SUKU MANANG

22 5 0
                                    

Di suatu lembah yang subur tepatnya di aliran sungai Yangdi sebelah utara gunung Annapurna pegunungan Himalaya, terdapat sebuah desa kecil yang bernama Desa Manang. Desa ini dibangun diatas lahan yang datar dan luas di arah utara dari aliran sungai. Sesuai dengan namanya, desa ini didirikan oleh suku yang dipanggil suku Manang. Mereka sudah tinggal menetap di lembah ini sejak ratusan tahun yang lalu. Saat ini suku Manang dipimpin oleh kepala suku bernama Kalden. Dia telah memimpin Suku Manang lebih dari 20 tahun. Sistem kepemimpinan di suku ini didasarkan pada garis keturunan, diturunkan dari Ayah ke anak laki - lakinya. Mengikuti kebiasaan yang sudah berjalan selama ratusan tahun, saat Kalden berusia 35 tahun dia diangkat menjadi kepala suku menggantikan ayahnya yang sudah meninggal dunia. Memanfaatkan potensi tanah yang luas dan subur, Kalden berhasil membawa Suku Manang menjadi suku yang makmur dan sejahtera. Lembah mendapat cahaya matahari yang cukup sehingga masyarakat suku Manang bisa menanam pada setiap musim. Tanaman padi, jelai, kacang - kacangan dan gandum adalah tanaman pertanian yang biasa dibudidayakan disini.

Kalden memiliki seorang istri bernama Nima, wanita baik hati bertubuh ramping dan berhidung mancung, kulit putih cerah dengan rambut yang bergelombang berwarna cokelat keemasan dibiarkan terurai hingga menutupi punggungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalden memiliki seorang istri bernama Nima, wanita baik hati bertubuh ramping dan berhidung mancung, kulit putih cerah dengan rambut yang bergelombang berwarna cokelat keemasan dibiarkan terurai hingga menutupi punggungnya. Selain memiliki bentuk fisik yang sempurna, Nima juga berasal dari keluarga terpandang, dulu ayahnya adalah kepala Hulubalang suku Manang. Dari perkawinan mereka lahirlah seorang anak laki - laki yang kemudian mereka beri nama Jampa.

"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, bagai pinang dibelah dua"

Berkulit kuning kecoklatan, hidung mancung dan mata yang sedikit sayu dengan rambut berwarna pirang yang dibiarkan panjang sampai melewati bahunya. Tinggi badan 192 cm dengan bobot 90 kg dihiasi otot - otot disetiap bagian tubuhnya, seakan memberi tahu bahwa selain tampan, Jampa juga merupakan sosok yang kuat dan tangguh. Bentuk fisik yang didapatkannya merupakan turunan dari ayahnya. Tetapi ada satu hal yang tidak terlihat, dibalik fisik dan wataknya yang tegas tersembunyi kelembutan dan ketulusan hati, yang mana ini adalah berkah yang didapatnya dari sang Ibunda, Nima.

"apakah tempat ini sudah berubah? ataukah, hanya aku yang berpikir seperti itu?"
Terlihat matahari sudah mulai pulang, ladang pertanian di desa Manang berubah menjadi warna keemasan. Angin senja menerpa wajah Jampa, mengajaknya kembali ke masa lalu. Duduk termenung diatas sebuah bangku kayu di depan rumahnya, dia teringat saat masa kecil dulu saat dibawa sang ayah berkeliling desa dan diajarkan berbagai hal mengenai kehidupan suku. Beranjak ke usia 8 tahun dia sudah diajak berburu rusa ke hutan, dia diajarkan teknik berburu, seperti membaca jejak dan tanda, memasang perangkap hingga melumpuhkan binatang buruan. Jampa juga diajarkan cara bertarung dan menggunakan berbagai macam senjata, seperti pisau, tombak dan panah.
"Seorang pemimpin bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya" salah satu pesan sang ayah disela - sela saat melatihnya bertarung.
Pipi yang yang terasa hangat membangunkan Jampa dari lamunan. Tanpa sadar air matanya sudah menetes, tidak terlalu banyak, tapi itu sudah cukup membuat rindunya terasa makin menyakitkan. Ayah yang berada dalam kenangannya sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Hari ini Jampa sudah genap berumur 20 tahun.

Di suatu pagi terdengar suara ketukan pintu di depan rumah Jampa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di suatu pagi terdengar suara ketukan pintu di depan rumah Jampa. Nima yang sudah terbangun datang menghampiri kemudian membuka pintu. Ternyata tamu itu adalah Amer, adiknya Kalden yang sekarang menjadi kepala suku menggantikan kakaknya. Semenjak kematian Kalden, setiap hari Amer selalu datang berkunjung walau hanya sekedar ingin melihat kondisi Jampa dan Ibunya. Nima mempersilahkan Amer masuk kemudian mereka berdua duduk di kursi yang berada di ruangan depan. Tidak lama berselang Jampa terbangun karena mendengar perbincangan antara Ibunya dan Amer. Dia berjalan mendekat sembari menggosok - gosok matanya kemudian duduk di kursi yang bersebelahan dengan Amer.
"apa rencanamu hari ini?" tanya Amer sambil menepuk punggung Jampa dengan lembut.
"Pergi berburu paman" jawab Jampa singkat.
Setelah kematian ayahnya, Jampa lebih banyak menghabiskan waktunya di hutan untuk pergi berburu, berlatih tarung sendiri dan terkadang hanya berbaring seharian di atas sebuah dahan pohon. Anak yang dulu dikenal sangat ceria ini sekarang telah berubah menjadi laki - laki penyendiri.
"Begitulah seharusnya calon pemimpin suku" ucap Amer, terlihat matanya berkaca - kaca, teringat akan Jampa yang sudah tidak punya ayah lagi.
Nima yang melihat hal itu hanya tersenyum, kemudian pergi ke dapur mengambil susu hangat dan roti untuk disuguhkan. Setelah selesai sarapan bersama, Amer pamit untuk berangkat ke ladang pertanian. Bulan September adalah hari - hari dimana suku manang memanen gandum mereka.

Lahan pertanian di Desa Manang dibagi menjadi dua, yaitu lahan milik suku dan lahan milik perorangan. Luasan lahan milik suku diatur setengah dari keseluruhan lahan yang ada. Para tetua akan mengatur jadwal kerja pada lahan suku untuk setiap keluarga di Desa Manang. Sebagai penghargaan bagi pemimpin suku dan keluarganya, mereka tidak diharuskan untuk bekerja. Hasil panen dari lahan ini nantinya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka, kemudian sisanya akan disimpan di gudang sebagai cadangan makanan untuk seluruh masyarakat desa.

Dibekali sebilah pisau, tombak dan panah peninggalan almarhum ayahnya, Jampa melangkah meninggalkan rumah. Berjalan melewati ladang gandum yang sudah ranum, tubuhnya menyapu setiap batang yang condong ke arah jalan setapak. Seakan gandum - gandum itu sedang menyapa Jampa, mengucapkan selamat pagi. Keluar dari desa, setelah menuruni jalan perbukitan yang terjal dipenuhi pohon bambu yang tumbuh disepanjang lerengnya, sampailah dia di sebuah hutan, areal perburuan yang biasa digunakan oleh suku Manang untuk berburu rusa. Hutan dengan topografi berbukit ini didominasi oleh pohon pinus berseling dengan pohon ek. Pada awal musim gugur ini daun pohon ek sudah mulai berwarna kuning dan pohon pinus berwarna hijau terang. Pohon - pohon berukuran sedang yang ternaungi kanopi pinus memiliki warna yang lebih beragam. Warna merah, coklat dan jingga membuat memandangi langit yang biru dari dalam hutan menjadi begitu sangat indah. Musim gugur, seperti namanya, permukaan hutan saat ini sudah mulai ditutupi oleh daun - daun yang sengaja digugurkan oleh pohonnya.
Walaupun belum memasuki musim kawin, hari ini Jampa masuk hutan dengan niat berburu rusa. 

JAMPA : Hunter From Himalayan ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang