Is That You?

0 0 0
                                    

Sudah empat minggu kami membereskan camp camp yang berada di area hutan, kami sudah hampir menyelesaikannya, aku tidak menyangka bahwa kami akan membutuhkan waktu lama untuk membereskan sampah-sampah ini. Tersisa empat camp lagi yang harus di bereskan, namun kami memilih untuk kembali dan beristirahat ke rumah dokter Sherly. Saat kami kembali ke rumah dokter Sherly, kami terkejut melihat wajah dokter Sherly yang penuh luka, aku menoleh ke arah kak Juan, bisa ku pastikan dirinya sedang menahan amarahnya melihat wanita yang ia sukai di pukuli hingga seperti itu.

"Siapa? Siapa yang mukulin lo?" Aku bertanya pada Sherly.

"Floren kabur dari rumah dan karena aku ceroboh gak bisa jaga dia, Deo lampiasin emosinya ke aku." Setelah mendengar itu aku langsung keluar, berlari tanpa arah berharap aku dapat menemukan Floren. Tuhan, tolong jaga Floren, saya mohon.

Saat tengah berlari menembus pepohonan dan hujan, aku menemukan Floren yang ditangkap dan dibawa menggunakan mobil jeep, aku berusaha sekeras tenaga berlari mengejar jarak antara aku dan mobil Jeep tersebut, namun aku tidak berhasil. Aku melihat dari kejauhan betapa menderitanya Floren saat ini, tubuhnya penuh luka dan memar, wajahnya lebam, sakit sekali melihatnya seperti itu, perasaanku tak karuan. Aku ingin sekali marah dan menghajar Radeo, aku ingin sekali membuatnya menyesal karena telah menyakiti Floren, aku kesal, kesal karena aku tidak bisa apa-apa, aku tidak bisa melindungi Floren, tidak bisa membuat Radeo merasakan hal yang sama, aku kesal karena aku gagal untuk kedua kalinya.

"ARGHHHH BANGSAT ANJING!" Aku berteriak, melontarkan semua sumpah serapah yang ada di dalam pikiranku, aku frustasi melihat Floren seperti itu.

"FLOREN,"

"FLOREN,"

"KEMBALIIN FLOREN, MANUSIA BANGSAT!" Aku menangis tak kuasa menahan kekesalan ku dan rasa sakit yang aku alami saat melihat Floren seperti itu.

"Udah cukup, lan. Kita semua bakal bergerak setelah beberapa polisi membaik." Aku tertawa canggung mendengar ucapan kak Juan, entah aku yang sudah mulai gila atau aku yang sudah muak karena harus menunggu lebih lama, aku tidak peduli dengan para polisi atau apapun, mengapa mereka tidak meminta bantuan jika kita kekurangan orang?

"Terserah." Aku berjalan pulang, dengan raut wajah yang tak karuan.

Aku masuk ke kamar, mengganti pakaian ku, mengambil beberapa senjata, memakai rompi anti peluru dan sarung tangan. Aku menunggu beberapa jam hingga hujan reda, sebelum pergi aku memastikan bahwa semua orang sudah tidur termasuk kak Juan. Setelah itu aku keluar dari rumah, berjalan dengan senter menyusuri hutan yang gelap dan dingin, aku memakai jaket tebal tentu saja tidak merasa terlalu dingin. Aku mulai mematikan senter dan berjalan perlahan mendekati seseorang yang ada di depan, pelan, pelan, pelan, dan krekk.

Aku menumbangkan satu orang dengan memutar kepalanya. Aku berjalan kembali dan melakukan aksi yang sama berulang kali, malam itu memang sangat gelap bahkan lampu saja tidak cukup untuk membuat tempat tersebut tampak terang, aku memanfaatkan hal itu untuk melakukan aksi yang sama dan berakhir membereskan 2 camp sekaligus. Segera setelah aku membereskan 2 camp aku kembali berjalan menuju camp selanjutnya, aku melakukan aksi yang sama sampai camp terakhir.

Aku kembali kerumah tepat sebelum orang-orang di rumah itu bangun. Aku duduk di ranjang ku sambil melihat hp mungil yang berada di tanganku, di dalam hp itu terselip sebuah foto Floren yang sedang tersenyum gembira, cantik sekali. Karena merasa lelah aku mulai memejamkan mata ku, berharap aku segera bisa menyelamatkan dirinya besok.

Thank You, Swiss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang