Aku terjaga tengah malam, karena tidak bisa tidur dengan luka yang ku dapat kan setelah berusaha untuk kabur beberapa kali, ya memang gila sih mencoba kabur dan tertangkap hahaha. Tapi aku tidak menyerah untuk berusaha kabur sebelum akhirnya aku mendapatkan luka yang cukup parah karena berusaha kembali kabur.
Aku melamun cukup lama menatap kosong jendela kamar ku, sebelum akhirnya seorang lelaki tinggi dan tampan masuk ke kamar ku dan melemparkan hp miliknya ke arahku, untung saja aku dengan cepat menghindar dan lolos dari lemparan hp. Ia berjalan ke arahku dan menampar ku kembali, sepertinya aku sudah mulai terbiasa akan tamparan ini, seperti sudah makanan sehari-hari hahahaha. Aku menatap matanya, melihat sorot matanya yang terlihat jelas penuh dengan kebencian terhadap ku, ah aku sedikit penasaran mengapa dia menatapku dengan tatapan seperti itu?
"Kenapa? Kenapa kamu nampar aku? Kenapa kamu nahan aku di sini? Kenapa kamu natap aku dengan sorot mata kayak gitu? Salahku apa?" Aku melemparkan pertanyaan secara bertubi-tubi.
"Karena lo gak bisa nurut sama gue dan itu hukuman buat lo!" Lelaki itu menjenggung kepala ku ke belakang.
"Nurut? Hukuman? Hahahahaha." Aku tertawa kencang, tertawa ku terlihat tanpa emosi. Aku mendapatkan cambukan dari lelaki sialan ini saat tertawa, sakit? Tentu sakit tapi tidak ada apa-apanya ketimbang mentalku yang mulai hancur secara perlahan, sungguh miris.
"Kenapa lo bertindak seenaknya? Gak bisa apa lo diem di sini dan cuma dengerin omongan gue? Kalo lo nurut gue gak akan make kekerasan ke lo!" Aku tersenyum remeh mendengar omong kosong yang ia ucapkan, ia bilang mengapa aku bertindak seenaknya dan tidak mau menuruti dirinya? Buat apa aku menurutinya jika dia manusia bejat yang tidak bisa hidup dengan satu wanita, selalu melampiaskan emosinya pada ku, dan juga bertindak seenaknya, lalu mengapa aku harus menuruti dirinya?
"So, what's my fault?" Radeo hanya diam saja, namun kepalan tangannya semakin kuat, mungkin ia akan melayangkan pukulan padaku.
"You think I'm the only one who's wrong? You're wrong too, Radeo!" Benar saja, ia melayangkan pukulan padaku, sudut bibirku berdarah setelah mendapatkan pukulan tersebut.
"Come on, hit me again until you are satisfied with torturing me, there are many things you hate about me, right? I can see the look in your eyes that really hates me or do I need to tell you the reason why you hate me?" Orang gila mana yang malah nantangin kayak gini? Ya aku lah.
"Anjing!" Radeo keluar membanting pintu kamarku, lama-lama pintu kamarku sama rusaknya dengan mentalku.
Aku mengobati luka yang aku dapatkan tadi, setelahnya aku berbaring tidak berdaya karena rasa sakit yang mulai menyerang tubuhku, aku takut jika luka ku terinfeksi tapi sepertinya sejauh ini aman karena ada dokter yang selalu merawatku. Aku mulai memejamkan mata ku dan berdoa agar Tuhan memberikan pertolongan pada ku entah itu kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Swiss!
Teen FictionJodoh adalah rahasia, begitu juga dengan Agista Florenti Pramudito yang tidak menyangka, orang yang bersamanya selama bertahun-tahun akan menjadi jodohnya dikemudian hari.