.☘︎ ݁˖ 𝔅𝔞𝔟 𝔛𝔙ℑℑ

17 1 0
                                    

Beberapa bercak kemerahan terpampang jelas di leherku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa bercak kemerahan terpampang jelas di leherku. Pria bajingan yang sudah kuanggap kakak itu kini tengah menodai diriku. Aku terus berontak, berusaha lepas dari belenggu dirinya. Namun semakin aku berontak dan merintih semakin ia bersikap ganas kepadaku.

Air mataku rasanya sudah kering. Sudah tidak ada lagi yang tersisa. Alex telah membuka seluruh kancing kemejaku. Kini terpampanglah bagian tubuh depanku. Ia mengelus perlahan dada dan perut rataku. Memberikan sensasi geli dan jijik di saat yang bersamaan.

Disaat aku benar-benar pasrah. Aku memandang naskah Liber Linteus. Berharap akan kekuatan magisnya. "Kau tidak perlu menahan diri, mendesahlah. Nikmatilah permainan ini, atau kau ingin yang lebih lagi?"

Aku membuang mukaku saat Alex menatap mataku. Aku benar-benar muak dengan iris birunya itu. Seumur hidupku. Aku jadi tidak ingin melihat orang dengan iris mata biru seperti dirinya.

DOR. DOR. DOR.

Aku tersentak kaget saat mendengar suara pistol yang nyaring saling bersahut-sahutan di luar sana. Apa yang terjadi diluar sana, tampaknya terjadi keributan besar.

Aku memandang Alex yang kini tak bergeming menatapku. Rahangnya tampak mengeras, beberapa bulir keringat turun dari dahinya. Ia tampak menahan kesal. Kemudian ia mencium pipiku dengan lembut dan berbisik dikupingku.

"Siap, melihat orang mati didepan matamu manis?"

Aku terperanjat dengan apa yang di bisikan oleh Alex. Tepat setelahnya seseorang mendobrak pintu kamar Alex. Membuat suara ribut, teriakan manusia dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya terdengar.

Alex dengan cepat menarik sebuah pistol yang terhempit oleh celana bahan dan pingang rampingnya. Ia menarik pelatuknya dengan cepat dan mengarahkan pistol tersebut ke pintu kamar yang kini disana terlihat seseorang sedang berdiri sambil mengacungkan pistol juga.

DOR.

Satu tembakan terdengar dan satu tubuh dengan bolongan besar dikepalanya jatuh ambruk. Tubuhku gemetaran. Bagaimana bisa mereka saling membunuh dengan mudah seperti ini?

Alex membuka borgol yang mengikat tangan dan kakiku. Kini aku bisa bergerak dengan bebas namun anehnya aku sama sekali tidak ada tenaga untuk melawan. Aku justru gemetar dan mengaitkan lenganku pada Alex. Seperti anak kecil yang meminta perlindungan.

Alex kini memeluk pinggangku, kami menghadap ke arah pintu keluar. Alex juga mengambil naskah Liber Linteus dan memintaku untuk memegang dan membawa naskah tersebut. Satu sosok tubuh terkapar tak bernyawa akibat tembakan Alex tadi. Ia berjalan santai namun kemudian berhenti lalu menodongkan pistolnya ke kepalaku.

"A-Alex, apa yang kau lakukan?"

"Diamlah."

Nada suaranya rendah dan dingin. Tatapan matanya pun tampak bengis. Rahangnya mengeras dan ia berjalan kembali. Saat aku melewati pintu dan keluar aku baru menyadari jika dibalik pintu sudah ada beberapa orang menunggu kami. Mereka mengarahkan pistol mereka pada kami.

𝐋𝐢𝐛𝐞𝐫 𝐋𝐢𝐧𝐭𝐞𝐮𝐬; 𝐑𝐚𝐡𝐚𝐬𝐢𝐚 𝐍𝐚𝐬𝐤𝐚𝐡 𝐊𝐮𝐧𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang