Chap 6. Kecurigaan yang mulai bergelora

4 1 0
                                    

disaat maid tersebut sedang menyiapkan cemilannya di atas meja kecil tak jauh dari kasurnya berada, Flora tiba-tiba terpikirkan sesuatu yang sepertinya akan menjawab pertanyaannya. "sepertinya tidak apa-apa jika aku bertanya padanya, toh, mereka juga menganggap aku amnesia," Flora berusaha meyakinkan dirinya untuk bertanya pada maid di depannya ini. Flora segera berjalan mendekati maid yang sedang menyiapkan cemilannya itu.

"Eh!, itu kan!"

..............................................

"Apa yang kau lakukan?" Flora tidak sengaja melihat gerakan yang mencurigakan dari Maid tersebut, ia tidak sengaja melihat Maid itu seperti sedang memasukkan sesuatu yang terlihat seperti jarum kecil pada cemilan yang disiapkan untuknya. Flora melangkahkan kakinya mendekati Maid itu, lalu berhenti sambil menjaga jarak dengannya.

"Saya sedang menyusun cemilan Anda, Tuan muda. Apakah ada sesuatu?" Ucap pelayan itu pelan, seperti tidak terjadi apa-apa. ia berhenti sebentar dari kegiatannya dan menatap Tuan mudanya dengan wajah tenang ditambah senyum simpul.

"Benarkah?" Batin Flora curiga, ia menjadi tidak percaya dengan Maid yang ada di depannya saat ini.  "Baiklah, setelah ini keluarlah. Aku masih mau sendiri," ucap Flora dengan wajah tenang, ia tidak mau Maid itu tau tahu kalau Flora sedang mencurigainya.

"Baik, Tuan muda," Maid tersebut segera menyelesaikan perkerjaannya. Ia menata cemilan-cemilan itu dengan rapi di atas meja bundar yang cukup besar itu.

Flora berjalan dengan pelan mendekati sofa yang ada di depan meja bundar itu, ia duduk dengan tenang sambil tetap memperhatikan gerak-gerik Maid itu. "Siapa namamu?" Tanya Flora memecah keheningan. Flora menatap lekat-lekat wajah wanita dihadapannya saat ini, ia harus mengingat wajahnya.

Sang Maid yang ditanya pun langsung menjawab pertanyaan Tuannya, sambil tetap melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai itu. "Nama saya Amalie, Tuan muda," ia menjawab dengan tenang.

Flora hanya mengangguk, ia masih tetap menatap wajah di depannya saat ini. Sepertinya kebiasaan Flora untuk selalu waspada akan berguna saat ini.

Tidak lama kemudian, Maid tersebut telah menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas pergi dari sana.

"Saya undur diri, Tuan muda," ucap Maid tersebut dengan penuh hormat sambil menundukkan kepalanya. Ketika pelayan tersebut mengangkat kepalanya, ia tersenyum penuh arti, seperti menahan sesuatu.

Flora menyadari ada sesuatu yang aneh dari Maid di depannya ini. kecurigaan Flora semakin bertambah saat melihat senyum aneh wanita tersebut. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban atas ucapan Maid tersebut.

Maid tersebut mendorong troli yang tadi ia bawa dan bergegas pergi meninggalkan kamar tersebut. Flora masih menatap wanita itu dengan wajah penuh curiga hingga Maid tersebut benar-benar menghilang dari pandangannya dan pintu kamarnya pun tertutup rapat.

Flora tetap diam, ia terus menatap cemilan yang telah disiapkan oleh pelayan itu. Ia tiba-tiba tidak berselera makan mengingat kejadian yang tadi, ia ragu apakah cemilan-cemilan itu aman untuk dimakan atau tidak. Flora memutuskan untuk tidak mengambil resiko, ia tidak akan memakannya walau ia merasa lapar.

"Haaa...." Flora mendesah pelan. Terdapat sedikit penyesalan karena ia tidak jadi bertanya kepada pelayan tersebut. Padahal ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya sehingga menjadi seperti ini.

Karena rasa penasaran yang sedari tadi menghantui kepalanya, Flora mengambil salah satu Cupcake yang dari tadi ia curigai. "Sepetinya dia memang sengaja meletakkan ini ditempat yang paling mudah digapai agar aku memakan ini terlebih dahulu," Cupcake yang menjadi tersangka atas kecurigaan Flora memiliki tampilan yang menggiurkan, tampilan berwarna warni dengan buah Cerry besar sebagai toping utama memang sangat menarik perhatian, terutama anak-anak.

Perlahan dan pasti, Flora mulai menghancurkan Cupcake di depannya ini dengan garpu yang disiapkan.

"Wah, gila!" Batin Flora tidak percaya dengan apa yang ia temukan. Dengan sekali sapuan pada cream Cupcake, ia bisa melihat dengan jelas ada beberapa jarum kecil yang tertancap disana. Ukuran jarum tersebut sangat kecil dan hampir tidak terlihat apabila hanya diliat sekilas. Beruntung mata Flora cukup tajam untuk menemukan benda kecil ini. Cupcake tersebut ia singkirkan, cukup dengan satu bukti tersebut Flora bisa menyimpulkan bahwa ada yang tidak beres.

"Apakah keluarga ini memiliki saingan sehingga ada kejadian seperti ini?" Flora menatap lekat Cupcake yang telah ia singkirkan tadi. Apa yang akan terjadi padanya setelah ini?.

Lelah dengan berbagai pertanyaan yang terus menghantui, ia berjalan pelan menuju kasur besar yang tadi pagi ia tiduri. Merebahkan dirinya diatas kasur empuk dan lembut, kasur yang ia damba-dambakan sejak dahulu akhirnya bisa terwujudkan. Flora memutuskan untuk kembali rebahan sambil menikmati angin sejuk yang terus berhembut dari jendela yang terbuka.

Cemilan tadi ia biarkan saja di atas meja, tidak ada gunanya juga ia terus berharap bisa memakan makanan yang terlihat lezat itu, ia hanya akan semakin terluka jika memakannya.

"Tidak aja gak sih? Toh sore nanti bakalan ada Paman tadi yang akan berkunjung," pikiran yang kalut perlahan mulai menghilang seiring dengan semakin beratnya mata yang ingin cepat terpejam itu. tak lama, dengkurang halus mulai terdengar dari anak kecil yang sedang tertidur itu. Ia meringkuk seperti bola, yang menandakan ia merasa sangat nyaman dengan posisi itu.

Dilain tempat

"Dad, aku dengar Nevan sudah siuman. Aku akan pulang sekarang," ucap seseorang yang terdengar dari sebuah telepon. Dari suaranya saja bisa terdengar dengan jelas ia bahwa ia sangat bersemangat.

"Apakah tugas mu sudah selesai?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh seseorang yang sedang menelpon tersebut, suara datar dan beratnya terdengar mengerikan dan mengintimidasi apabila orang awam yang mendengarnya.

"Tentu saja, aku baru saja menyelesaikannya," ucap seseorang dari sisi lain telepon itu, terdengar masih bersemangat.

"Baiklah, tetap berhati-hati dan jangan lengah. Aku yakin tidak lama lagi pasti akan tersebar kabar bahwa Nevan telah siuman," Orang yang dipanggil 'Dad' itu beranjak dari posisi duduknya di depan meja kerjanya yang penuh dengan dokumen, lalu berjalan menghampiri jendela besar yang mengarah langsung pada halaman depan mansion. Terlihat beberapa penjaga berjas hitam sedang berjaga dibawah sana.

"Tentu saja, Dad. Aku akan pulang sekarang," ucap orang disebrang sana dengan nada bicara yang sudah sedikit lebih tenang.

"Baiklah," setelah mendengar penuturan dari 'Putranya' itu, ia langsung memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Mata hijau tua yang tajam itu menatap langit biru yang kian menggelap. Angin yang tadinya tenang bersangsur-angsur menggila dengan suhu yang semakin dingin.

"Aku harap semuanya akan baik-baik saja, Sayangku," Ucap pria itu lirih, ia berjalan meninggalkan ruangan yang ia tempati menuju kesuatu tempat yang tidak diketahui pasti.

Moving to imaginary dimension : Big BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang