Doni, yang katanya akan menjemput mereka.
Untuk biaya perjalanan akhirnya pak Ari bersedia membantu pembayaran transportasi karena hanya kelompok merekalah yang terjauh tempatnya.
"Halo pak Doni. Saya Arga mahasiswa yang akan melaksanakan KKN di desa Cibudan. Izin mengabari saya sudah sampai di desa Citomang," ucapnya.
Suara berat di seberang teleponnya pun membalas, "oh, mas Arga toh. Saya juga sudah ada di desa Citomang. Kirim lokasinya ya, nanti saya kesana langsung."
"Baik pak, terimakasih." Arga menutup telepon lalu mengirimkan lokasinya.
Tidak lama kemudian, 7 motor datang ke warung makan itu. Pak Doni beserta rekan-rekannya mengenalkan dirinya kepada para mahasiswa. Perawakannya sudah 50 tahun dengan kumis tipis dan berkulit coklat sawo. Rambutnya pun mulai memutih tetapi postur badannya masih terbilang tegap.
Pak Doni menatap ketujuh mahasiswa di depannya. Ia mengira awalnya mahasiswa yang dikirim ke desa Cibudan akan berpenampilan urakan dan nakal, namun ternyata sangat rapi dan termasuk dalam kategori good looking, hanya Pandu yang masih masuk ke dalam kategori nakal dari bentuk wajahnya yang tegas. Pak Doni tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemerahan Mahasiswa KKN (END) Reupload
Teen FictionKisah dari 7 orang mahasiswa yang melaksanakan KKN di desa terpencil bernama Desa Cibudan. Berniat untuk menyelesaikan tugas KKN mereka tapi malah berhadapan dengan masalah yang mempertaruhkan benih kejantanan mereka. Bagaimana kisah dan nasib merek...