(3) Semakin diam, sakit hatinya semakin dalam

262 29 16
                                    

di sepanjang perjalanan, Ayna terus diselimuti rasa canggung. Dia ingin sekali cepat-cepat sampai ke rumah. Entah kenapa Ayna merasa kalau Hesa melajukan motornya sangat lambat, padahal Hesa melaju dengan kecepatan normal. Ayna duduk menyamping karena mengenakan rok, tangannya meremas kuat jaket Hesa dipangkuannya. Yah, sebelumnya Hesa memberikan jaketnya untuk menutupi kaki Ayna agar lebih nyaman saat duduk di motor. Sesekali dia memegangi helm yang kebesaran di kepalanya. Dia mengatur napasnya, menahan gejolak perasaan dalam dada yang dia sendiri tidak mengerti kenapa jantungnya terus berdetak tak karuan seperti ini.

Sementara itu, di balik helm, Hesa tidak bisa menahan senyum. Sesekali dia melirik gadis yang diboncengnya lewat kaca spion, walaupun tidak terlalu jelas tapi Hesa sangat senang. Dia benar-benar tidak bisa menahan kegembiraan karena ini kali pertama baginya mengantar Ayna pulang.

Hesa menghentikan motornya tepat di depan rumah Ayna. Gadis itu menghela nafas berat setelah melihat Mawar yang sedang menyiram tanaman sedang menatapnya penuh selidik. Siapa yang tidak penasaran, tiba-tiba anak gadisnya pulang bersama seorang laki-laki.

Ayna turun dari motor. "Makasih, Kang," ujarnya sambil membuka helm dan memberikannya kepada Hesa.

"Sama-sama."

"Aku masuk, ya kang. Sekali lagi makasih."

Hesa hanya mengangguk.

Saat Ayna berbalik, tiba-tiba Mawar menahannya sambil tersenyum pada Hesa. "Temannya Ayna, yah?"

"Iya, tante," jawab Hesa sambil tersenyum canggung.

"Sebentar, tante kayaknya tahu deh. Kamu temennya Jaki juga 'kan? Yang suka nongkrong dirumahnya."

"Iya, tante. Maaf ya kalo kami suka bikin berisik."

"Eh, gak apa-apa."

"Kalo gitu saya pamit ya, tante."

"Mampir dulu atuh ke rumah."

Ayna langsung menatap tajam pada Mawar. "Mah," bisik Ayna.

"Ayo! Gak apa-apa, kamu kan udah nganterin pulang Ayna, sekalian aja mampir, Tante tadi masak banyak, ada sambel, ada tempe, ada tumis kangkung," ujar Mawar sambil menarik Hesa ke dalam. Sementara Ayna hanya diam, dia tidak habis pikir dengan kelakuan ibunya.

Sebenarnya dia juga sudah menduga akan seperti ini. Ayna memang jarang sekali membawa teman ke rumah apalagi teman laki-laki. Oleh karena itu, saat Ayna datang membawa seseorang, Mawar sangat senang. Apalagi sekarang tiba-tiba diantar pulang oleh seorang laki-laki. Apa mereka sedang PDKT? Mungkin itu yang ada dipikiran Mawar sekarang.

"Kamu mau makan apa? Sok atuh gak usah malu-malu," ujar Mawar sibuk menata semua makanan di meja makan. Cemilan dan minuman, dia sediakan semua.

Hesa sedikit terkejut. "Gak usah repot-repot, tante. Aduh ini mah kebanyakan."

"Kapan lagi Ayna bawa temen ke rumah, apalagi laki-laki."

Hesa mengangguk paham, hanya dengan mendengar pernyataan itu saja. Berarti Ayna bukan tipe orang yang selalu nongkrong dan membawa teman ke rumah. Lebih tepatnya, seperti anak rumahan. Padahal Hesa tahu betul, bahwa di sekolah Ayna akrab dengan teman-teman seangkatannya.

"Tante, boleh aku coba dodolnya?"

"Boleh banget. Kamu Namanya siapa? Kamu asli Bandung?"

"Nama aku Hesa. Asli Garut, tante, tapi pindah ke Bandung dari SMP."

"Oh gitu! Pantes atuh mata kamu langsung tertuju sama dodol."

Hesa tertawa. "Sebenernya orang Garut itu jago pantun, loh, tante."

MY NEIGHBORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang