III

15 3 0
                                    

RUMAH terlihat sepi dan gelap, kurasa penghuninya sudah terlelap. Aku baru tiba di rumah, dugaanku rumah dikunci semua.

Benar saja, belum sampai depan pintu, pagar depan sudah dikunci. Tidak ada cara lain selain menginap di rumah nenek, akhirnya aku bisa tenang di sana. Aku dikasih makan yang banyak, disayang-sayang dan dimanja, nenek memang yang terbaik.

Aku segera melajukan motorku meninggalkan rumah untuk entah yang ke berapa kali. Daripada aku tidur di gazebo depan rumah, beresiko untuk diganggu setan atau orang tak dikenal, banyak nyamuk pula, lebih baik aku pergi ke rumah nenek.

.

.

Rumah Nenek memang agak jauh dari rumahku tapi demi bisa tidur sudah cukup bagiku. Aku mengantuk sekali, angin malam membuat mataku tidak berdaya lagi.

Mataku berkedip pelan sekali, rasanya ingin tertutup sempurna sekarang juga tapi aku sedang mengendarai motor di jalan yang super sepi.

Aku mendengar suara motor racing knalpot brong memekakkan telinga dari arah belakangku.

MEREKA BEGAL! 

Ajaib sekali, ketika aku menyadari bahwa orang-orang di belakangku itu adalah begal, mataku langsung segar. Mereka mengejarku, aku langsung tarik gas motorku hingga kecepatan lima puluh.

Sialnya aku mengambil jalan yang rawan begal. Jantungku berdetak kencang tak karuan, tubuhku panas dingin, liar mataku mencari jalan ramai.

"Woi! Berhenti kau!" teriak salah satu dari mereka yang hampir berada di samping kananku. Aku tak pedulikan, aku semakin tancap gas, kebetulan jalanan yang kulewati jalurnya lurus saja tanpa ada lampu merah atau simpang. Aku tidak pernah sekebut ini demi menyelamatkan hidupku dari para bajingan yang di belakangku itu.

Aku ingin selamat.

Aku ingin sampai di rumah dengan selamat.

Begitu batinku berkata. Walau aku bisa bela diri, mereka main keroyokan, bisa mampus aku disiksa bahkan diperkosa. 

"ARGH!!!"

***



Hari ke-27 di Rumah Penderitaan.

It sucks when no one cares about me, even my parents, where are they?

Am i not their daughter anymore?

Nice, now i'm like a rag.

No friends, no parents, no partner and no Bobul.

If i die, who's care? I'm like a shit.

Mereka mungkin tidak tahu kalau aku hampir sekarat dengan luka-luka di wajah, punggung, tangan dan kaki. Sewaktu berkejaran-kejaran dengan begal, aku melewati lubang yang cukup dalam sehingga aku terlempar ke depan, membentur dan terguling di aspal. Begal-begal itu jelas kabur karena mereka berotak sinting yang tidak mau meninggalkan jejak agar tidak tertangkap polisi.

Aku seperti orang terlantar di kota asing tanpa identitas maupun keluarga, benar-benar sendirian. Aku juga tak tahu siapa yang membawaku ke rumah sakit super elit ini, WHO WILL PAY FOR THIS ROOM?

Orang asing mana yang meninggalkan bingkisan buah, surat dan kamera di atas nakas sebelah kasurku? Kamera itu sepertinya punyaku tapi kacanya mulus, tidak ada pecahan. Dengan kepalaku yang dibebat dan denyut-denyut, aku mengambil secarik kertas di dekat kamera itu, penasaran apa isinya dan siapa pembuatnya.

Aku membuka surat itu, melakukan kebiasaan satisfied; menghirup aroma kertas yang khas apapun jenis kertasnya.

Dear you,

𝐄𝐮𝐧𝐨𝐢𝐚 𝐢𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐚𝐰𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang