Ayna membeku, sementara jantungnya terus berdetak kencang saat Jaki berjalan cepat menghampirinya, tanpa memberi ruang untuk penjelasan, tanpa memedulikan ketakutan yang terpancar dari mata Ayna. Tangannya yang kuat meraih lengan gadis itu dengan kasar, seolah mengunci setiap protes yang mungkin keluar dari bibirnya.
"Pulang," suaranya tak lagi terdengar seperti Jaki yang dikenalnya—penuh amarah, gelap, dan mendesak. Ayna terseret dalam langkah-langkahnya yang cepat, sedikit kewalahan mengimbangi langkah Jaki, namun dia berusaha mengikuti.
Mereka melewati teman-temannya di luar kamar—semua terpaku, tatapan mereka penuh kebingungan. Tidak ada satu pun yang berani bertanya. Mereka bisa melihat ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Jaki tak lagi terlihat seperti dirinya sendiri, matanya yang biasanya tenang kini dibakar amarah yang ditahan, tangannya mencengkeram lengan Ayna sangat erat, membuat gadis itu meringis.
"Jaki, dengerin aku dulu..." Ayna berbisik, suaranya nyaris tak terdengar di tengah deru napas dan detak jantungnya yang panik. Dia tak tahu harus memulai dari mana, kepalanya terasa berat, tubuhnya tiba-tiba lemas, dan pikirannya kacau. Setiap langkah yang diambil Jaki menyeretnya lebih jauh ke dalam jurang ketakutan.
"Udah aku bilang, gak usah ikut!" teriak Jaki, suaranya bergetar, bukan hanya oleh marah, tapi juga oleh luka yang menggores hatinya. Setiap kata yang keluar terasa seperti cambuk, mencabik-cabik hubungan yang dia bangun perlahan, mengikis kepercayaan yang dulu pernah ada. Dia tidak menoleh, tidak peduli apakah Ayna bisa mengikutinya atau tidak.
Ayna merasa seakan tersesat dalam badai yang tak kunjung reda. Dia ingin melawan, ingin menjelaskan, tapi tak satu pun kata yang mampu keluar. Semuanya terpendam dalam ketakutan tentang apa yang akan terjadi nanti. Degup jantungnya yang cepat tak mampu mengimbangi langkah mereka yang semakin jauh dari keramaian, menuju kesunyian yang menakutkan—seperti perasaan di antara mereka yang kian retak.
~~~
Jaki tidak bisa melupakan momen ketika dia tanpa sengaja melihat Hesa dan Ayna jatuh, dengan posisi yang membuat amarahnya membara—Ayna terbaring di atas Hesa. Sejak hari itu, rasa marah yang mendidih dalam dirinya tidak bisa padam. Dia merasa cemburu, meski tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan mengapa perasaan itu begitu kuat.
Ayna merasakan perubahan sikap Jaki. Dia mengabaikannya, mengurangi percakapan, bahkan tatapan matanya yang dulu lembut kini seakan penuh kemarahan yang terpendam. Ayna bingung, mengapa harus sejauh ini? Mengapa Jaki bersikap seperti orang asing yang kejam padanya? Dia benar-benar tidak mengerti.
Sudah berulang kali Ayna mencoba menjelaskan, berusaha membuka mata dan hati Jaki bahwa yang terjadi di kamar Hesa hanyalah kecelakaan belaka. "Aku cuma ingin bantu Hesa duduk," katanya, hampir putus asa. "Tapi keseimbangan aku hilang, jadi kamu lihat... Pokoknya gak seperti yang kamu pikirkan." namun kata-katanya seakan tidak pernah sampai ke hati Jaki.
Tak peduli berapa kali Ayna mencoba mendekat, Jaki tetap menjauh. Keheningan menjadi jawabannya, dan tembok di antara mereka semakin tinggi, membuat Ayna bertanya-tanya, apakah segalanya sudah berakhir? Apakah masih ada harapan untuk menjembatani jurang yang tercipta di antara mereka? Dan yang paling menyakitkan, mengapa Jaki tak bisa memberinya kesempatan untuk menjelaskan, untuk setidaknya mendengar kebenaran dari bibirnya sendiri?
Jaki meghentikan motornya di depan rumah Ayna, masih dalam diam, dia menunggu Ayna turun dari motornya. Dengan berat hati, Ayna turun dari motor. Sejenak dia menatap Jaki dengan penuh keputus asaan.
"Kamu, gak makan dulu?" tanya Ayna saat melihat gerak-gerik Jaki yang sepertinya akan pergi ke suatu tempat.
"Gak."
Ayna sedikit tersentak dengan jawaban Jaki yang sangat dingin, tanpa ada kehangatan sedikitpun, seperti biasanya. Daripada harus menghadapi sikap Jaki yang seperti ini. Ayna malah berpikir lebih baik menghadapi Jaki yang tengil dan menjengkelkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY NEIGHBOR
Teen FictionJaki adalah tetangga Ayna yang selalu numpang Wi-Fi dan numpang makan di rumahnya. Terkadang kalau teman-teman Jaki datang, Ayna harus bersabar dengan segala kebisingan, seperti teriakan histeris dari mereka yang sedang bermain game online dan suara...