Chapter 5

31 2 3
                                    

Aku tertidur ketika bersandar pada Xavier. Saat aku terbangun di keesokan harinya, hari sudah hampir siang.

Aku memeriksa apakah Xavier sudah bangun. Saat aku hampir tiba di kamarnya, pintunya telah terbuka. Dia berpakaian rapi, berdiri di depan cermin.

Airiss : "Xavier? Kenapa kau..."

Aku mendekatinya. Ternyata dia berpakaian untuk bertemu dengan Yang Mulia Raja.

Airiss : "Apa kau bermaksud untuk kembali ke istana?"

Xavier : "Aku tidak bisa lari selamanya. Aku akan menemuinya secara langsung kali ini."

 Airiss : "Kau tidak perlu pergi, jika tidak menginginkannya."

Xavier tetap diam. Dia mengambil pedangnya di dekat cermin. Hatiku tenggelam saat aku melihat rumbai itu. 

Siapa yang tahu kapan kami akan bertemu lagi...

Airiss : "Aku pernah bilang punya permintaan sebelum duel kita. Boleh aku bertanya?"

Xavier : " Kau boleh bertanya sepuluh kali jika itu membuatmu senang."

Aku mencoba untuk menyemangati diriku. Dan...

Airiss : "Siapa yang memberimu rumbai bintang itu? Pacarmu?"

Xavier : "..."

Xavier menatapku sesaat. Dia tiba-tiba tersenyum.

Xavier : "Pada akhirnya, tiba juga waktunya. Ya, dari seseorang yang ku suka."

Airiss : "...!"

Aku tau pasti begitu, dan lagi aku merasa gelisah dia mengaku begitu mudahnya.

Airiss : "Lalu... Dia... Apa dia benar-benar seseorang yang kau sukai?"

Xavier : "Iya."

Airiss : "...Apa kau sangat menyayanginya?"

Xavier : "Tidak seperti yang lainnya, kecemerlangannya memiliki tempat istimewa di hatiku."

Airiss : "..."

Aku mencengkream ujung mantelku. Penyesalan karena mengajukan pertanyaan seperti itu begitu nyata.

Airiss : "Kau sangat menyukainya..."

Xavier : "Dia meninggalkaku bertahun-tahun yang lalu. Aku telah mencarinya sejak saat itu."

Airiss : "Jadi, untuk alasan itu kau ikut tim ekspedisi? Untuk mencarinya?"

Xavier : "Ah? Bukan, sama sekali tidak..."

Airiss : "Apa kau menyimpan rumbai itu untuk mengingatnya?"

Xavier : "Aku tidak pernah melupakannya. Dialah yang melupakanku."

Airiss : "Bagaimana mungkin dia?"

Meskipun ini menjadi pembahasan yang menyedihkan, Xavier tidak sedikit pun kesal karena suatu alasan.

Xavier : "Kami bertemu kembali, tapi dia tidak punya ingatan tentangku. Dia bahkan tidak ingat kapan dia memberiku rumbai ini. Ada ekspresi tertentu yang dia gunakan setiap kali kami bertemu."

Sambil berbicara, dia melirikku, terlihat tidak puas.

Xavier : "Itu adalah ketidaktahuan yang membahagiakan dan takjub."

Airiss : "Beraninya dia?!"

Melihat Xavier seperti ini, aku merasa kasihan.

Aku tidak menyesal lagi karena bertanya. Aku hanya merasa kesal atas penderitaan yang dia lalui.

Shooting StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang