Sudah hampir sebulan ini Lisa menghabiskan waktu dengan kesibukannya. Ia sering pulang sore dari sekolah karena sibuk dengan ekstrakurikuler, dan jabatannya sebagai ketua OSIS membuatnya semakin sibuk. Pulang sekolah, Lisa tidak langsung ke rumah. Ia sering pergi bersama teman-temannya, terutama Bang Ian. Pria itu sering mengantar dan menjemput Lisa, dan entah bagaimana mereka menjadi semakin dekat.
Namun, sesuai aturan Irene, Lisa selalu pulang sebelum jam 7 malam, meskipun terkadang ia mengabaikan aturan itu dan pulang sesukanya. Irene merasa bimbang; satu sisi ia ingin memberikan kebebasan kepada adiknya, tetapi di sisi lain, ia tidak ingin dianggap tidak adil.
Hari Sabtu ini, Lisa sudah ada janji dengan Ian. Ia akan menemani Ian membeli kado untuk ibunya yang akan berulang tahun. Mereka pergi sore hari karena paginya Lisa harus menemani Irene di rumah bersama saudara-saudaranya yang lain. Meskipun mereka terlihat dekat, kenyataannya Lisa dan saudara tirinya hanya mengobrol seperlunya saat bersama Irene.
“Sa, menurut lo gue beliin mommy apa ya?” tanya Ian sambil memandangi etalase toko.
“Emang kesukaan mommy abang apa?” balas Lisa, mengerutkan alisnya.
“Hmm... mommy suka belanja, travelling, dan malam hari.”
“Malam hari?”
“Iya, gak tau kenapa, mommy suka duduk di balkon malam-malam. Katanya suasananya tenang.”
“Berarti abang seharusnya kasih surprise di malam hari. Abang dekor aja taman atau halaman rumah, tapi jangan berlebihan.”
“Hmmm... ide bagus. Pinter juga lo! Gak sia-sia gue ajak lo ke sini.”
Lisa mendelik “Heleuh.”
Ian tertawa kecil. “Hehe."
"Tapi abang bilang mommy kadang suka menyendiri, gimana kalau abang beliin alat lukis aja?”usul Lisa
“Hah? Buat apa?”
“Ya siapa tau mommy bisa melampiaskan keluh kesahnya lewat seni. Kadang ada hal yang gak bisa diungkapkan lewat kata-kata, mereka lebih memilih mengungkapkannya lewat seni seperti melukis.”
Ian mengangguk, tampak berpikir. “Ah, ada benernya juga. Yaudah yuk kita beli.”
“Tapi abang juga harus beliin buat Lisa,” tambah Lisa sambil tersenyum jahil.
“Yeuu dasar! Yaudah deh, tapi jangan banyak-banyak.”canda Ian
“Enggak kok, dikit aja. Gak akan nyampe miliaran, paling ratusan juta,” Lisa terkikik dalam hatinya.
---
"Lili mana?" tanya Irene dengan nada cemas.
Ia sedang berkumpul bersama adik-adiknya untuk makan siang.
"Tadi ada yang menjemputnya, unnie. Lisa bilang hanya keluar sebentar, tapi dia belum balik juga sampai sekarang," jawab Jisoo sambil menatap piringnya.
"Kenapa tak ada yang bilang pada unnie?" Irene memandang mereka satu per satu.
"Kami pikir unnie sudah tahu," timpal Seulgi, mengangkat bahu.
"Baiklah, kalian lanjutkan makan siangnya. Unnie akan menelepon Bambam dulu sebentar." Irene menghela napas panjang.
"Oke, unnie," jawab mereka serempak.
Lalisa, kau benar-benar!
"Halo, nunna."
"Halo, Bam. Nunna ingin bertanya, apa kau bersama Lili sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BV|Step Family
General Fictionego dan gengsi yang menguasai membuat kita menjadi asing