Lembar 8

0 0 0
                                    

"There are two basic motivating forces: fear and love. When we are afraid, we pull back from life. When we are in love, we open to all that life has to offer with passion, excitement, and acceptance."

- John Lennon

Apakah benar aku mabuk?

Andai semua yang dikatakan Abbie itu benar, apakah aku terlalu kejam dengan mengusirnya seperti itu? Kurasa tidak, jika dibandingkan dengan gangguan yang diberikannya belakangan ini. Dia memberiku sakit kepala luar biasa. Aku masih ingat hari pertama dia datang kesini, dia mengenakan kemeja putih berlengan pendek, blue jeans, dan sneakers putih. Dia datang tanpa suara, dan hanya menunjuk makanan yang ingin dipesannya. Lalu raut wajah menyebalkannya muncul, dan kalimat selanjutnya membuatnya lebih menyebalkan.

"Namamu adalah Nathalie Matilde, benar? Aku tidak pernah bertemu dengan perempuan Perancis sebelumnya, dan harus kuakui bahwa kau sangat memesona. Apa yang dilakukan perempuan secantik dirimu di tempat seperti ini?"

Aku pikir orang-orang Inggris adalah orang-orang berkelas dan menjunjung tinggi sopan santun. Ternyata sesempurna apa pun sebuah kota kelihatannya, selalu ada orang sepertinya. Aku tidak akan menolak sebuah kemungkinan Tuhan menciptakan makhluk sepertinya di seluruh penjuru dunia agar orang-orang seperti kami bisa lebih sabar dalam menghadapi cobaan. Namun, orang ini sudah melampaui batas. Dia pikir siapa dia? David Copperfield? Apa yang dia lakukan hanyalah mengucapkan kata-kata sampah yang ada di kepalanya. Mentalist? Apa yang mereka lakukan hanyalah bergaya seolah mereka bisa memprediksi masa depan atau membaca pikiran orang lain. Sungguh sebuah aksi yang sangat arogan menurutku. Apabila aku mendapatkan sebuah tiket VIP untuk menyaksikan sebuah aksi mentalism, aku akan menjualnya dan menggunakan uang tersebut untuk membeli beberapa buku bacaan untuk menambah koleksiku. Terdengar lebih berguna, bukan?

"Nathalie, manajer ingin menemuimu, dan dia tidak terlihat senang." perkataan yang singkat dari Abbie, tapi cukup untuk membuatku nyaris saja mengucapkan sumpah serampah.

Baiklah, bukankah ini berlebihan? Bukankah lelaki tadi sudah menjadi cobaan yang cukup untuk menyiksaku? Sekarang Charles ingin menemuiku, dan berita buruknya adalah dia tidak terlihat senang. Tapi, aku melakukan hal yang benar di sini. Lelaki itu mengganggu kerjaku, sudah sewajarnya aku mengusirnya, benar kan? Charles akan mengerti, dia tidak sekejam itu. Di mataku, dia adalah sosok tegas yang sebenarnya baik hati. Dia akan mendengarkan alasan pegawainya melakukan sesuatu. Ayolah, siapa yang aku bodohi di sini? Charles adalah orang paling kejam yang pernah kutemui di Inggris. Dia akan membunuhku.

Aku berjalan menuju kantornya. Aku berdiri di depan pintu yang membatasiku dengan Charles. Aku dirundung kebingungan tentang apa yang akan ia katakan. Aku mengumpulkan semua keberanianku yang tersisa dan mengetuk pintu itu.

"Masuk." jawaban bernada datar terdengar dari balik pintu. Aku membuka pintu dan menghadap Charles. Ia mempersilakan aku untuk duduk, dan aku tahu akibat yang kudapat atas perbuatan yang telah kulakukan.

"Kudengar kau mengusir salah satu pelanggan, apa itu benar?"

"Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, Pak. Izinkan saya menjelaskan apa yang terjadi. Pria ini sudah datang tiga hari berturut-turut, di jam yang hampir sama, selalu memesan makanan yang sama, dan selalu mengganggu saya. Kala itu, saya hanya berusaha menjaga diri saya sebagai seorang wanita, pak." jawabku panjang lebar dan defensif.

"Jadi kau mengusirnya karena dia mengganggumu? Gangguan seperti apa? Aku melihat semuanya tadi. Jangan membela dirimu dan berpikir yang kau lakukan itu benar. Kau pikir yang kau lakukan itu benar? Kau pikir mengusir seorang pelanggan yang ingin menikmati makanannya dengan tenang itu adalah perbuatan yang benar?" cecar Charles sarkastis.

Nathalie (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang