Petualangan pemuda tampan bernama Jampa. Anak dari seorang kepala desa bernama Kalden. Tinggal di desa dengan sistem kekerabatan yang unik.
Kisah ini menyajikan petualangan yang mendebarkan dengan berbagai intrik yang menghiasinya. Misteri dari sebu...
"Selamat pagi semua" sapa Jampa dari kursi di pinggir lapangan setelah melihat kedatangan Yuddha dan hulubalang lainnya.
"tumben sekali kau datang pagi – pagi begini?" jawab Yuddha dari dalam arena. Kedua tangannya bersandar ke pagar kayu setinggi dada yang mengelilingi arena latihan itu.
"sudah lama sekali kita tidak latihan tarung, otot – ototku sudah kaku" Jampa melompati pagar, sekarang dia sudah berada di dalam arena. "bagaimana kalau tiga lawan satu?" tanya Jampa sambil tersenyum.
"memang kami akui, kemampuanmu hampir setara dengan komandan Viktor. Tapi kalau kami bertiga sepertinya agak berlebihan" jawab Batsa yang langsung mengayunkan pedangnya.
Saat latihan tarung di arena, para hulubalang menggunakan pedang sungguhan. "latihan adalah perang sesungguhnya" inilah yang selalu disampaikan oleh kepala hulubalang saat sesi latihan dimulai. Tidak heran jika terkadang anggota hulubalang pulang membawa luka tebasan di tubuhnya.
"ini baru namanya latihan tarung" jawab Jampa disela – sela menghindari serangan mereka. Terlihat dia sangat bersemangat karena sudah lama tidak melakukan latihan di arena bersama teman – teman sebayanya itu. Tanah berpasir yang menutupi seluruh arena tarung memudahkan mereka dalam melangkah, membuat mereka terlihat sangat lincah.
Bertarung untuk waktu yang cukup lama, terlihat keringat mulai membasahi baju mereka. Sampai saat ini belum ada satupun serangan mereka yang berhasil mengenai Jampa, begitu juga sebaliknya.
"sepertinya kau belum kehilangan sentuhanmu" teriak Viktor dari balik pagar. Suara Viktor membuat mereka berhenti.
"huffttt"Jampa mendekati Viktor sambil beberapa kali mengatur kembali napasannya yang sudah sesak.
"kalian lanjutkan latihan seperti biasa" perintah Viktor, matanya memandang ke semua anggota hulubalang yang ada di arena. "Jampa, kau ikut aku ke balai desa" ajak Viktor sambil tangannya menawarkan kantong air ke arah Jampa.
"Devnand, ada kabar buruk" teriak Gavin dari luar balai desa. Orang – orang dalam balai desa yang mendengar itu sontak keluar dan datang menghampiri, begitu juga Devnand yang langsung berdiri dari kursinya. "Lila... Lila ditemukan tewas di di pinggir hutan perburuan" tambah Gavin melanjutkan setelah sampai di depan pintu ruangan Devnand.
"apa? Lila tewas?" tanya Devnand mendekat.
Terdengar teriak histeris dari dalam kerumunan. Suasana yang semula hening kini menjadi riuh. Kejadian seperti ini adalah hal yang sangat langka di desa. Desas – desus mengenai kejadian apa yang menimpa Lila mulai tersebar ke seluruh penjuru desa.
"Selamat siang Amer" Viktor dan Jampa berdiri di depan ruangan kepala desa yang tidak tertutup.
"ohh iyaa, masuklah" ucap Amer dari dalam ruangannya.
Viktor dan Jampa duduk di sebuah kursi panjang. Ruangan yang cukup besar itu memiliki satu set kursi dan meja yang digunakan Amer untuk menyambut tamu. Beberapa buah gelas dan satu buah ceret berisi air putih terlihat selalu tersedia di atas meja tamu itu. Setelah membersihkan meja kerjanya, Amer menghampiri dan duduk di kursi berhadap – hadapan dengan mereka. "pasti ada sesuatu yang penting bukan?" tanya Amer, tangannya meraih ceret kemudian menuangkan air untuk kedua tamunya itu.
"kemarin di hutan larangan kami menemukan satu fakta yang sangat mengejutkan ...." Viktor mulai memaparkan.
Setelah mendengar penjelasan panjang dari Viktor, sejenak Amer hanya diam seperti kebingungan. Rasanya selama ini dia hidup dalam suatu sandiwara yang besar. "hahahahha,, lelucon apalagi ini Viktor? aku salah satu keturunan keluarga kepala desa yang telah memimpin suku ini selama ratusan tahun dan aku tidak tahu apa – apa tentang desaku. Bukankah itu sebuah lelucon?" Amer tertawa kemudian tersenyum. Dia berdiri dari tempat duduknya. Wajahnya menunjukkan keputusasaan.
"tenanglah paman, pasti ada alasan mengapa ayah dan kakek merahasiakan hal ini kepada kita semua. Aku juga sudah menanyai ibu, namun hasilnya sama, dia juga tidak tahu apa – apa" ucap Jampa mencoba menenangkan pamannya itu.
"menurutku, informasi ini diturunkan secara rahasia oleh kakek sebelum kematiannya. Seharusnya ayah juga akan menyampaikan rahasia ini kepadaku saat aku menjadi kepala desa menggantikan dirinya. Tapi seperti yang paman ketahui, dia tidak sempat melakukan hal itu" Jampa menyampaikan apa yang ada di pikirannya.
Mencoba menjernihkan pikirannya, Amer meresapi setiap kalimat yang diucapkan Jampa. "baiklah, apa yang kau sampaikan masuk akal. Tapi kenapa semua desa membuat peraturan ini? apakah tidak lebih baik jika kita semua terhubung? untuk apa pertemuan rahasia yang hanya dihadiri oleh kepala suku saja?" tanya Amer.
Karena keterbatasan waktu, kemarin kepala suku Sherpa tidak sempat menceritakan banyak hal kepada kami" jawab Jampa meyakinkan.
"hati – hatilah Jampa, seperti yang kusampaikan di dalam hutan. Aku tidak mempercayai pria gendut itu. Kalau terjadi apa – apa kepadamu, aku sendiri yang akan membakar suku Sherpa itu" ucap Viktor serius.
"tuanku Gorkha Yang Agung, seorang hulubalang memberi informasi bahwa merpati pembawa pesan baru saja tiba" ucap salah seorang pelayan dari balik tirai bambu.
"bawakan kepadaku!" terdengar jawaban dari balik tirai. "kalian keluarlah dulu!" ucapnya kepada pelayan wanita yang ada di sisi kanan dan kirinya. Membawa kipas yang terbuat dari bulu burung unta ditangannya, kedua pelayan itu berjalan mundur meninggalkan Gorkha.
Duduk diatas singgasana, kakinya terlihat bergerak – gerak karena tidak sabar ingin segera mengetahui berita yang datang itu. Langkah kecil pelayan mulai terdengar mendekat. "tuanku Gorkha Yang Agung" pelayan itu memberikan sepotong kertas yang diikat sebuah kain berwarna putih, tangannya menembus tirai.
"pergilah" ucapnya sembari membuka ikatan kain itu.
Setelah membaca pesan dalam kertas itu, raut wajahnya seketika berubah, terlihat kegembiraan yang terpancar darinya. "hahahha, penantian panjangku akhirnya selesai" suaranya menggema di seluruh ruangan. Semangatnya bergejolak, matanya menatap ke arah perapian yang tengah melahap kertas pesan itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.