DONGENG

6 2 0
                                    

Di lereng pegunungan dari balik kabut putih yang tidak terlalu tebal terlihat 4 orang berpakaian serba hitam dengan wajah mereka ditutupi cadar.
"kita harus membangun tenda malam ini, tidak mungkin melanjutkan perjalanan" ucap salah seorang dari mereka. Dipenuhi batu kerikil dan memiliki jurang yang dalam di satu sisinya membuat mereka tidak bisa menuruni gunung itu dengan cepat.
"Tidak terasa sudah lima tahun berlalu" ucap seseorang yang lain sambil tangannya memperbaiki kain penutup barang bawaan di punggung seekor yak yang terbuka oleh tiupan angin gunung yang kencang.


 "kau adalah gadis yang sangat cantik Sera" ungkap Jampa. Pria yang bisa mendapatkanmu kelak akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia ini.
Jampa dan Sera sedang berbaring bersebelahan di atas batu besar di pinggir air terjun. Tangan mereka masih saling menggenggam, begitu juga dengan mata mereka yang masih saling memandang. Kenikmatan madu cinta masih terasa manis, darah muda yang bergejolak juga masih panas membara.

"apa maksudmu? tidak ada pria di desa Sherpa yang membuatku tertarik" jawab Sera sambil melepas genggaman tangannya kemudian membelakangi Jampa.

Jampa hanya menghela napas kemudian memandang ke arah langit.
"rasanya sekarang aku mulai menyukaimu Sera, tapi aku tidak yakin kita bisa seperti ini untuk selamanya. Seperti yang kau tahu, kita berasal dari desa yang berbeda dan peraturan di desa seolah – olah melarang kita untuk berhubungan dengan dunia luar. Aku sangat takut suatu saat di masa depan rasa ini akan berubah menjadi luka yang sangat menyakitkan" 

Sera yang mendengarkan penjelasan dari Jampa langsung membalikkan badannya kembali dan langsung memeluk Jampa.
"akan kucoba bicara pada ayah, bahwa selain suku Sherpa masih ada suku lain di lembah yang luas ini. Siapa tahu kita bisa menghapus aturan tentang hutan larangan ini" jawab Sera polos. Tangannya mengusap – ngusap dada Jampa.

Ide yang disampaikan oleh Sera terdengar masuk akal bagi Jampa dan mungkin saja dengan cara itu hubungan mereka tetap bisa berlanjut.
"baiklah, aku juga akan bicara dengan kepala suku Manang. Akan menarik jika ke dua desa kita bisa saling berhubungan" ucap Jampa dengan dengan penuh keyakinan.


Setelah selesai makan malam dengan ibunya, Jampa buru – buru bangkit dari kursi.
"ibu, aku akan pergi ke rumah paman Amer, ada hal yang perlu kami bahas" ucap Jampa sambil bersiap – siap untuk meninggalkan rumah.

"thek. thek. thek. Paman Amer, ini aku Jampa" dia mengetuk pintu rumah Amer.

"masuklah!" langkah kaki Amer mendekat ke arah pintu.

Setelah memasuki rumah, terlihat Viktor yang sudah duduk di ruang tamu.
"Viktor juga baru datang, bahkan kami belum sempat untuk mengobrol" ucap Amer sambil menuntun Jampa untuk duduk di salah satu kursi.

"aku dengar kau sedang menyelidiki sesuatu, pasti kau ingin membahasnya dengan Amer bukan?" tanya Viktor dengan lugas.

Jampa yang mendengar pertanyaan dari Viktor langsung menoleh ke arah Amer, begitu juga sebaliknya.
"Sebagai kepala hulubalang Suku Manang, Viktor juga harus tahu Jampa" jelas Amer sambil menepuk punggung Viktor yang yang duduk disebelah kirinya.

"kalian berdua adalah pamanku" jawab Jampa singkat.
"begini paman, ternyata apa yang kita pikirkan selama ini benar. Hutan larangan adalah hutan perburuan suku lain" Jampa memelankan suaranya dan menoleh ke arah ruang makan untuk memastikan bibinya Sara tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

"apa?? suku lain??" Viktor yang mendengar hal itu sangat terkejut.

"tenanglah Viktor, biarkan Jampa menyelesaikan penjelasannya" memotong Viktor yang masih ingin melontarkan pertanyaan.

"suku itu bernama suku Sherpa, desa mereka berada di bagian utara hutan larangan. Aku bertemu dengan anak kepala suku mereka di hutan larangan, namanya adalah Sera. Dialah yang memasang perangkap rusa itu. Beberapa hari ini kami selalu pergi berburu bersama. Suku mereka memiliki ukiran kayu bermotif burung babbler yang dijadikan mainan kalung dan seperti yang kalian tahu kita juga punya ukiran kayu, hanya saja motifnya harimau salju" jelas Jampa sambil menunjukkan gelang yang terpasang di lengan kanannya.
"suku sherpa juga memiliki aturan yang sama dengan suku kita. Hutan perburuan kita adalah hutan larangan bagi suku mereka. Bagi yang melanggar aturan ini akan dihukum gantung di balai desa" tambah Jampa.

Amer dan Viktor sama – sama mengkerutkan kening, mereka saling menatap. Mata mereka menunjukkan kalau saat ini mereka sangat merasa kebingungan.

"apa yang terjadi jika seseorang dari suku Manang berani masuk ke hutan perburuan mereka? Seperti yang kau lakukan Jampa" tanya Amer penasaran.

"kasus seperti itu belum pernah terjadi, Sera juga tidak mengetahuinya." Jampa menambahkan.

"Viktor..." tangan Amer memegang pundak Viktor
"rahasiakan hal ini dari siapapun! Di desa ini hanya kita bertiga yang mengetahuinya" Amer berkata dengan nada yang serius.

"baiklah Amer, kau bisa mempercayaiku. Kalaupun aku ceritakan, tidak akan ada orang yang percaya dengan dongeng ini" Viktor mengambil gelasnya kemudian minum sambil menyandarkan punggungnya. Dia masih belum bisa percaya atas apa yang baru saja didengarnya.

"apa rencanamu selanjutnya Paman Amer?" tanya Jampa mencoba memastikan.

"mendengar penjelasanmu tadi sudah membuatku pusing, untuk saat ini aku belum bisa memikirkan rencana apapun" jawab Amer sambil menengadah ke langit – langit rumahnya.

"begini saja, bagaimana kalau kita jumpai kepala suku mereka?" Jampa menyampaikan usulnya.

Amer dan Viktor yang sedang melamun langsung memperbaiki duduknya. Serentak kepala mereka mendekat ke arah Jampa.
"apa maksudmu?" kita tidak bisa menemui mereka secara tiba – tiba" jawab Amer menolak usul Jampa.
"terlalu banyak hal yang masih belum kita ketahui. Kau tidak boleh bertindak gegabah. Ini menyangkut keamanan suku Manang" tambahnya.

"Jampa, aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Untuk saat ini jangan kau jumpai dulu gadis Sherpa itu" pinta Viktor tegas.

"baik paman" Jampa mencoba meyakinkan Viktor. Dia tahu kalau sesuatu yang buruk sempat terjadi padanya, Viktor tidak akan segan – segan untuk menyerang suku Sherpa. Ucapan bijak dari Amer membuatnya tiba – tiba teringat akan rencana Sera yang ingin memberitahu ayahnya tentang keberadaan suku Manang.
"bagaimana kalau kepala suku Sherpa tidak menerima keberadaan suku Manang? bisa jadi dia akan melarang aku menjumpai putrinya. Tidak mungkin juga dia langsung mempercayai suku Manang. Kenapa aku tidak menyadari kemungkinan ini bisa terjadi." Gumam Jampa dalam hati. Tidak ingin menambah beban pikiran dan rasa kuatir kedua pamannya, Jampa memilih untuk tidak memberi tahu mengenai rencana yang telah dia buat bersama Sera sebelumnya.


Pagi ini langit cerah tak berawan terlihat sangat tenang, berbeda dengan hati Jampa yang dari tadi malam selalu gusar. Mengabaikan perintah dari Viktor, hari ini dia berencana pergi ke hutan untuk menemui Sera. Sekarang dia sudah sampai di luar desa hendak masuk ke dalam hutan perburuan. 

Didorong rasa penasaran dan ingin memastikan keselamatan Jampa, saat ini Viktor sudah berada di dalam hutan dibalik sebuah pohon besar. Tidak terlalu lama menunggu, dugaan Viktor ternyata benar.
"hmmmm, memang sulit bicara pada orang yang sedang jatuh cinta" gumamnya dalam hati, mulutnya terlihat sedang mengunyah sebatang rumput liar.

Sesampainya di seberang sungai, Jampa mulai menirukan suara burung khutya sebanyak 2 kali. Selang menunggu beberapa lama terdengar jawaban dari dalam hutan larangan. Viktor yang masih mengamati dari hutan perburuan melihat Jampa melangkah memasuki hutan larangan. Seperti hari – hari sebelumnya, Jampa langsung menuju ke tempat Sera biasa menunggu dirinya.
"Sera...." suaranya terputus saat menoleh ke balik pohon. Sebuah kayu menghantam pundaknya dan membuat Jampa hilang kesadaran.

"ikat tangannya ke belakang" ......

JAMPA : Hunter From Himalayan ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang