7 • Piknik di Bukit

14 6 0
                                    

Karakter, latar, dan alur cerita dalam karya ini adalah hasil imajinasi penulis. Meskipun mungkin terinspirasi dari peristiwa nyata, tidak ada niatan untuk menggambarkan orang, tempat, atau kejadian tertentu secara akurat. Cerita ini ditujukan untuk hiburan semata.

• • •

Hari Minggu yang cerah menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh Jocelyn dan teman-temannya. Mereka berencana untuk piknik di bukit yang terkenal dengan pemandangannya yang indah. Bukit itu menawarkan panorama desa yang menakjubkan, dengan hamparan sawah hijau yang luas, sungai yang berkelok-kelok, dan pepohonan rindang yang memberikan kesejukan. Jason, yang sudah semakin dekat dengan Jocelyn, juga ikut dalam acara piknik ini.

Pagi itu, Jocelyn terbangun dengan perasaan berbunga-bunga. Ia sudah menyiapkan bekal makanan dan minuman, serta perlengkapan piknik lainnya. Ia mengenakan pakaian kasual yang nyaman, celana jeans dan kaos berwarna cerah, serta topi jerami untuk melindungi diri dari sinar matahari. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, menambah kesan manis pada penampilannya.

Setelah sarapan, Jocelyn dijemput oleh Sarah dan teman-temannya. Jason sudah menunggu di depan rumah Sarah dengan sepeda motornya. Jocelyn naik ke boncengan motor Jason, merasakan debaran jantung yang tak biasa. Angin sepoi-sepoi membelai rambutnya saat mereka melaju, membawa aroma bunga liar yang harum.

Perjalanan menuju bukit cukup menyenangkan. Mereka melewati jalanan desa yang berliku, dikelilingi oleh sawah hijau yang membentang luas. Udara segar dan pemandangan indah membuat perjalanan terasa lebih singkat. Jocelyn sesekali menoleh ke belakang, melihat teman-temannya yang mengendarai sepeda motor lain dengan riang.

Sesampainya di bukit, mereka segera menggelar tikar dan menata bekal makanan. Berbagai macam makanan dan minuman tersaji di atas tikar, mulai dari nasi goreng, sate ayam, hingga buah-buahan segar. Aroma makanan yang menggugah selera membuat perut Jocelyn keroncongan.

Mereka makan bersama sambil mengobrol dan bercanda. Jocelyn merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia merasa semakin diterima di lingkungan barunya. Tawa riang mereka bergema di udara, berbaur dengan suara alam yang menenangkan.

Setelah makan, mereka bermain game bersama. Ada yang bermain petak umpet, ada yang bermain bola voli, dan ada juga yang sekadar duduk-duduk sambil menikmati pemandangan. Jocelyn dan Jason memilih untuk berjalan-jalan menyusuri bukit.

Mereka menemukan sebuah tempat yang teduh di bawah pohon besar. Jocelyn dan Jason duduk berdampingan, menikmati pemandangan indah di bawah mereka. Hembusan angin sepoi-sepoi membuat dedaunan pohon berdesir lembut, menciptakan suasana yang romantis.

"Pemandangannya indah sekali," kata Jocelyn sambil memandang hamparan sawah hijau yang terbentang luas. Matahari bersinar cerah, membuat padi-padi yang menguning berkilauan seperti emas.

"Iya, aku juga suka," jawab Jason. "Aku sering ke sini kalau ingin mencari ketenangan."

Jocelyn mengangguk. Ia bisa merasakan kedamaian yang menyelimuti tempat ini. Suara alam yang menenangkan, jauh dari kebisingan kota, membuat hatinya terasa lebih ringan.

"Jocelyn," panggil Jason, suaranya sedikit bergetar.

"Ya?" Jocelyn menoleh pada Jason, jantungnya berdebar-debar.

"Aku senang bisa berteman denganmu," kata Jason sambil menatap mata Jocelyn. Tatapannya begitu dalam dan tulus, membuat Jocelyn tersipu malu.

Jocelyn tersenyum. "Aku juga senang bisa berteman denganmu, Jason."

Mereka terdiam sejenak, menikmati suasana yang tenang. Hanya ada suara angin sepoi-sepoi dan kicauan burung yang memecah kesunyian.

Jason meraih tangan Jocelyn dan menggenggamnya erat. Jocelyn merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa.

Jason mendekatkan wajahnya ke wajah Jocelyn. Jocelyn memejamkan mata, menunggu sentuhan bibir Jason.

Namun, sebelum bibir mereka bertemu, suara teriakan teman-teman mereka terdengar.

"Jocelyn! Jason! Ayo main!" teriak Sarah.

Jocelyn dan Jason tersentak. Mereka segera melepaskan genggaman tangan mereka.

"Iya, sebentar!" jawab Jocelyn.

Mereka berjalan kembali ke tempat teman-teman mereka berkumpul. Jocelyn merasa sedikit kecewa, tapi ia juga merasa lega. Ia belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Jason.

Piknik di bukit itu menjadi momen yang tak terlupakan bagi Jocelyn. Ia merasa semakin dekat dengan Jason dan teman-temannya. Ia merasa bahagia bisa menjadi bagian dari kelompok ini.

Dying WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang