Bagian 15

1.1K 40 4
                                    

"Kamu tahu Asya meneleponku untuk apa?"

Erik kembali duduk di sisi Kayla.

Perempuan itu hanya menggeleng.

"Dia menelepon hanya untuk memastikan kalau aku benar-benar ke sini menemuimu. Dia pikir, aku akan melarikan diri." Erik tertawa.

"Sebaiknya Abang pulang saja. Untuk saat ini, Kak Asya lebih membutuhkan Abang dari pada aku." Kayla mengatakan itu dengan nada datar.

Erik memandang Kayla sambil mengankat kedua alisnya. "Kamu tidak suka suamimu di sini bersamamu? Atau ... kamu mulai cemburu?" tuduh Erik yang paham betul sifat Kayla.

"Ck! Bukan begitu, Bang. Tapi ...."

"Sssttt!" Erik menempelkan telunjuknya di bibir Kayla, hingga membuat sang istri terdiam. "Kamu tidak usah banyak bicara, Kay! Kita ini pengantin baru, jangan bikin suasana jadi tidak enak."

"Tapi aku serius, Bang. Kak Asya lebih butuh Abang ketimbang aku saat ini." Kayla bersikeras. "Dia sedang tidak baik-baik saja karena besok akan menjalani operasi. Dia butuh Abang di sampingnya. Percayalah! Sebagai sesama perempuan, aku tahu apa yang Kak Asya rasakan."

Erik terdiam memandang Kayla.

"Aku nggak apa-apa. Pergilah! Temani Kak Asya!"

"Kalau begitu, kamu ikut denganku!"

Kayla tergemap. "Aku? Ikut ke rumah ... kalian?"

Erik mengangguk. "Iya. Aku mau ada kamu juga di sana untuk menemani Asya."

Kayla menelan ludah. Bagaimana mungkin ia ikut ke rumah itu? Ia tidak akan kuat jika berada dalam satu rumah dengan istri pertama Erik. Walau bagaimanapun, dirinya memiliki sifat pencemburu. Erik sudah tahu itu, tetapi kenapa lelaki itu malah mengajaknya?

"Aku tidak mau. Besok saja, kalau Kak Asya dan Abang sudah di rumah sakit. Aku akan menjaga anak-anak kalian. Aku juga sudah diberi cuti seminggu oleh Ustazah Miftah. Jadi ...."

"Anak-anak sudah ada yang menjaga," potong Erik. "Kamu tidak perlu khawatir. Karena menjaga anak-anak bukan tugasmu. Kamu aku nikahi bukan untuk menjadi baby sitter anak-anakku dan Asya. Aku sudah mempekerjakan dua orang kerabat almarhum Papa untuk menjaga anak-anak sampai Asya benar-benar pulih."

Lagi-lagi Kayla terdiam. Rasa bahagia perlahan menyusup ke dalam dada, ketika ucapan Erik menyiratkan betapa ia istimewa di mata lelaki itu.

"Sekarang, kamu siapkan pakaian dan ikut denganku. Tadi, aku sudah minta izin pada Ayah dan Ibu, mereka sudah mengizinkan."

"Tapi, Bang, aku ...."

"Kamu istriku dan perintahku wajib kamu taati selagi bukan perintah untuk berbuat maksiat."

"Malah ngancam," sungut Kayla.

"Bukan mengancam, hanya mengingatkan." Erik mengusap puncak kepala Kayla.

"Aku sudah tidak mau jauh lagi darimu, Kay. Besok, kamu juga harus ikut aku menemani Asya di rumah sakit. Agar pikiranku tidak bercabang."

***

Tak seperti pengantin baru lainnya, di mana seharusnya hanya ada mereka berdua, menikmati keintiman sebagai pasangan suami istri. Namun, sepertinya itu belum akan berlaku bagi Erik dan Kayla. Karena menurut mereka ada hal yang lebih penting dari semua itu.

"Maaf, jika kita belum bisa seperti pengantin baru pada umumnya." Erik terus melajukan mobil dengan santai sore itu. Ia seperti sengaja ingin berlama-lama berdua dengan Kayla.

"Aku janji, setelah semua keadaan membaik, kita akan bulan madu selayaknya pengantin baru."

"Berhentilah minta maaf, Bang! Entah sudah berapa kali Abang minta maaf sejak tadi. Aku mengerti situasi ini. Jadi, jangan terus merasa bersalah. Aku tidak minta apa-apa. Abang fokus saja dengan Kak Asya."

Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang