Chap 2. Jalani saja

8 1 0
                                    

"hari ini ada karyawan baru ya, aku harap dia bisa diandalkan"  pikirnya sembari merapikan baju yang akan dipakai bekerja, hari ini ia memakai baju kaus polos merah maroon lengan pendek, sesuai dengan jadwal yang ada di tempa ia bekerja. tentu saja mandi sebelum berangkat bekerja, badannya terasa lengket karena kemarin langsung tidur tanpa mengganti baju. baju merah maroonya begitu serasi dengan kulit putih bersihnya, ia terlihat menawan walau hanya memakai kaos, tak lupa ia memadukannya dengan celana hitam panjang. iris hitam pekat menawannya begitu serasi dengan riasan sederhananya, setidaknya ia tidak ingin terlihat pucat saat berada diluar rumah. 

begitu selesai dengan pakaiannya ia langsung melesat keluar kamar, jam telah menunjukkan pukul 05.00 WIB yang menandakan ia harus segera membersihkan rumahnya sebelum pergi bekerja. yaa, begitulah kesehariannya jika tak ingin terkena masalah. 

rumahnya kecilnya ditinggali oleh empat orang, ibu, kedua adiknya, dan dirinya sendiri. ia tidak memiliki sosok ayah dalam tumbuh kembangnya. ayahnya kabur meninggalkan mereka dikala ia berusia 12 tahun, sedangkan kedua adiknya saat itu menginjak usia tujuh dan lima tahun. diusianya yang teramat muda ia terpaksa meninggalkan sekolahnya demi mencari nafkah untuk menghidupi kehidupan sehari-hari mereka.

saat itu ia bekerja disalah satu tokoh dekat rumahnya, beruntung sang pemilik toko paham dengan keadaannya dan mau mempekerjakannya. namun, berselang enam tahun setelahnya toko itu tutup dan ia pindah bekerja di salah satu minimarket tidak jauh dari rumahnya. ibunya kala itu juga bekerja sebagai salah satu asisten rumah tangga dirumah yang cukup tersohor, ia bekerja sebagai tukang cuci baju dirumah itu, walau gajinya tidak seberapa namun bisa mencukupi makanan mereka sehari-hari. sampai akhirnya lima tahun kemudian ia memilih untuk berhenti bekerja karena kesehatannya. kedua adik yang berbeda lima dan empat tahun darinya bekerja menggantikan sang ibu, mereka bersama-sama bekerja disalah satu toko kenalan keluarga temannya. 

hingga saat ini masih merasa kasihan pada adik-adiknya yang tak sempat merasakan bangku sekolah dan malah bekerja, walaupun begitu ia tetap mengajarkan pada adik-adiknya cara membaca, menulis dan menghitung. setidaknya mereka tau hal-hal dasar tersebut agar bisa menjalani hari-hari mereka dengan normal. ia juga tetap mencari ilmu melalui buku-buku yang ia pinjam melalui perpustakaan kota, dilubuk hati terdalamnya ia masih ingin melanjutkan sekolah dan mencari ilmu. ia suka belajar banyak hal, oleh karena itu ia masih sempat memikirkan agar ia tetap menimba ilmu dengan caranya sendiri.

kini ia berusia 20 tahun, masih melajang dan tidak ada tanda-tanda adanya jalinan hubungan asmara. dengan tubuh tinggi langsing, kulit putih, rambut hitam berkilau panjang sepinggang yang indah, wajah kecil yang menawan dengan dihiasi bibir mungil dan mata besar beriris hitam pekat menjadikannya primadona di sekitaran tempat ia tinggal. banyak pemuda yang jatuh hati dan berusaha PDKT dengannya, namun ia tolak. katanya ia masih ingin melajang sampai puas.

waktu berlalu dan ia telah selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya, ia terlihat senang melihat tempat yang sebelumnya kotor kini telah bersih. hal begini saja bisa membuatnya tersenyum puas, ia memang suka dengan kebersihan, kamarnya saja walaupun penuh karena memuat banyak barang tetap terlihat aestethic dibuatnya. walau dirumah ini ia merasa tertekan setiap saat karena lingkungan dirumahnya begitu keras, mereka tetap tau diri dan menjalankan kewajibannya walau hanya dengan setengah hati. 

sinar matahari mulai terlihat melalui celah jendela, angin dingin berangsur-angsur menghangat. jam telah menunjukan pukul 05.25.

"sebentar lagi ibu bangun, aku harus bergegas pergi" ia berjalan mendekati dapur untuk meletakan sapu yang tadi ia gunakan dibelakang pintu dapur. ia melihat sekilas sekeliling dapur, mencari sesuatu. 

"benar-benar tidak ada yang bisa kumakan ya?"  sebenarnya ia merasa sangat lapar saat ini, ia belum makan dari kemarin siang. perutnya berbunyi meminta diisi. ia hanya bisa menghela napas berat karena merasa tidak dipedulikan. "yasudah lah"

Moving to imaginary dimension : Big BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang