Pikiran tentang perempuan yang sedang mencari istri untuk suaminya, belum bisa Kayla singkirkan. Ia masih tak habis pikir mengapa ada wanita seperti itu. Sekuat apa batinnya? Apakah ia benar-benar bisa ikhlas melihat suaminya kelak bersanding dengan perempuan lain? Ah, membayangkannya saja, Kayla tidak sanggup. Jangankan sudah berstatus sebagai suaminya, saat ia berpacaran dengan Erik dulu, jika ada perempuan yang mendekati kekasihnya itu, Kayla pasti marah besar.
"Bang Erik, apa kabarnya kamu sekarang?"
Tiba-tiba Kayla termenung. Bayang kebersamaannya dengan Erik kembali menari di pelupuk mata. Ada rasa ingin bertemu, tetapi itu mustahil. Ke mana ia harus mencari pria yang sudah sekian tahun tidak ia jumpai? Apalagi, saat ini Kayla sudah memutuskan untuk hidup sesuai syariat. Ia telah paham kalau memikirkan lelaki yang bukan mahramnya itu suatu dosa. Namun, ia juga tidak bisa menyingkirkan begitu saja pahatan wajah Erik dari kepalanya.
"Heh, mau nyuci piring atau ngelamun?"
Piring yang Kayla pegang nyaris jatuh saat Rahma tiba-tiba muncul di dapur dan membuatnya kaget.
"Hmmm, ciri-ciri orang pengen nikah ini kalau udah ngelamun gitu," sindir Rahma, sembari mengembalikan sisa lauk ke dalam kulkas.
Kayla mencibir, lalu meneruskan pekerjaannya.
"Apakah tebakan Kakak benar?" Rahma sudah berdiri di samping Kayla dan membantu gadis itu menyusun perkakas makan yang sudah dicuci.
"Apa, sih? Enggak, ah!" tampik Kayla.
"Atau ... kamu punya masalah lain sampai ngelamun itu saat nyuci piring. Biasanya kamu nggak pernah gini, deh!"
Kayla berhenti mengusapkan busa sabun cuci piring ke sebuah mangkuk kaca dan menoleh pada Rahma.
"Menurut Kakak, istri kedua itu kedudukannya seperti apa, sih?"
Seketika Rahma menoleh adiknya. Mata mereka saling beradu pandang. Pertanyaan Kayla cukup aneh di telinganya sehingga rasa curiga pun menghampirinya.
"Pertanyaan jenis apa itu?"
Kayla tertawa kecil, lalu memalingkan pandangan. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya. "Cuma nanya aja."
"Nanya kok kedengerannya aneh begitu?"
"Nggak usah curiga gitu juga kali, Kak," tepis Kayla. "Aku cuma heran aja, tadi Ustazah Miftah cerita kalau ada perempuan yang sedang mencarikan istri kedua untuk suaminya. Dikarenakan perempuan itu tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan biologis suaminya sebab ia menderita suatu penyakit." Gadis itu menjelaskan dengan panjang lebar.
"Terus?"
"Memangnya ada perempuan yang seikhlas itu untuk berbagi suami, ya, Kak?" Kayla menutup kran air, karena pekerjaannya telah selesai.
"Apa sih, yang nggak ada di dunia ini?"
"Maksudku, apa iya istri pertamanya itu bisa ikhlas menerima kehadiran perempuan lain dalam rumah tangganya?"
"Ikhlas atau tidak, itu cuma dia dan Allah yang tahu. Yang jelas, dia melakukan itu karena dia sayang sama suaminya. Dia nggak mau suaminya jatuh ke perbuatan dosa karena ketidakmampuannya dalam melayani hasrat sang suami. Jadi, poligami dalam kondisi seperti itu memang dianjurkan."
Kayla termangu mendengar penjelasan Rahma.
"Tadi, kamu bertanya tentang kedudukan istri kedua. Itu sama aja sih kayak istri pertama. Suami harus bisa adil untuk keduanya."
"Adil soal cinta, apakah bisa? Bukankah hati itu suka condong pada sesuatu yang lebih ia cintai?" Kayla terlihat semakin penasaran.
Rahma tertawa. "Kalau masalah hati, ini memang tidak akan pernah bisa adil dan itu manusiawi. Hanya saja, jangan sampai salah satunya cemburu karena diperlakukan beda. Suaminya harus pintar-pintar mengelola perasaannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)
RomanceDilamar untuk jadi istri kedua mantan pacar? Bagaimana ceritanya? Yuklah, baca aja! Jangan lupa vote dan komen juga, ya 🤗🙏🏻