-*.✧46 - Selentia✧.*-

4.1K 426 8
                                    

46 - Selentia

Hari ini suhu lebih hangat dari biasanya. Salju pun tidak turun selebat beberapa hari lalu. Semua seakan mendukung Sylvester untuk keluar dari sangkar emas tak terlihat itu.

Pagi ini berlalu seperti biasa. Sarapan dengan tenang, bergurau dengan Miguel, menjahili Danielo, mengobrol asik dengan Lauriel. Serta sang ayah dan Theodore. Marcellus belum pulang saat ini. Kata Miguel pasti besok baru pulang. Begitu juga dengan Fransisco serta Margareta. Semua sibuk pada pekerjaannya masing-masing.

Sylvester sudah masuk ke dalam mobil. Ia akan pergi ke toko di pusat saat ini. Walau sedikit susah, karena Mare yang terus saja menahan dirinya untuk tidak pergi.

Setelah beberapa menit melaju, mobil berhenti, tapi bukan toko alat seni, itu adalah toko bunga. Sylvester berniat ke tempat lain setelahnya untuk memberikan bunga.

"Di letakkan di kursi penumpang saja pak." Sylvester menginterupsi sang sopir yang hendak menyimpan buket bunga yang dirinya beli.

"Baik tuan muda." Sang sopir menuruti, ia meletakkan bunga tersebut di sebelah kanan Sylvester. Harum bunga Lily menyeruak di dalam mobil.

.*✧-Sylvester-✧*.

"Selamat siang...."

Sylvester datang melangkah seraya memeluk buket bunga yang tadi di beri oleh dirinya. Ia duduk, meletakkan buket di hadapan dirinya.

"Maaf, aku baru mengunjungi dirimu."

"Nyonya Selentia."

Selentia Everlyn. Nama yang tercantum di nisan hadapan Sylvester.

Sylvester berada di pemakaman, Selentia di makamkan di sana. Itu yang di lihat oleh Sylvester kala dirinya tanpa sengaja melihat sebuah berkas yang tergeletak sembarangan. Dan sebenarnya pergi ke toko alat seni hanyalah sekedar iming-iming. Walau dirinya memang akan pergi sih.

Sylvester duduk disebuah kursi kecil yang di sediakan, ia menatap nisan di hadapannya.

Bunga Lily, bunga kesukaan sang ibu, ibu Sylvester. Ernest jadi tidak tahu harus berbicara apa. Keheningan menyelinap sejenak di antara dua jiwa beda alam tersebut.

"Aku...." Sylves-Ernest menggantung perkataannya, ia menundukkan kepala.

"Berterima kasih pada putramu."

Berkat Sylvester yang bersedia untuk menyerahkan raganya pada Ernest yang merupakan jiwa tanpa tersesat di awan-awan, Ernest dapat lebih merasakan dari yang namanya kehidupan. Kala dirinya tidak pernah merasakan yang namanya kehidupan.

Sylvester adalah pahlawannya. Remaja itu benar-benar telah berhasil membuat Ernest merasakan dari yang namanya kebahagiaan, bahkan kebahagiaan yang tidak sejenak.

"Karena dirimu telah melahirkan seorang Sylvester...."

Selentia adalah ibu yang luar biasa. Wanita penyayang, lembut, serta ramah. Ernest dapat merasakan nya.

"Maaf juga karena telah menggantikan kebahagiaan putramu."

Jika bukan sebab Ernest yang masuk ke dalam raga Sylvester, bukankah Sylvester juga pasti masih akan bisa merasakan yang namanya bahagia?

Kebahagiaan yang remaja itu impi-impikan. Kasih sayang, segala aset serta rasa senang karena di perhatikan. Ernest jadi merasa tidak pantas karena dirinya yang merasakan semua itu dan bukan Sylvester.

'Wush

Angin dingin tiba-tiba menerpa, membuat sang sopir yang sedang memperhatikan dari arah kejauhan langsung menghampiri dengan tergesa.

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang