Chapter 9

50 5 11
                                    

Ketika penobatan berlangsung, sang Ratu dan Ksatria Grandis-nya harus mendapat restu dari rakyat.

Akan tetapi ksatriaku yang berada di hadapanku, menolak untuk berdiri di sisiku.

Banyak hal telah berubah sejak kami meninggalkan Silvercord. Sulit kuingat secara detail.

Dari seorang ksatria menjadi seorang putri, perjalananku yang sulit membawaku ke sini.

Xavier dan para Backtracker-nya telah lama meninggalkan Lightseeker. Mereka dianggap sebagai pengkhianat.

Sekali jalan kita terpisah, tentu akan sulit untuk bertemu satu sama lain.

Airiss : "Kau satu-satunya yang paling tahu harga yang harus dibayar Philos jika kau gagal. Bukankah yang dulu kau ceritakan padaku adalah tujuan Backtracker?"

Xavier menundukkan kepalanya dan mencengkram gagang pedangnya. Saat itu aku menyadari rumbai di pedangnya telah diganti oleh lencana yang keberikan untuknya.

Aku tidak tahu apa yang membuat dia menggantinya, tapi tak ada gunanya bertanya.

Xavier : "Dulu guru kita pernah berkata bahwa pedang seorang ksatria harus mengikuti kemanapun penguasa menunjuk. Aku masih mengingatnya."

Dia menatapku dengan tatapan yang membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku. Namun kedalaman tatapannya tak terukur.

Xavier : "Entah Yang Mulia percaya atau tidak, aku tidak pernah berubah."

Dia meraih tanganku dan menciumnya.

Xavier : "Semoga Philos tetap makmur untuk selamanya."

Ketika Xavier pergi, telah begitu banyak waktu berlalu sebelum akhirnya aku sadar kemudian aku berjalan menuju balkon.

Aku melihat kerumunan yang bersorak, tapi aku tak bisa menemukannya.

Mungkin dia telah menghilang. Jauh dan jauh.

Aku mengingat kembali suatu malam ketika dia membawaku keluar dari Hutan...

Pedang cahayanya membelah kegelapan, menyinari duniaku seperti sebuah bintang jatuh--sebuah kenyataan di tengah ilusi, bintangku.

Xavier : "Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu? Apa kau terluka?"

Kehangatan nafas Xavier terasa nyata, namun aku berusaha keras untuk menyadari kebenaran di hadapanku.

Airiss : "Xavier..."

Aku mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya. Xavier menggenggamnya untuk memastikan.

Xavier : "Kau tidak sedang bermimpi. Ini aku. Aku telah kembali."

Aku melayangkan pukulan pada dadanya karena kesal.

Xavier : "Guru pernah bilang kan, seorang ksatria terhormat tidak seharusnya menjadi korban penyergapan. Dan.. seorang ksatria terhormat juga tidak seharusnya menghilang tanpa sepatah kata. Aku yang salah, kau boleh memukulku lagi jika itu membuatmu merasa lebih baik."

Aku bangkit untuk berdiri.

Xavier : "Bisa berdiri?"

Namun aku segera terhuyung. Xavier segera menangkapku agar tidak terjatuh.

Xavier : "Hati-hati... Aku bisa menggendongmu kalau kau tidak bisa berjalan. Tapi, meskipun kau sanggup berjalan, aku tidak keberatan."

Xavier menggendongku di punggungnya.


Dia menyelamatkanku dari kegelapan.

Di setiap langkahnya, diiringi oleh kicauan lembut dari serangga dan forget-me-not memancarkan kilauan lembut.


Airiss : "Bunga-bunga di Akademi pasti sedang bermekaran. Sayang sekali tidak ada kunang-kunang..."

Xavier : "..."

Xavier : "Kunang-kunang. Khusus untukmu."

Airiss : "Kau membuat butiran cahaya itu. Itu bukan kunang-kunang. Kau tak bisa berbohong padaku."

Xavier berhenti. Aku mengikuti pandangannya ke langit malam.

Xavier : "Bukan apa-apa. Kebetulan aku melihat sebuah bintang jatuh."

Airiss : "Bintang jatuh... Apa kau masih ingat akan Uluru, Xavier?"

Xavier : "Tentu saja. Planet kecil kita."

Airiss : "Mungkinkah Uluru akan berubah menjadi bintang jatuh?"

Xavier : "..."

Xavier : "Tidak mungkin. Umurnya baru 200tahun. Planet itu masih sangat muda. Karena itu, bunga-bunga di sana pasti sedang bermekaran."

Airiss : "Wanderer adalah ancaman yang serius. Cepat atau lambat, mereka akan tiba di Uluru. Akan menjadi Philos yang lain."

Airiss : "Aku lelah, Xavier... Bagaimana jika suatu saat aku tidak bisa mengayunkan pedangku?"

Xavier : "..."

Xavier : "Beristirahatlah, aku akan tetap di sisimu. Selalu."

Aku pun memejamkan mataku.

Xavier : "Jika kau tidak tahu kemana harus pergi, tak ada tempat untuk mengistirahatkan dirimu yang lelah... kau bisa tinggal bersamaku.

Airiss : "..."

Airiss : "Kau selalu berbohong."


Dia selalu begitu.

Dia selalu berbohong, lagi dan lagi dan lagi dan lagi.

Dia bilang harapan akan datang mengikuti tibanya musim semi.

Dia bilang akan membawaku ke planet baru yang dia temukan.

Dia bilang tidak ingin menjadi Raja tapi juga tidak mau jika aku berdiri di sisi yang lain.

Dia bilang akan kembali ketika aku merindukannya.

Dia bilang ketika aku menjadi Ratu Philos, dia akan menjadi Ksatriaku.

Lagu yang dia buat kini telah menjadi kenyataan. Meskipun ribuan orang menyorakkan namaku, dia meninggalkanku...


Kembang api yang mempesona memenuhi langit. Aku meninggalkan balkon dan mengundurkan diri ke gelapnya ruangan takhta.

Di saat itu, sebuah pesawat luar angkasa menembus langit bagaikan sebuah bintang jatuh, menghilang dalam malam.

Langkahku bergema di ruangan kosong ini. Tak seorang pun yang akan berada di sisiku.

Bintangku telah meninggalkanku.

Dan kali ini... dia tidak akan pulang kembali.

Shooting StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang